Di pembaringan, kunang-kunang terbang berkilau menjadi penghibur malam.Â
Ia menari dan menerangi pekat diantara udara yang lembab nan sejuk.Â
Andai bersama si Kembang Raya malamku, ku pastikan menenangkan dan nyaman. Ah, larut dalam kenikmatan.
Sayangnya, ia telah pulang. Pulang karena tidak perlu ku bayar dengan uang yang ia cari selesai urusan birahi.
Ku akui ia adalah yang paling menawan meski bukan Kembang Perawan. Ku tegaskan ia adalah "Kembang Raya".
Menjajakan sarimadunya. Ia adalah ahli memuaskan birahi, membuang harga diri dan berhasil ku bodohi.
Padanya ku katakan jatuh hati. Sejujurnya, ia ku bohongi. Aku tidak mengenal si Kembang Raya sebetul-betulnya.Â
Tujuanku sebatas urusan ranjang, selangkangan dan telanjang.
Sejelas-jelasnya, aku kasihan.
Malang nian nasib si Kembang demi lima lembar uang seratus ribuan untuk sekali "Jam Tayang".Â
Meskipun aku salah seorang yang menikmati dan menuntut dipuaskan birahi dengan cuma-cuma.Â
Aku kecewa si Kembang yang merona menjadi liar, rela dipetik dan dicampakkan sia-sia.