Saya merasa bangga dengan dosen yang murid Muhammad Yamin. Kita mengenal Muhammad Yamin sebagai salah seorang pencetus ide falsafah negara Pancasila bersama Soekarno dan lain-lain. Secara tidak langsung wawasan mengenai ideologi bangsa kami bersumber dari tokoh besar tersebut yang ikut mencetuskan dan merumuskan sila-sila yang kemudian disepakati sebagai Pancasila sekarang ini.
Dalam sejarah, Muhammad Yamin tercatat antara lain menjadi Menteri Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan (1953-1955). Beliau seorang budayawan, politisi, penulis, pendidik, dan ahli hukum. Jangan lupa beliau juga seorang penyair, Raja Soneta Indonesia, sampai sekarang.
Sebagai MKDU, mata kuliah Bahasa Indonesia lebih cenderung pada muatan sejarah, perkembangan, kedudukan, fungsi, filosofi, dan peran Bahasa Indonesia dalam membingkai NKRI. Tidak sebagai bahasa dalam kajian lingusitik yang membelajarkan wacana, paragraf, kalimat, hingga morfem. Karena itu kami, misalnya, mengkaji teks Sumpah Pemuda, yang menurut penyair Sutardji Calzoum Bachri sebagai teks puisi. Tertera "Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia".
Menjunjung dapat ditafsirkan sebagai mengangkat derajat, menghargai, menghormati, dan menjaga. Salah satunya adalah sebagai mata kuliah wajib di perguruan tinggi.
Jika ada yang masih merasa kehilangan, rasanya pantas. Dompet berisi STNK kendaraan, SIM, KTP saja hilang membuat kita sedih, merana, dan cemas. Tenanglah, Mas Menteri segera akan menyelesaikan ini dengan bergegas.***
Bogor, 18 April 2021
Artikel lainnya, "Budaya Konteks Tinggi dalam Globalisasi Teknologi Informasi" pada tautan https://www.kompasiana.com/tatenggunadi4377/6079458ed541df107556ff12/budaya-konteks-tinggi-dalam-globalisasi-teknologi-informasi