Mohon tunggu...
Seneng Utami
Seneng Utami Mohon Tunggu... Wiraswasta - Perantau

setiap kata- kata punya nyawa

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Pyramid Hill, Antara Pemandangan yang Indah dan Persahabatan yang Mesra

24 Mei 2019   12:16 Diperbarui: 24 Mei 2019   17:20 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tulisan ini saya tulis sebagai catatan manis tentang bagaimana saya bisa mendapati sahabat baru melalui Kompasiana, termulai ketika saya dulu sedang di Indonesia hingga saat ini saya bisa bertemu secara langsung dengannya di Hong Kong.

Sebut saja nama sahabat saya dengan panggilan "Mbak Tha", dan awal kita berkomunikasi yaitu melalui Facebook. Pada tanggal 15 November 2015, (11: 53 WIB), Mbak Tha mengirim pesan kepada saya;

"Assalamualaikum, salam kenal ya...Saya pembaca setiamu di Kompasiana!"

Pada tanggal 16 November 2015 (08:07 WIB), baru saya balas pesannya;

"Waalaikumsalam Mbak Tha. Terimakasih, Mbak juga nulis di sana?"

"Belum berani Mbak, selama ini cuma jadi silent reader saja...Saya seneng baca tulisan Mbak karena menurut saya tulisannya "Aku banget" he2.. Kita sama- sama Alumni Hong- Kong Mbak haha... Bedanya saya lihat Mbak sepulang dari Hong- Kong sudah bisa move on... Kalau saya belum bisa move on Mbak... 

Kerja di Indonesia nggak betahan paling cuma bentaran...Selalu terpaku ke gaji sana... Saya dari tahun 2007 di Singapura udah baca Kompasiana. Dulu masih kolom kecil di Kompas.com. Sampe jadi segede sekarang, saya masih baca. 

Suka baca tulisan kamu tentang Hong- Kong, eh kok aku bangettt...saya sebenarnya yang pengen ketemu Tami, kan saya yang nge- fans hehe...Waktu di Kompasianival Taman Mini sama Gandaria City saya mau nyapa tapi malu. 

Abis kayaknya dikerubunin banyak fans mulu... Sekarang saya pengen kenalan yang gampang ya nyari di FB hehe....Kapan- kapan kita ketemuan yuk...Siapa tau bisa sharing..."

Membaca pesan itu saya merasa terharu. Jadi ingat suka- duka belajar menulis di Kompasiana dulu, yang lebih seringnya saya merasa tidak yakin dengan tulisan sendiri. 

Di dalam obrolannya setelah pesan itu, Mbak Tha menceritakan niatnya untuk bekerja kembali di Hong Kong. Kebetulan bersamaan waktu saya juga sedang dalam proses untuk bekerja lagi di Hong Kong. 

Mbak Tha akhirnya sampai di Hong Kong Bulan Maret 2016 dan saya sampai di sini Bulan April 2016. Kita sama- sama saling menguatkan, walaupun belum pernah ketemu saat itu kita dipertemukan lewat Kompasiana, dalam hubungan komunikasi kita langsung dekat saja rasanya.

***

Bertemulah kita di Hong Kong pada suatu waktu yang tepat. Dan dalam tulisan ini akan ada sedikit cerita dimana saat saya dengan Mbak Tha lagi main bareng. Sebenarnya kita sudah beberapa kali bertemu dan main bereng, tapi yang kali ini saya mau menceritakan perjalanan kita di Pyramid Hill.

Ketika itu Hari Sabtu tanggal 20 Oktober 2018, saya libur dan Mbak Tha juga libur. Sudah janjian mau ketemu tetapi belum punya rencana mau main ke mana. Tapi satu hal yang saya tahu, Mbak Tha orang yang suka menjelajahi alam.

"Kita ketemu di Ma On Shan MTR ya, ntar tak bawa ke tempat yang dulunya kita nggak jadi ke sana karena ada kebakaran itu", ajaknya.

"Wah Mbak, lha tapi aku nggak pakai sepatu gunung nih, gimana?" balasku.

"Udah tinggal jalan aja!"

Saya pun lanjut jalan dan menemuinya. Kita bertemu di Ma On Shan MTR lalu naik Taxi menuju lokasi Pyramid Hill yang terdekat, soalnya nunggu Bus kecil NR84 - nya lama. Sebenarnya kalau naik bus kecil itu bisa turun di Ma On Shan BBQ site, beda kalau naik Taxi turunnya harus di awal jalan pendakian.

Oh ya Pyramid Hill ini terletak di sebelah selatan Ma On Shan, sebelah utaranya Ngong Ping. Dari puncak kita bisa melihat pemandangan Kota Sai Kung yang menawan. Jaraknya kalau ditempuh semua kurang lebih 9,5 km dan kurag lebih butuh waktu 4,5 jam untuk melewatinya.

Cuaca saat itu cukup mendukung, turun dari Taxi saya dan Mbak Tha mulai berjalan. Hari itu banyak orang yang mendaki Pyramid Hill, ada orang tua, remaja, bahkan ada juga beberapa orang yang sengaja membawa anjingnya untuk diajak jalan- jalan. 

Sesampai di tempat BBQ kita mengambil jalan yang sebelah kanan. Terus berjalan kemudian sampailah kita di Ngong Ping, ketika melewati ini saya merasa sedang di Indonesia... Seolah saya sedang menemukan sesuatu yang saya rindukan sangat lama. Melihat pepohonan, bambu, mendengar gemericiknya sang air, melihat batu- batu yang menjadi satu dengan air rasanya sejuk banget.

Serasa sedang di kampung halaman | Dokpri
Serasa sedang di kampung halaman | Dokpri
Jika kita telusuri negara Hong Kong ini, pastinya akan didominasi oleh gedung- gedung tinggi dan bangunan megah. Yang asri- asri sudah jarang ditemui. Jadi ketika sejenak saya bisa berada di tempat yang sejuk seperti diatas, saya merasa seperti ikan yang sedang dilepaskan di kolam ikan, hehe.

 Sepanjang perjalanan kita tidak henti- hentinya saling bercerita tentang banyak hal; mulai dari pekerjaan, menceritakan teman yang bervariasi juga ngobrolin rencana masa depan.

 Mbak Tha suka memberi saran kepadaku buat nabung dan semangat bekerja, dia sendiri punya pengalaman kerja lebih dari 10 tahun. Ngobrol dekat sama Mbak Tha itu rasanya nyaman sekali.

Terimakasih pinjaman topinya Mbak Tha | Dokpri
Terimakasih pinjaman topinya Mbak Tha | Dokpri

Melihat saya duduk seperti gambar di atas, mengingatkan saya pada aroma kotoran sapi walaupun aslinya ketertarikan saya tertuju pada topi yang saya kenakan (topinya dapet pinjaman dari Mbak Tha, ternyata saya itu pantes juga ya pakai topi). Y

ang saya rasakan saat itu hanya perasaan tenang, saya jadi teringat masa lalu mengenai awal mula bisa bertemu dengan Mbak Tha, merenungi kembali kisah hidupnya yang penuh cerita itu saya paham bahwa Mbak Tha memang termasuk perempuan yang kuat, seperjuangan dengan saya. 

Diceritakannya saat ini Mbak Tha di rumahnya sudah membuka usaha konveksi bersama teman SMA- nya. Orderannya dari banyak tempat bahkan dari Hong Kong juga, beberapa tim untuk acara KJRI di Hong Kong seperti acara paskibra atau pentas tari pun menggunakan jasanya. Wow , keren! Saya sangat merasa bersyukur.

Saking senengnya pohon saja berhasil tek peluk | Dokpri
Saking senengnya pohon saja berhasil tek peluk | Dokpri
Tuh kan apa yang saya bilang, walau tidak memakai sepatu gunung saya nekat ikut jalan bareng Mbak Tha, hehe. Mendaki bukit seperti ini rupa- rupanya penuh dengan kejutan. Sebab semakin terus berjalan mata saya disuguhkan dengan pemandangan- pemandangan yang aduhai indahnya. Ini pas sekali dengan pemandangan indah ditambah persahabatan yang mesrah...

Ciye...seperti di Switzerland deh rasanya | Dokpri
Ciye...seperti di Switzerland deh rasanya | Dokpri
Duh Mbak Tha terima kasih banget ya pokoknya sudah diajak ke sini. Ternyata dari mendaki bukit ini ada pelajaran yang saya dapatkan, pada dasarnya pemandangan indah itu akan didapat setelah kita berhasil untuk terus naik ke puncak tanpa putus asa. Yup. Bener banget.

 

Bisa lihat kota Sai Kung dari sini | Dokpri
Bisa lihat kota Sai Kung dari sini | Dokpri

Yeyy, asyik juga main disemak- semak cinta, dinamakan Pyramid Hill karena dibelakang saya bukitnya mirip Piramida | Dokpri
Yeyy, asyik juga main disemak- semak cinta, dinamakan Pyramid Hill karena dibelakang saya bukitnya mirip Piramida | Dokpri

walau saat itu berkabut tetap terlihat keren | Dokpri
walau saat itu berkabut tetap terlihat keren | Dokpri

feeling free | Dokpri
feeling free | Dokpri

bener lagi bahagia atau pura- pura bahagia tetep seneng | Dokpri
bener lagi bahagia atau pura- pura bahagia tetep seneng | Dokpri

Pura- puranya tenda itu tenda kita | Dokpri
Pura- puranya tenda itu tenda kita | Dokpri
Tampilan di atas itu saya dapatkan dari arah kanan, sebelum kita berdua pulang kita sempat naik di bukitnya yang ada di sebelah kiri. Untuk menuju ke atas jalannya penuh dengan batu kerikil, dan terpaksa saya lepas sepatu untuk menjuju ke atas mengantisipasi sewaktu- waktu saya bisa nggulung ke bawah.

Pyramid Hill I love You | Dokpri
Pyramid Hill I love You | Dokpri

Well Done, dari tadi narsis melulu | Dokpri
Well Done, dari tadi narsis melulu | Dokpri

Loh itu penampakan bajunya kok ganti- ganti, aslinya bajunya yang dipakai hari itu yang kotak- kotak merah atau kotak- kotak putih sih? Hiks, yang kotak- kotak putih lagi- lagi saya dipinjami bajunya Mbak Tha. Biar ganti variasi katanya.... Sewaktu kita berada di tempat yang berbatu kerikil, ada seorang bule yang dari bawah ke atasnya lari kecil- kecil. Si bule nyamperin dan tiba- tiba menawarkan diri;

"Do you want me to help you to take picture both of you"

"Oh yess, please! Thank you...", jawab Mbak Tha.

Cekreeek!

1

Dokpri | Saya dan Mbak Tha
Dokpri | Saya dan Mbak Tha
Tidak disangka melalui nulis di Kompasiana ini saya bisa bertemu dan kenal Mbak Tha lebih dekat, pada saat itu tanggal 20 Oktober 2018 posisi saya sedang tidak menulis di Kompasiana. 

Bagi saya Mbak Tha sekarang sudah menjadi seperti sang pengingat untuk menyemangati saya nulis lagi. Dengan harapan siapa tahu bakal akan dipertemukan dengan sahabat- sahabat yang baru lainnya.

Semoga... Dari jam dua siang waktu kita bertemu kemudian kita meninggalkan tempat usai benar- benar gelap. Hanya kita berdua jalan pulang, di puncak masih ada beberapa orang yang sengaja tinggal di sana dan bermalam di tenda.

Dalam gelap Mbak Tha takut anjing sedangkan saya sendiri takut setan. Kita jalan pulang sambil berdoa bersama. Terimakasih Mbak Tha, terimakasih persahabatannya sejak tahun 2015 hingga sekarang ya (sudah tahun 2019)...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun