ANAKKU DAN SENANDUNG HUJAN ITU
seharusnya engkau tak menjerit-jerit kaget sambil menangis keras-keras oleh hujan yang tiba-tiba menggeretap di atas atap dan di halaman rumah dengan suara sangat keras sampai membangunkanmu sebab hujan bukanlah sesuatu yang menakutkan melainkan teman baikmu dari langit berupa gumpalan es lalu berubah menjadi air berbentuk tongkat perak memanjang yang berjatuhan berjuta-juta banyaknya oleh sebab itu berhentilah menangis sayang dan pelan-pelan dengarkan suara hujan itu dengan seksama niscaya engkau akan mendengar ia bersenandung tentang dunia yang damai serta tentang dirinya sendiri sebagai rahmat yang diturunkan ke bumi untuk membasahi tanah sehingga basah mengendap di dalam tanah lalu berkumpul di sumur sehingga kita bisa minum dan mandi dan ibumu mencuci dari air yang berasal dari hujan dan hujan juga membasahi rerumputan serta pepohonan supaya tumbuh subur dan hujan pun jatuh ke sungai-sungai ke danau-danau ke laut-laut sebagai nyawa ikan-ikan tetapi engkau jangan berada di bawah hujan sebab ia akan berubah jadi penyakit demam dalam tubuhmu sehingga kami orang tuamu bakal sedih sebab hujan turun dimaksudkan bukan agar kita berhujan-hujan sehingga lebih baik menikmati hujan di dalam rumah dengan berbaring di pangkuan ayah sambil merasakan air conditioner yang berasal dari hujan yang menyejukkan tubuhmu lalu engkau akan ayah selimuti dengan selimut berludru tebal itu agar tubuhmu terasa hangat dan engkau cepat kembali tidur lelap dan bermimpi seperti tadi sebelum hujan turun dan membuatmu terbangun.
Bogor, 2002
Puisi lainnya, "Rumah" pada tautan https://www.kompasiana.com/tatenggunadi4377/606061498ede4809660f8992/rumah