Oleh: Maryam Ummu Dzakiyyah
Setelah memastikan semua piring yang baru saja digunakan untuk makan malam tercuci bersih aku beralih memasak air untuk menyeduh 3 cangkir kopi panas, aku membawanya kedepan teras rumah dan menyajikannya diatas meja keramik bulat. Di tengah-tengah dua pria yang entah sejak tadi membicarakan hal apa, aku menarik kursi dan ikut duduk sambil menikmati suasana malam itu.
"Bapak sudah tidur, Thal?"
Aku sambil mengeratkan jaketku mengangguk kecil, "Sudah, Bang. Baru saja."
Dua pria ini adalah kakakku. Yang pertama namanya Rama yang biasanya aku panggil dengan sebutan 'Abang'. Abangku ini berusia 24 tahun, dia orang yang dewasa dan terkesan acuh. Satunya lagi namanya Rizky yang biasa aku panggil dengan sebutan 'Mas Rizky'.Â
Entah kenapa dari kecil aku memang diajarkan memanggil mereka dengan sebutan yang berbeda. Mas Rizky berusia 22 tahun. Berbeda dengan Abang, dia orang yang sangat perhatian dan berhati hangat. Dan namaku Thalia, adik terkecil mereka.
"Gimana Mas rasanya tinggal berdua dengan ibuk?" tanyaku membuka obrolan baru.
"Ya seneng banget, apalagi aku nggak perlu repot-repot mikir mau makan apa hari ini." Cibir Mas Rizky lengkap dengan tawa renyah khasnya yang langsung mendapat tatapan tajam dariku dan Abang. Sambil mengambil sebungkus rokok di sakunya dia kembali bicara,
"Ya seneng lah, Namanya aja tinggal dengan ibu sendiri. Meskipun kita sering sekali bertengkar karena hal kecil yang kalau dilihat lagi nggak masuk akal buat diributin." Aku tersenyum lembut dan beralih menatap Abang.
"Kalau Abang, gimana rasanya sudah setahun bekerja dan hidup sendirian?"
Abang terlihat langsung melipat tangan di dadanya sambil menghembuskan nafas berat, "Cukup melelahkan sih, setiap hari harus muter otak buat cari cara biar target kerjaan bulan itu bisa tercapai."