Mohon tunggu...
Tati Supartini
Tati Supartini Mohon Tunggu... Akuntan - Akuntan dan Mahasiswi S2

Tati Supartini Mahasiswi S2 Universitas Mercu Buana NIM 55520110013

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

TB 1 Prof Dr Apollo: "Globalisasi Perpajakan"

9 Oktober 2021   15:18 Diperbarui: 9 Oktober 2021   15:34 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dasar dikenakan pajak bagi wajib pajak menganut asas sumber,dimana penghasilan yang diterima  oleh WPLN yang bersumber dari Indonesia dapat dikenakan pajak di Indonesia. Menurut Russel (2017:235), Wajib pajak Luar Negeri yang sudah memiliki status BUT di Indonesia, pengenaan pajaknya berbedan dengan Wajib Pajak Luar Negeri yang tidak mempunyai status BUT di Indonesia, untuk  penjelasannya sebagai berikut:

  • Bagi Wajib Pajak Luar Negeri yang mempunyai BUT diperlakukan pajaknya sama dengan Wajib Pajak Dalam Negeri, sehingga Wajib Pajak Luar Negeri melalui BUT-nya di Indonesia wajib menghitung, membayar, dan melaporkan pajak terutang sesuai self assessment. BUT mempunyai kesamaan akan hak dan kewajiban pajaknya seperti Wajib Pajak dalam negeri. Selain itu,  BUT mempunyai kewajiban berupa pemotongan atau pemungutan pajak serta mempunyai kewajiban berupa penyetoran akan PPh Pasal 26 ayat (4) UU PPh sebesar 20%.
  • Bagi Wajib Pajak Luar Negeri yang tidak mempunyai BUT di Indonesia pada dasarnya hanya dikenakan pajak melalui pemotongan dan pemungutan pajak oleh pihak lain (with holding tax) yang membeli barang atau menerima jasa, yang berada di Indonesia. Apabila masing-masing Negara terdapat aturan mengenai Tax Treaty diantara mereka, maka dengan negara tempat Wajib Pajak Luar Negeri tersebut berkedudukan, maka pengenaan PPh-nya mengacu pada Tax Treaty. Jika tidak ada Tax Treaty pengenaan PPh mengacu pada pasal 26 UU PPh dengan tarif sebesar 20% dari jumlah bruto dan bersifat final. Namun pengenaan PPN tidak dapat dikenakan , karena yang tidak mempunyai BUT yang menjual barang atau jasa, untuk pengenaan kewajiban PPN untuk objek pajak tertentu dialihkan kepada pihak pembeli barang atau penerima jasa yang berada di Indonesia. Dalam peraturan perpajakan yang berlaku apabila WPLN tidak mempunyai BUT berasa di Indonesia lebih dari 183 hari dalam 12 bulan sudah wajib mendaftarkan ke KPP terdekat sesuai domisili untuk mendaftarkan NPWPnya. Apabila didalam perjanjian antar negara tersebut, terdapat suatu aturan mengenai, ada atau tidaknya BUT diatur secara spesifik di dalam tax treaty.

Resume:

Pajak internasional adalah ketetapan pajak berupa kesepakatan antar negara untuk menghindari pajak berganda. Selain itu, kesepakatan ini terdapat satu lagi asas mengenai kedaulatan negara. Dasar dikenakan pajak bagi wajib pajak menganut asas sumber,dimana penghasilan yang diterima  oleh WPLN yang bersumber  penghasilan berasal. 

Dalam penangan pajak antar negara Wajib pajak Luar Negeri yang sudah memiliki status BUT di Indonesia memiliki perbedaan dengan Wajib Pajak Luar Negeri yang tidak mempunyai status BUT di Indonesia.

Daftar Pustaka :

  • Russel Butarbutar. (2017).Hukum Pajak Indonesia dan Internasional. Bekasi: Gramata Publishing.
  • Mustaqiem. (2014). Perpajakan Dalam Konteks Teori dan Hukum Pajak Di Indonesia. Yogyakarta: Buku Litera Yogyakarta.
  • IAI. (2020). Modul Pelatihan Pajak Terapan Brevet AB Terpatu. Jakarta : Ikatan Akutan Indonesia.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun