Mohon tunggu...
Tati Herlia
Tati Herlia Mohon Tunggu... Analis Pertahanan Negara

Be Yourself

Selanjutnya

Tutup

Financial

Sistem Transparansi Digital untuk Memberantas Korupsi di Indonesia

22 September 2025   21:30 Diperbarui: 22 September 2025   21:27 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

ABSTRAK

Indonesia masih menjadi negara dengan permasalahan korupsi yang serius.  Hal ini  ditandai dengan peringkat rendah pada Indeks Persepsi Korupsi (CPI) menurut data  Transparency International. Upaya pemberantasan korupsi tidak cukup hanya mengandalkan penindakan hukum, tetapi juga membutuhkan strategi preventif melalui sistem transparansi digital. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif berbasis kajian literatur dengan menelaah laporan KPK, Transparency International, OECD, serta studi kasus implementasi digital governance di Indonesia dan negara lain. Hasil kajian menunjukkan bahwa penerapan e-government, e-procurement, e-budgeting, open data, whistleblower system, dan audit berbasis digital mampu menekan praktik korupsi secara signifikan. Namun, implementasi masih menghadapi kendala budaya birokrasi, literasi digital yang rendah, serta resistensi dari aktor yang diuntungkan oleh praktik korupsi. Studi kasus LPSE dan e-budgeting di Jakarta menunjukkan bahwa meskipun digitalisasi meningkatkan transparansi, tetap diperlukan pengawasan publik yang kuat serta komitmen politik yang konsisten.

Kata kunci: Transparansi Digital, E-Government, Korupsi, Indonesia, Good Governance

PENDAHULUAN

Korupsi merupakan salah satu hambatan terbesar dalam pembangunan nasional Indonesia. Menurut Transparency International (2024), skor Indeks Persepsi Korupsi Indonesia masih berada pada angka 34 dari 100, menempatkan Indonesia pada posisi menengah ke bawah di Asia Tenggara. Angka ini menunjukkan bahwa praktik korupsi masih dianggap marak oleh masyarakat dan pelaku usaha.
Salah satu akar persoalan korupsi adalah kurangnya transparansi dalam birokrasi dan pengelolaan anggaran publik. Sistem manual yang selama ini digunakan membuka banyak peluang antara lain  manipulasi, mark-up, suap, dan pungutan liar. Untuk itu, digitalisasi birokrasi menjadi salah satu solusi strategis dengan harapan dapat mengurangi celah korupsi melalui keterbukaan, akuntabilitas, dan otomatisasi proses.
Rumusan masalah dalam penelitian ini  “Sistem transparansi digital apa yang efektif untuk memberantas korupsi di Indonesia, dan bagaimana tantangan implementasinya?”.
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis sistem transparansi digital yang relevan, meninjau studi kasus implementasi di Indonesia, serta membandingkannya dengan praktik internasional sebagai rekomendasi kebijakan.

LANDASAN PEMIKIRAN


1. Konsep Transparansi Digital
Transparansi digital merupakan praktik keterbukaan pemerintah melalui pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk memastikan setiap proses pengambilan keputusan, alokasi anggaran, dan pelayanan publik dapat diakses, diawasi, serta dievaluasi secara real-time oleh masyarakat (OECD, 2018).

2.Teori Good Governance
Konsep good governance menurut UNDP (1997) menekankan prinsip akuntabilitas, transparansi, partisipasi, efektivitas, dan supremasi hukum. Transparansi digital merupakan instrumen penting dalam mewujudkan good governance melalui pengurangan peluang korupsi.

3. E-Government dan Open Data
E-Government adalah pemanfaatan TIK dalam pelayanan publik, sementara open data memastikan keterbukaan informasi agar dapat diawasi oleh publik, akademisi, dan media. Kombinasi keduanya membangun ekosistem integritas birokrasi.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan metode studi literatur. Data diperoleh dari:
1. Laporan resmi lembaga antikorupsi (KPK RI, Transparency International, OECD).
2. Buku akademik terkait governance dan korupsi.
3. Studi kasus implementasi transparansi digital di Indonesia (LPSE, e-budgeting DKI Jakarta, DJP Online).
4. Praktik internasional dari Korea Selatan, Estonia, dan Singapura sebagai perbandingan.
Analisis dilakukan dengan meninjau efektivitas sistem, kendala implementasi, serta relevansinya bagi konteks Indonesia.

HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Sistem Transparansi Digital yang Relevan
a.E-Government dan Digitalisasi Layanan Publik
b.Mengurangi interaksi tatap muka yang berpotensi menimbulkan pungli.
Contoh: sistem OSS (Online Single Submission) untuk perizinan usaha.

2. E-Procurement
Proses pengadaan barang/jasa dilakukan secara elektronik melalui LPSE (Layanan Pengadaan Secara Elektronik).
Hasil penelitian KPK (2023) menunjukkan e-procurement menekan kolusi, meskipun masih ada modus manipulasi dokumen digital.

3. E-Budgeting dan E-Audit
Transparansi dalam penyusunan dan penggunaan anggaran daerah/nasional.
Kasus DKI Jakarta menunjukkan e-budgeting dapat meminimalisasi penyelundupan anggaran, meskipun kemudian ada upaya pelemahan sistem.

4. Open Data
Data anggaran, proyek, dan pajak dapat diakses publik.
Masyarakat, LSM, dan media bisa melakukan fungsi social audit.

5. Whistleblower System Digital
Layanan pelaporan korupsi berbasis web dengan perlindungan identitas pelapor.
Masih perlu penguatan jaminan hukum agar pelapor tidak mengalami intimidasi.

Studi Kasus di Indonesia

1. LPSE (Layanan Pengadaan Secara Elektronik)
a.Berhasil meningkatkan efisiensi dan transparansi.
b.Tantangan: keterbatasan SDM yang melek teknologi dan masih adanya “permainan belakang layar”.

2. E-Budgeting DKI Jakarta
a.Sistem ini sempat dianggap sebagai model sukses transparansi anggaran.
b.Namun, muncul resistensi politik karena dianggap mengurangi ruang manipulasi.

3. DJP Online (Direktorat Jenderal Pajak)
a.Digitalisasi pembayaran pajak meningkatkan kepatuhan wajib pajak.
b.Hambatan: masih adanya gap literasi digital masyarakat.

Tantangan Implementasi

1.Budaya Birokrasi: masih kuatnya mentalitas feodal dan resistensi dari aktor yang diuntungkan dengan sistem manual.

2.Kapasitas Teknologi: belum merata infrastruktur internet di daerah.
3.Literasi Digital: rendahnya kemampuan masyarakat dan aparat dalam memanfaatkan platform digital.
4.Keamanan Data: risiko kebocoran dan manipulasi data digital jika sistem tidak dilindungi enkripsi kuat.

Best Practice Internasional (Praktik Internasional)

1.Korea Selatan (OPEN System)
Online Procedures Enhancement for Civil Applications (OPEN) mengurangi pungli
dan meningkatkan transparansi layanan publik.

2. Estonia (Digital Governance)
Hampir seluruh administrasi pemerintahan dilakukan secara online dengan
keamanan tinggi melalui sistem identitas digital nasional.

3. Singapura (GovTech)
Integrasi data lintas lembaga melalui Smart Nation Initiative berhasil menekan
ruang korupsi di sektor publik.

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

1.Simpulan
Sistem transparansi digital terbukti menjadi instrumen strategis dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Sistem transparansi digital yang cocok sementara antara lain sistem Penerapan e-government, e-procurement, e-budgeting, open data, dan whistleblower system. Sistem transparansi digital tersebut sementara disimpulkan dapat mempersempit ruang korupsi, meningkatkan efisiensi birokrasi, serta memperkuat akuntabilitas publik. Namun dalam implementasinya, tantangannya masih besar terutama resistensi birokrasi, rendahnya literasi digital  serta isu keamanan data.

2.Rekomendasi
a.Penguatan Regulasi, yaitu payung hukum wajib untuk memastikan sistem transparansi digital tidak dapat dimanipulasi.
b.Peningkatan Kapasitas SDM, melalui pelatihan literasi digital bagi aparatur dan masyarakat.
c.Partisipasi Publik,  melibatkan berbagai LSM, media, dan akademisi dalam audit sosial berbasis open data.
d.Keamanan Siber, yaitu penguatan sistem enkripsi dan audit independen untuk mencegah manipulasi data digital.
e.Komitmen Politik, melalui konsistensi pemerintah pusat dan daerah dalam menjaga keberlanjutan sistem digital.

Daftar Pustaka
1.Dwiyanto, A. (2019). Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
2.Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). (2023). Laporan Tahunan Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi. Jakarta: KPK RI.
3.OECD. (2018). Open Government Data Report: Enhancing Policy and Service Delivery. Paris: OECD Publishing.
4.Rose-Ackerman, S., & Palifka, B. J. (2016). Corruption and Government: Causes, Consequences, and Reform. Cambridge: Cambridge University Press.
5.Transparency International. (2024). Corruption Perceptions Index 2024. Berlin: Transparency International.
6.UNDP. (1997). Governance for Sustainable Human Development. New York: UNDP.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun