Mohon tunggu...
Tati AjengSaidah
Tati AjengSaidah Mohon Tunggu... Guru - Guru di SMPN 2 Cibadak Kab. Sukabumi

Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ramadan Terakhir untuk Ayah

19 April 2022   07:46 Diperbarui: 19 April 2022   07:52 577
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ramadan Terakhir Untuk Ayah (sumber foto: www.lintasAtjeh.com)

Bulan Ramadan tinggal beberapa hari lagi, kedatangannya sangat dinanti oleh seluruh umat islam termasuk ayahku.

Setelah ibu meninggal tiga tahun yang lalu, ayah sering sakit bahkan beberapa kali sempat di rawat di Rumah Sakit.

Menjelang bulan Ramadan ini kondisi ayah sedang sehat, sehingga beliau begitu gembira akan menjalankan ibadah puasa dalam kondisi badan sedang fit.

Aku tinggal bersama ayah dan anakku yang baru berumur 3 tahun. Suamiku sedang bekerja di luar Pulau Jawa dan pulangnya setiap 2 bulan sekali.

*

Pagi itu ayah baru saja selesai sholat dhuha, beliau duduk di kursi yang ada di ruang makan. Ketika aku lewat, ayah berkata kepadaku.

"Teh, alhamdulillah ayah merasa bersyukur. Sekarang sedang sehat, sehingga pas bulan puasa nanti bisa sholat tarawih di masjid". Ayah biasa memanggilku dengan sebutan Teteh.

"Iya, alhamdulillah. Jaga selalu kesehatan, mudah-mudahan Ayah sehat terus".

Bila dalam keadaan sehat, ayah tak pernah ketinggalan untuk melaksanakan salat lima waktu secara berjamaah di masjid.

Setelah mengobrol sebentar dengan ayah, aku kembali ke teras mengawasi anakku yang sedang bermain mobil-mobilan.

Anakku sangat aktif dan tidak betah duduk lama. Beberapa bulan yang lalu, saat kutinggalkan ke dapur sebentar ternyata anakku ke luar dan memanjat pagar rumah tetangga.

Apesnya, anakku jatuh dan kepalanya mengenai batu. Dari luka yang ada di dahi mengeluarkan darah yang banyak sehingga harus dijahit. Mulai saat itu aku lebih berhati-hati lagi dan selalu mengawasi anakku bila sedang bermain di luar.

*

"Teh ke sini" terdengar suara ayahku memanggil sambil mengaduh. Aku segera mendekati ayah yang sedang duduk di lantai sambil memegang kakinya.  

"Ya Allah, Ayah kenapa?" tanyaku sambil memegang tangannya, aku mencoba membantunya supaya bisa berdiri.

"Tadi seperti ada yang mendorong, sehingga ayah jatuh dari kursi". Ayah berusaha untuk berdiri sambil memegang tanganku, tetapi tidak bisa karena kakinya tidak bisa diangkat.

"Masya Allah, ada-ada saja cobaan bagi Ayah". Aku segera berlari ke rumah kakakku untuk meminta bantuan. Kak Adi segera datang dan melihat kondisi ayah.

"Sepertinya tulang kaki ayah patah, kita panggil saja Pak Kanta". Kak Adi segera pergi ke rumah Pak Kanta, orang yang biasa mengurut dan membetulkan tulang

Aku memanggil anakku untuk masuk ke dalam rumah dan segera menelepon Rani adikku, untuk memberi kabar tentang ayah. Tak lama Rani datang, hampir bersamaan dengan Kak Adi dan Pak Kanta.

*

Pak Kanta segera memeriksa kondisi ayah, dan beliau mengatakan persendian di paha ayah lepas sehingga tulangnya harus dikembalikan ke posisi semula. Ayah digotong ke kamarnya, baru kemudian tulangnya dibetulkan oleh Pak Kanta.  

Selama 3 hari berturut-turut Pak Kanta datang ke rumah, dan beliau mengatakan kemungkinan ayah sembuhnya akan lama mengingat usia ayah sudah 70 tahun lebih.

Aku berunding dengan kedua saudaraku untuk membawa ayah ke Rumah sakit, tetapi ayah menolak dengan alasan ayah ingin melaksanakan puasa.

Selama ayah sakit, Kak Adi bermalam di rumah untuk menunggu ayah. Sedangkan Rani datang setiap pagi dan pulang sore hari.  

Bulan Ramadanpun tiba, ayah tetap melaksanakan puasa. Setiap sahur dan buka puasa, aku mengantar makanan ke kamar ayah.

Apabila masuk sholat lima waktu, aku secara bergantian dengan saudaraku membantu ayah untuk berwudhu dengan membawa teko yang berisi air dan ember.

Karena kondisi ayah tak kunjung membaik, setelah satu minggu akhirnya ayah bersedia dirawat di Rumah sakit.

Aku menunggu ayah dari pagi hari sampai ashar, dan dilanjutkan oleh Kak Adi sampai pagi. Sedangkan Rani menemani pengasuh anakku di rumah.

Melihat hasil rontgen, dokter mengatakan bahwa kaki ayah harus dioperasi. Tetapi tidak bisa dilakukan segera karena sakit paru-paru ayah belum sembuh, sehingga harus diobati dulu.

Setelah lima hari di rawat, ayah diizinkan untuk pulang dan harus melakukan pengecekan kembali setelah Idulfitri nanti.  

*

Hari Rabu siang ayah sudah ada di rumah, banyak tetangga dan saudara yang datang menjenguknya. Malam hari setelah sholat tarawih selesai, jamaah masjid langsung berdatangan ke rumah.

Kondisi ayah semakin melemah, hari Kamis siang beliau memanggil kami bertiga dan memberikan banyak nasihat dan amanat. Sepertinya ayah sudah punya firasat usianya tidak akan lama lagi.

Kami bertiga mencium tangan ayah dan meminta maaf kepada beliau sambil menangis. Istri Kak Adi, dua keponakan dan anakku juga dipanggil. Ayah mengusap rambut ketiga cucunya dan memberikan pesan kepada mereka.

"Kapan suamimu pulang? Ayah ingin bertemu". Beberapa kali ayah selalu menanyakan suamiku.

"Bang Gani baru diizinkan pulang hari ini, sekarang sedang dalam perjalanan. Kemungkinan sore baru datang".

Betul saja, pukul 17.00 Bang Gani baru datang dan langsung menemui ayah. Ketika bertemu dan mengobrol dengan Bang Gani, raut wajah ayah terlihat sangat senang.

*

Hari Jum'at pagi aku meminta izin kepada ayah, karena ada rapat di tempat kerjaku. Aku meminta kepada suamiku untuk membelikan bubur sumsum untuk ayah, karena sepulang dari Rumah Sakit beliau tidak mau makan sama sekali.

Pukul 11.30 aku sudah kembai ke rumah, aku langsung menemui ayah di kamar. Terlihat di meja sudah ada bubur sumsum.

Kak Adi dan Bang Gani sudah berangkat ke masjid untuk melaksanakan sholat Jum'at, sedangkan Rani sedang bersama dengan anakku.

"Ayah makan dulu ya" kataku sambil menyuapinya. Tetapi hanya dua suap saja ayah memakannya. Kemudian terdengar suara adzan dari masjid.

"Ayah ingin salat, bantu ayah untuk berwudhu". Aku segera membantunya, kemudian ayah langsung melaksanakan salat dhuhur sambil berbaring.

Kak Adi dan Bang Gani sudah pulang dari masjid sehingga ada yang menemani ayah. Aku meminta izin untuk melaksanakan salat dhuhur dan menyuapi anakku.

Aku kembali melihat kondisi ayah, Kak Adi dan Bang Gani keluar dari kamar untuk ganti baju. Ayah menjelaskan jumlah hari saat beliau tidak berpuasa, yaitu ketika di rawat di Rumah Sakit sampai hari ini.

Tiba-tiba suara ayah menjadi tidak jelas, aku memegang tangan ayah sambil menangis. Kak Adi serta Rani segera masuk ke kamar, bersama-sama kami terus membaca dzikir dan asma Allah di dekat telinga ayah.  

Tak lama kemudian ayah menghembuskan nafasnya di hadapan kami bertiga dengan keadaan tersenyum.

Innalillahi wainna ilaihi rojiun, aku tak menyangka ayah akan berpulang secepat ini.  Walaupun di tahan, air mataku tak terasa mengalir dengan deras.

Setelah sholat ashar, jasad ayah langsung dikebumikan. Saudara, tetangga dan pelayat yang lainnya banyak yang mengantarkan ayah sampai ke tempat peristirahatan yang terakhir.

*

Ternyata Ramadan tahun ini merupakan yang terakhir bagi ayah. Doa kami semoga ayah diterima iman dan islamnya, diampuni dosa-dosanya serta mendapatkan tempat yang terbaik di sisi Allah SWT.

Kenangan tentang ayah akan selalu ada di hati kami, begitupun kenangan tentang ibu yang sudah berpulang lebih dahulu. Bagi kami, ayah serta ibu adalah orang tua terbaik dan selalu memberikan keteladan.  

Semoga kami bertiga bisa melaksanakan amanat dari ayah, yaitu selalu hidup rukun dan berada di jalan yang diridhoi oleh Allah Yang Mahakuasa. Aamiin ya Robbal A'lamiin.

Cibadak, 19 April 2022

Tati Ajeng Saidah untuk Kompasiana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun