Mohon tunggu...
Muammar Iqbal Khadafi Tarwaca
Muammar Iqbal Khadafi Tarwaca Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Pariwisata Universitas Gajah Mada

hobi: olahraga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ekowisata Kalibiru, Apakah Layak Menjadi Destinasi yang Mengusung Konsep Ekowisata?

5 Desember 2022   15:54 Diperbarui: 5 Desember 2022   15:56 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kulonprogo merupakan sebuah kabupaten yang berada di sisi barat Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kekayaan sumber daya alam menjadikan Kabupaten Kulonprogo sebagai wilayah yang banyak tersebar spot-spot wisata. Hal ini didukung dengan kondisi geografisnya yang cukup banyak dijumpai area perbukitan dan pantai yang berada di sepanjang selatan Kabupaten Kulonprogo. Salah satu destinasi wisata yang berada di area perbukitan Menoreh yakni Kalibiru. Destinasi wisata yang mengusung konsep wisata alam dan ekowisata tersebut cukup ramai dikunjungi wisatawan. Jika melihat kondisi geografisnya, Kalibiru berada di sisi barat Kabupaten Kulonprogo dan berada di kawasan perbukitan Menoreh dengan ketinggian 450 mdpl. Lokasi Destinasi Ekowisata Kalibiru dapat ditempuh dari Kota Wates (Ibu kota Kulonprogo) dengan jarak 10 Km, sedangkan dari Kota Yogyakarta dapat ditempuh dengan jarak kurang lebih 40 Km.

        Destinasi Ekowisata Kalibiru, dahulu merupakan daerah yang rawan akan kekeringan air. Dimana pada saat musim kemarau dengan tidak berfungsinya hutan rakyat dengan baik yang diakibatkan perusakan hutan oleh masyarakat yang abai terhadap kelestarian lingkungan menjadi penyebabnya. Dampak dari aktivitas warga yang destruktif terhadap kelestarian hutan tersebut menimbulkan area sekitar Kalibiru menjadi rawan akan bencana alam longsor dan banjir saat musim penghujan tiba. Peristiwa kerusakan hutan yang parah di lokasi Kalibiru terjadi pada rentang tahun 1997-2000. Hingga setelah beberapa tahun berlalu, pada akhir tahun 1999 masuk salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yakni Yayasan Damar dengan melakukan pendekatan terhadap orang-orang yang dirasa peduli terhadap kelestarian hutan rakyat. Awal mula pelestarian lahan hutan rakyat yang diinisiasi oleh LSM Yayasan Damar dengan melakukan analisis terhadap penyebab permasalahan yang menimbulkan pembalakan hutan rakyat secara liar. Dengan usaha yang cukup baik, pada akhirnya sosialisasi dan penyadaran kepada masyarakat lokal sekitar berhasil dilakukan dengan mulai sadarnya masyarakat untuk menjaga dan mengelola hutan rakyat secara bersama-sama.

        Melihat eksistensinya sebagai destinasi wisata alam dan ekowisata, tak terlepas dari peran warga lokalnya yang turut andil dalam melakukan pengawasan, pengelolaan, dan pelestarian terhadap hutan rakyat. Selain diperluas dengan konsep wisata berbentuk ekowisata di kawasan wisata Kalibiru, awalnya konsep yang diterapkan agar jadi destinasi wisata hanya berdasarkan konsep wisata alam. Namun, seiring bertambahnya jumlah kunjungan wisatawan, upaya pengembangan dilakukan oleh pengelola destinasi wisata alam Kalibiru dengan melihat semakin banyaknya tuntutan dan permintaan dari berbagai pihak yang kemudian memunculkan konsep ekowisata yang dikemas dalam Desa Wisata Kalibiru. Mengingat wisata alam Kalibiru juga tidak dapat menyuguhkan kebutuhan wisatawan akan aktivitas yang bersinggungan dengan kebudayaan lokal masyarakat. Sehingga konsep ekowisata di Desa Wisata Kalibiru selalu berkaitan dan menjadi satu kesatuan dengan wisata alam Kalibiru. Sekaligus destinasi wisata ini menjadi icon bagi Dusun Kalibiru terhadap aktivitas wisatanya. Sedangkan, keberadaan wisata alam tak pernah lepas dari proses panjang pengelolaan kawasan hutan di wilayah Kulon Progo, yang pada akhirnya pengelolaan dilakukan oleh masyarakat lokalnya. (Dzulkifli, 2014).

        Lalu, bagaimana kaitannya antara konsep ekowisata yang diberlakukan di Desa Wisata Kalibiru?. Kaitannya dengan aktivitas wisata berjenis ekowisata di Destinasi Wisata Kalibiru harus sesuai pada aspek, prinsip, dan karakteristik ekowisata secara umum. Ekowisata sendiri dimaknai sebagai bentuk perjalanan wisata yang masih alami dan cenderung sifatnya lebih ke adventure. Namun dengan bentuknya yang condong ke sifat yang berpetualang, wisatawan banyak yang menikmatinya. Dan hukum patennya, konsep ekowisata selalu memperhatikan kualitas, kelestarian, dan keutuhan alam serta budaya dengan menjamin masyarakat lokalnya untuk terlibat. Keterlibatan masyarakat lokal menjadi kunci dimana mereka yang selalu menjaga keutuhan alam. Peranan ini dilaksanakan ketika perencanaan, pelaksanaan pengembangan, dan pengawasan dalam pemanfaatan pariwisata.

        Dalam konsep pengembangan destinasi ekowisata, perlu memperhatikan kendala dan keterbatasan sektor pariwisata Indonesia dalam menerapkan konsep ekowisata. Sebenarnya Indonesia memiliki beragam objek ekowisata yang tersebar tak terkecuali di Kabupaten Kulonprogo, Yogyakarta, namun kurang tergalinya dan terkelolanya objek ekowisata tersebut kemudian memunculkan kendala dan keterbatasan dalam mengelola objek ekowisata. Keterbatasan dan kendala tersebut yakni: kurangnya suplai, kurangnya pemahaman terhadap pasar, kendala kelembagaan, dan kurangnya dukungan dari pemerintah.

  1. Kurangnya Suplai

        Dijelaskan bahwa Indonesia memiliki objek dan daya tarik wisata yang begitu beragam seperti jenis flora dan fauna yang jenisnya bermacam-macam (biodiversitas) yang dapat dijumpai di cagar alam, suaka margasatwa, kawasan lindung, dan taman nasional. Selain itu, kekayaan warisan budaya dan keragaman pola kehidupan sosial pedesaan menjadi salah satu faktor utama sebagai pembelajaran dan dapat meningkatkan pengalaman wisatawan di berbagai aspek. Namun terkadang semua itu tidak dapat diakses sejalan dengan kurangnya infrastruktur yang memadai sehingga menjadi hambatan. Pendapat tersebut dibenarkan dengan tanggapan Ditjen PDP (2012:53) yang mengaku bahwa rendahnya daya saing kepariwisataan Indonesia karena penilaian WEF terhadap aspek kesehatan dan kebersihan serta infrastruktur yang buruk.

  1. Kurangnya Pemahaman Terhadap Pasar

        Stakeholder yang bekerja di sektor pariwisata kurang mengerti mengenai target pasar ekowisata. Melihat hasil dari banyaknya wisatawan yang merasa kurang puas setelah berkunjung ke destinasi yang mengusung konsep ekowisata dengan mengeluhkan infrastruktur pendukung yang kurang memuaskan dan pilihan paket wisata yang monoton. Ryel dan Grasse (1991:171-172) mengemukakan pendapat bahwa segmen pasar ekowisata adalah wisatawan yang rata-rata berumur 45-65 tahun, sedangkan Whelan (1991: 5) menyebutkan rata-rata umur ecotourists antara 31-50 tahun dan pada umumnya berasal dari Eropa, Amerika Utara, dan Jepang. Kisaran segmentasi pasar yang beragam mengakibatkan pengusaha wisata harus mengetahui target wisatawan dengan baik.

  1. Kendala Kelembagaan

        Rendahnya kapasitas dari kelembagaannya tersendiri membuat rata-rata objek wisata yang mengusung konsep ekowisata di Indonesia menjadi hambatan. Menurut Machnik (2013:93), kekurangan staf yang berkualitas pada kelembagaan lokal menjadi faktor penghambat pada pengembangan ekowisata yang bertujuan untuk pelestarian sumber daya alam.

  1. HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
    Lihat Sosbud Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun