Minggu terakhir Februari kemarin, atau sepekan menjelang Ramadhan, masjid di dekat rumah mengadakan kajian subuh yang mengangkat tema mengenai niat. Meski temanya sederhana dan kerap dibahas dalam berbagai kajian, tapi ada ilmu baru yang saya dapat dari kajian kali ini yakni diversifikasi niat.
Bagi seorang muslim, niat memegang peranan penting dalam melaksanakan sebuah amal atau perbuatan. Niatlah yang menentukan sebuah amal perbuatan dan amal ibadah layak diganjar dengan pahala atau dosa.
Sebegitu pentingnya perkara niat, Imam An-Nawawi dalam kumpulan 42 haditsnya, atau dikenal dengan Hadits Arba'in, menempatkan hadits Nabi Muhammad SAW tentang niat sebagai hadits nomor 1. Bunyi hadits yang diriwayatkan, diantaranya, oleh Imam Bukhori, Imam Muslim, Imam Tirmidzi, dan Imam Ibnu Madjah tersebut adalah sebagai berikut:
إنَّمَا الأعمَال بالنِّيَّاتِ وإِنَّما لِكُلِّ امريءٍ ما نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُولِهِ فهِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُوْلِهِ ومَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُها أو امرأةٍ يَنْكِحُهَا فهِجْرَتُهُ إلى ما هَاجَرَ إليهِ
“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Siapa yang hijrahnya karena mencari dunia atau karena wanita yang dinikahinya, maka hijrahnya kepada yang ia tuju.” (HR. Bukhari dan Muslim) [HR. Bukhari, no. 1 dan Muslim, no. 1907] (rumaysho.com)
Jika pada kajian-kajian yang pernah saya ikuti sebelumnya, pembahasan mengenai hadits ini hanya berhenti pada perkara niat sebagai syarat diterimanya amal, besar kecilnya pahala ditentukan kadar niatnya, atau yang membedakan antara ibadah dan tradisi adalah niatnya. Pada pengajian pagi itu, Ustadz Rifky Ja'far Thalib memberikan sebuah pemahaman yang berbeda.
Ustadz menukil sebuah kisah tentang orang yang mengetuk pintu di malam hari dalam sebuah majlis ilmu seorang syekh termasyhur - sayang saya tidak ingat namanya. Jamaah yang hadir saat itu serta merta memalingkan wajah ke arah pintu. Salah seorang kemudian berdiri untuk membukakan pintu. Tapi sebelum murid tersebut beranjak, syekh menahannya dengan sebuah pertanyaan.
"Anakku, apa yang kamu niatkan ketika kamu berdiri?"
"ingin membukakan pintu, wahai Syekh" jawab muridnya.
"Sayang sekali jika hanya itu"
Selanjutnya syekh menganjurkan muridnya tersebut untuk menambah niatnya.
"Sekiranya orang yang mengetuk pintu itu sedang kelaparan, niatkanlah dalam hatimu akan memberikan makanan dan minuman. Sekiranya dia butuh bermalam, niatkan untuk memberikan dia tempat menginap. Maka selama kamu melangkah ke arah pintu, malaikat sudah mencatat pahala niat-niat mu itu"
Kira-kira seperti itulah inti dialog antara syekh dan muridnya.
Hikmah dari kisah tersebut adalah, ketika berniat untuk melakukan sebuah amalan sholeh, kita hendaknya mengiringinya dengan niat-niat yang lain. Meskipun kita tidak sempat menunaikan amalan sesuai dengan yang diniatkan, Allah SWT sudah mencatatnya sebagai sebuah amal kebajikan.
Hal ini sesuai dengan hadits yang berbunyi:
Sesungguhnya Allâh menulis kebaikan-kebaikan dan kesalahan-kesalahan kemudian menjelaskannya. Barangsiapa berniat melakukan kebaikan namun dia tidak (jadi) melakukannya, Allâh tetap menuliskanya sebagai satu kebaikan sempurna di sisi-Nya. Jika ia berniat berbuat kebaikan kemudian mengerjakannya, maka Allâh menulisnya di sisi-Nya sebagai sepuluh kebaikan hingga tujuh ratus kali lipat sampai kelipatan yang banyak. Barangsiapa berniat berbuat buruk namun dia tidak jadi melakukannya, maka Allâh menulisnya di sisi-Nya sebagai satu kebaikan yang sempurna. Dan barangsiapa berniat berbuat kesalahan kemudian mengerjakannya, maka Allâh menuliskannya sebagai satu kesalahan.” [HR. al-Bukhâri dan Muslim dalam kitab Shahiih mereka]
Sebagai contoh, saat kita berangkat ke masjid untuk menunaikan sholat berjamaah, niatnya tak sekedar datang ke masjid untuk sholat. Niat amal sholeh lain bisa disisipkan misalnya, sekiranya nanti ada paku atau duri akan saya singkirkan, ketika bertemu dengan jamaah lain akan mengucapkan salam, dan niat-niat yang lain.
Sekiranya ditengah jalan ternyata tidak ditemukan paku, duri atau hal lain yang merintangi dijalan, Allah SWT tetap mengganjar kita dengan pahala. Ganjaran pahala yang lebih besar tentunya didapatkan ketika kita menuntaskan niat kita dengan amalan yang nyata.
Diversifikasi niat itu seperti kembang api, meluncur dari satu cahaya dan berpendar menjadi cahaya beraneka warna. Bulan Ramadhan ini, dimana seluruh pahala dilipatgandakan oleh Allah SWT, adalah momentum terbaik untuk mengamalkan diversifikasi niat. Semoga bermanfaat (tasbul).
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI