Mohon tunggu...
Tarsih Ekaputra
Tarsih Ekaputra Mohon Tunggu... Editor - Pembelajar Kehumasan // Komporis Bela Negara

Pembelajar Kehumasan // Komporis Bela Negara // founder cangkrukan bela negara //

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bela Negara dengan Menguatkan Narasi Baik tentang Indonesia

19 September 2021   13:28 Diperbarui: 19 September 2021   13:30 1263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Lebih-labih di tengah disrupsi dan pandemi saat ini, membumikan nilai-nilai bela negara diperlukan narasi yang tak hanya kuat, melainkan tepat dan dapat diterima oleh seluruh rakyat Indonesia. Berbeda dengan cerita yang pada umumnya telah memiliki awal, tengah dan akhir, lalu selesai.

Tentu, narasi bela negara tidak harus sepenuhnya seperti itu, melainkan menjadi sebuah keharusan narasi yang dibangun untuk bela negara harus bersifat terbuka. Jika penulis kaitkan dengan tulisan seorang ahli bernama John Hagel III di Havard Review Business, walau ini terkait dengan bagaimana membangun narasi perusahaan. Namun, menurut opini saya ini relevan juga jika dikaitkan dengan kampanye Bela Negara sebagai hak dan kewajiban setiap warga negara Republik Indonesia.

Merujuk dan memaknakan dari persepsi dan opini saya, narasi harus tentang audience jika dikaitkan dengan sosialisasi bela negara adalah tentang target yang disasar, bukan tentang bentuk program yang dijalankannya. Membangun narasi yang sukses membutuhkan pemahaman mendalam tentang khalayak sasarannya. Apa yang khalayak butuhkan dan bagaimana dari narasi yang dibangun tersebut membuka seluas-luasannya keterlibatan khalayak?

Keterlibatan menjadi sangat penting di era disrupsi saat ini. Tanpa adanya keterlibatan, narasi atau program yang ada hanyalah bicara tentang program itu sendiri dan secara tidak langsung mengabaikan khalayak atau publiknya. Kenapa? Karena khalayak atau publik tidak lebih dari sekedar obyek untuk menyukseskan program yang ada. Sehingga narasinya selesai di penyelenggara progam.

Pertanyaan tambahan yang juga penting untuk diperhatikan, peluang atau keuntungan apa yang didapatkan dan mampu menginspirasi khalayak? Sejauhmana keterlibatan khalayak dalam narasi yang dibangun?

Memetik sebuah selogan bela negara yang sejak 2017 hingga saat ini ada, bela negara untuk semua, bela negara itu kita, bela negara itu gampang dan banyak slogan lainnya. Kadang khalayak terjebak pada slogan dan mengira slogan adalah segalanya. Padahal slogan hadir ada latar belakangnya, juga tak kan tertanam dalam benak khlayak slogan-slogan yanga da tanpa adanya keterlibatan khalayak secara terbuka.


Sebuah catatan penting untuk narasi yang selama ini digaungkan terkait program bela negara. Menurut opini penulis, perlu adanya penajaman narasi dengan menguatkan kekhasan dan keterlibatan khalayak. Terkait dengan bela negara, narasi yang dibangun hendaknya mampu melibatkan dan menyatukan kekuatan internal dan eksternal.

Bela negara hendaknya melalui ragam programnya mampu tak hanya sebatas orang mengikuti dan mendengarkan saja, melainkan juga mampu melibatkan khalayak dalam bentuk aksi nyata. Misal, bersama menggaungkan narasi baik tentang Indonesia disetiap waktu dalam aktivitas personal maupun sosialnya. Karena kekinian tak lepas dari gadget dan sosial media, narasi bela negara yang dibangun seyogyanya mampu menggerakkan khalayak untuk membanjiri kanal-kanal sosial medianya dengan hal-hal baik tentang Indonesia.

#salambelanegara

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun