Mohon tunggu...
Eta Rahayu
Eta Rahayu Mohon Tunggu... Lainnya - Urban Planner | Pemerhati Kota | Content Writer | www.etarahayu.com

Hidup tidak membiarkan satu orangpun lolos untuk cuma jadi penonton. #dee #petir etha_tata@yahoo.com | IG: @etaaray

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Memutus Rantai "Cyber Bullying" melalui Peran Keluarga

30 November 2018   08:31 Diperbarui: 1 Desember 2018   12:32 1352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Monkey Business Images/shutterstock.com

Di tengah laju pesat teknologi beberapa tahun terakhir, kita disadarkan bahwa teknologi tidak hanya memiliki dampak positif, namun juga dampak negatif. Salah satu dampak negatif perkembangan teknologi ini adalah cyber bullying. Cyber bullying merupakan istilah yang ditambahkan ke dalam kamus OED pada tahun 2010. 

Istilah ini merujuk pada penggunaan teknologi informasi untuk menggertak orang dengan mengirim atau posting teks yang bersifat mengintimidasi atau mengancam.

Cyber bullying didefinisikan sebagai sebuah tindakan yang repetitif, agresif, menyakitkan dan dimaksudkan untuk menyebabkan kerusakan. Dalam hal ini, pelaku melecehkan korbannya melalui perangkat teknologi. Veenstra (2009) dalam buku "Cyberbullying: an explanatory analysis" menuliskan bahwa korban cyber bullying berumur antara 12 hingga 18 tahun. 

Maka cyber bullying dianggap valid jika korban maupun pelaku berusia di bawah 18 tahun. Apabila salah satu pihak (atau keduanya) sudah berusia di atas 18 tahun disebut cyber crime atau cyber stalking atau juga cyber harassment.

"Cyber bullies can hide behind a mask of anonymity online, and do not need direct physical access to their victims to do unimaginable harm."

Apa yang disampaikan Anna Maria Chavez, seorang pengacara, penulis juga motivator tersebut menguatkan pendapat bahwa cyber bullying dapat dilakukan siapa saja di balik teknologi dan menyebabkan dampak negatif yang tidak dapat kita prediksi. Dalam beberapa kasus, dampak negatif cyber bullying ini berakibat fatal. 

Khofifah Indar Parawansa, Menteri Sosial RI 2014-2017 dalam sebuah wawancara pernah mengatakan, "Ada salah satu survei yang menyebut bahwa anak-anak di Indonesia umur 12-17 tahun itu bisa sampai 84 persen mengalami bullying. Pada posisi seperti ini, ternyata paling banyak cyber bullying." 


Lebih lanjut Khofifah mengatakan, "Dampaknya bisa depresi, psikosomatik, bahkan ada yang bully suicide."Jumlah tersebut bila diasumsikan dalam satuan per seribu, maka ada 840 jiwa usia remaja yang pernah mengalami cyber bullying. Padahal kita tahu, jumlah penduduk Indonesia terbesar keempat di dunia. Bisa dibayangkan berapa ribu orang Indonesia yang pernah mengalami cyber bullying.

Safaria (2016) dalam publikasinya menuliskan cyber bullying dapat memiliki dampak yang mendalam seumur hidup bagi si korban. Beberapa penelitian yang beliau rangkum menyebutkan bahwa korban bullying cenderung mengalami masalah kesehatan mental yang lebih luas, penyalahgunaan narkoba, memiliki ide bunuh diri, peningkatan tekanan emosional, penurunan konsentrasi dan prestasi akademik yang buruk.

Hal senada juga diungkap oleh UNICEF melalui sebuah laporan "An Everyday Lesson" September 2018 lalu, bahwa korban cyber bullying memiliki kecenderungan menggunakan alkohol dan obat-obatan, bolos sekolah, mendapat nilai kurang bagus, merasa harga diri mereka rendah serta masalah kesehatan. Dan dalam keadaan ekstrim, penindasan di dunia maya dapat menyebabkan korban bunuh diri.

Dampak tersebut selain mengerikan, tentu akan berpengaruh pada generasi yang nantinya akan "memiliki" Indonesia di masa depan. Bila kasus cyber bullying terus bergulir, bukan tidak mungkin banyak orang lebih memilih bungkam ketika pendapatnya justru ditunggu untuk perbaikan di sekitar mereka. 

Bila hal demikian terjadi secara masif, ke depan dampaknya bisa sangat fatal bagi negara ini. Bila ide-ide tidak diungkapkan hanya karena takut di-bully, Indonesia tidak punya masa depan alias jalan di tempat. Lebih dari itu, makna menghargai antar sesama akan lenyap, dan persatuan akan rusak.

Kita tentu tidak mengharapkan hal tersebut terjadi. Maka urgent bagi kita untuk ikut meminimalisir terjadinya cyber bullying. Pertanyaannya, apa yang perlu diupayakan untuk memutus rantai cyber bullying ini?

sumber foto : tes.com
sumber foto : tes.com
Mengapa Orang Melakukan Cyber Bullying?

Strategi yang tepat harus didasarkan pada akar masalah yang tepat. Sehingga untuk dapat meminimalisir cyber bullying kita perlu mengetahui, faktor apa yang mempengaruhi pelaku dapat melakukan cyber bullying?

Marleni (2016) mengutip pendapat Khatrin, Schwartz, Shields dan Cicchetti bahwa keterlibatan pelaku dalam bullying berkaitan dengan prediktor keluarga. Lebih detail, Nur Maya (2014) menuliskan alasan tindakan cyber bullying yang terjadi di kalangan remaja salah satunya adalah karena kurangnya perhatian orang tua.

Keluarga, utamanya orangtua memang memiliki peranan yang vital terhadap perkembangan psikologis anak. Bila secara psikologis anak dalam keadaan baik-baik saja, maka kemungkinan anak melakukan bullying sangatlah kecil. Sebaliknya, bila faktor keluarga ini membayangi psikologis anak untuk melakukan hal-hal yang buruk, anak rentan menjadi pelaku cyber bullying. Dari sini kita tahu bahwa orang tua menjadi benteng pertama bagi sang anak untuk tidak melakukan bullying. 

Hal senada juga disimpulkan dalam penelitian yang dipublikasikan Jurnal ComTech Vol.6, 2015 bahwa peran orangtua, sekolah, universitas, dan masyarakat dapat membantu menekan/mencegah kemungkinan terjadinya cyber bullying. Tanggung jawab ini diberikan kepada orangtua untuk membimbing anak-anaknya (Insp. Kimberly Gonzales).

Peran Orangtua Dalam Memutus Rantai Cyber Bullying Anak

Banyak pendapat mengatakan komunikasi antar anak dengan orang dewasa menjadi salah satu signal yang baik untuk mencegah anak-anak mengalami kesalahan dalam berperilaku saat menggunakan teknologi (online).

"If we can get kids to be thoughtful about making decisions about what they post online then we've done a good job as parents and educators."

~Jon Mattleman, Director Needham Youth Services, Massachusetts

Seperti yang disampaikan Jon Mattleman tersebut, bila orang tua dapat mengajarkan anak untuk berfikir ulang dan lebih hati-hati dalam posting teks, gambar atau apapun via online, maka hal tersebut patut dihargai sebagai sesuatu yang baik. 

Dengan demikian, memberikan pengarahan kepada anak mengenai apa yang patut dan tidak patut dilakukan sangatlah penting. Bukan hanya di dunia nyata namun di dunia maya (online).

Pengarahan ini tentu harus diimbangi dengan contoh nyata. Sebagai orangtua, teladan sangatlah ditunggu bagi sang anak. Memberikan contoh dalam berinternet sehat sangatlah penting untuk membuka wawasan sang anak dalam berperilaku di dunia maya.

sumber foto : thyblackman.com
sumber foto : thyblackman.com
Tidak hanya berhenti di sana, kita perlu mengetahui perilaku online anak-anak di usia remaja. Ini sangatlah penting dan wajib dipelajari oleh para orangtua. Kemudian, orang tua juga perlu meningkatkan supervisi pada perilaku online anak-anaknya yang masih remaja (David-Ferdon and Feldman Hertz, 2007; Hinduja and Patchin, 2009; Kowalski et al., 2008; Rinzema, 2008; Van Rooij and Van Eijden, 2007; Willard, 2007). 

Orangtua dapat menggunakan software untuk memonitor pergerakan sang anak di dunia maya (Sander, 2016). Sayangnya, penelitian dalam Journal of Information Systems, Volume 8 2012 mengungkap bahwa oran tua kadang mengatakan bahwa mereka tidak memiliki cukup keterampilan untuk bisa terus memantau aktivitas online anak mereka.

Manfaatkan Teknologi Masa Kini

Ada dua perangkat yang umumnya digunakan untuk online, yaitu komputer/laptop dan telepon genggam. Di dalam perangkat tersebut terdapat software/aplikasi yang dapat membantu para orang tua dalam proses supervisi gadget sang anak. Umumnya, orangtua memang kurang update teknologi, sehingga aplikasi-aplikasi yang seharusnya dapat memantau pergerakan anak saat online tersebut tidak digunakan.

Windows Defender Security Center

Tampilan Windows Defender Win 10 | Capture Pribadi.
Tampilan Windows Defender Win 10 | Capture Pribadi.
Aplikasi ini merupakan aplikasi bawaan Windows milik Microsoft. Beberapa versi Windows mungkin perlu penyesuain, tetapi mayoritas windows terbaru sudah terinstal dan siap untuk digunakan. 

Di aplikasi ini orang tua dapat memonitor apa yang dilakukan anak-anak saat online menggunakan komputer/laptop. Pengguna hanya perlu melakukan family setting melalui internet.

Kaspersky Antivirus

Setting Kaspersky | sea.pcmag.com
Setting Kaspersky | sea.pcmag.com
Kaspersky selain membasmi virus dalam komputer/laptop dan telepon genggam juga memiliki sub menu Kaspersky Safe Kids yang dapat memudahkan orangtua untuk memonitor kegiatan anaknya di dunia online. Aplikasi ini sangat mudah digunakan.

Youtube Parental Control

Cara setting Youtube Parental Control terdapat di support Google. capture pribadi
Cara setting Youtube Parental Control terdapat di support Google. capture pribadi
Youtube menjadi salah satu aplikasi yang popular di kalangan pengguna internet saat ini. Youtube juga menjadi sarana pembelajaran yang cukup interaktif. Namun, konten di dalam youtube tidak seluruhnya "sehat" bagi kalangan anak-anak ataupun remaja. Maka melakukan penyesuaian pada aplikasi youtube sangatlah penting.

Selain aplikasi tersebut, masih terdapat beberapa aplikasi yang dapat digunakan untuk mengontrol kegiatan anak di dunia maya. Bahkan, Android Parental Control juga sudah diciptakan oleh Google, sang raksasa teknologi. Sayangnya aplikasi tersebut belum dapat diinstal di Indonesia.

Bila cyber bullying memerlukan teknologi, maka cara terbaik untuk meminimalisir juga dari sisi teknologi itu sendiri. Namun perlu diingat, dari keseluruhan tindakan preventif yang paling penting diperankan orangtua dalam mengurangi atau mencegah anak menjadi pelaku cyber bullying adalah komunikasi.

Bila terdapat hal-hal yang menyimpang pada anak, terutama saat berperilaku di dunia maya, orangtua wajib mengkomunikasikannya kepada sang anak dengan cara yang baik (tidak dengan cara marah-marah). Komunikasi antar anggota keluarga inilah yang menjadi kunci pemutus rantai cyber bullying.

--

Esai ini pernah diikutsertakan dalam EdConex Essay Competition 2018. Saya rasa perlu mempublikasikannya agar banyak orangtua yang peduli cyber bullying. Untuk dokumen lengkap beserta daftar pustaka lengkap silakan kontak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun