Mohon tunggu...
Tarmidinsyah Abubakar
Tarmidinsyah Abubakar Mohon Tunggu... Politisi - Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis adalah Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Hidup Liar Jadi Budaya, akibat Kepemimpinan Negara

30 November 2020   14:35 Diperbarui: 3 Desember 2020   17:51 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh : Tarmidinsyah Abubakar

Kehidupan sosial suatu bangsa dipengaruhi oleh pola pikirnya secara rata-rata masyarakat itu sendiri. Kewajiban negara melalui pemerintahnya adalah memberi arah dan memberi pelayanan yang normal berkeadilan kepada warga negaranya.

Kalau ada yang mengatakan, tidak mungkin menjangkau semua warga negara dengan pemerintahan. Maka sama dengan menyatakan bahwa kami sebagai pemerintah negara ini tidak sanggup memimpin rakyat Indonesia secara keseluruhan. Lalu kenapa di negara-negara lain hal ini bisa dilakukan secara baik?

Hal ini perlulah kita belajar pada kepemimpinan bangsa lain yang sanggup melindungi rakyatnya dari berbagai ancaman hidup yang keras. Bukan soal kaya atau makmur minimal masyarakat mampu memenuhi tuntutan kebutuhan primernya sehari-hari dengan baik. Negara menjamin biaya pendidikan sekolah anak rakyat dalam standar tertentu, misalnya setingkat SLTA. 

Ketika peluang ini terbuka maka anak-anak dari keluarga miskin akan terbuka kesempatan untuk sekolah. Kita tidak tahu bahwa anak-anak tersebut dapat menjadi andalan untuk meningkatkan tahapan kehidupan sosial yang lebih baik.

Kebijakan semacam inilah yang dapat disebut sebagai perjuangan bangsa, bila pemimpin negara punya konsep untuk pemberdayaan rakyatnya sesungguhnya mereka barulah dapat disebut bekerja dalam standar fungsi dan tugas negara untuk melayani rakyat, membangun bangsa dan negaranya. Tapi jika program sebatas pembagian hadiah kepada rakyat maka pemimpin negara boleh dikatagorikan tidak memahami fungsi dan tugasnya dalam memimpin.

Tulisan ini hanya sebagai perbandingan standar berpikir bagaimana idealnya memimpin rakyat sebagaimana kita mempelajari dan pengalaman melihat dinamika sistem kehidupan sosial dan kebijakan pemerintahnya pada bangsa dan negara lain. Sesungguhnya kita perlu menjauhkan segala ego terhadap pembangunan rakyat karena hal ini begitu vital. 

Jika kita salah membangun sistem kepemimpinan maka kerugian sosial perlu ditebus sangat mahal dimasa depan ketika masyarakat Indonesia tertinggal dari cara hidup dalam standar masyarakat global.

Umpamanya begini, sebagai ilustrasi sederhananya, dimana masyarakat buta huruf dalam standar global itu di jaman ini adalah masyarakat buta teknology, sementara yang buta huruf di negara kita memang masih belum bisa membaca. Kalau standarnya sudah begitu jauhnya maka bayangkanlah bagaimana tertinggalnya masyarakat Indonesia.

Dalam kacamata masyarakat daerah melihat pembangunan rakyat Indonesia terkini hanya bisa menyentuh lapisan pegawai negari sipil, ekstra orang miskin penerima bantuan langsung pemerintah yang kualitas pemberdayaan masyarakat ini masih dalam debatable sebagai metode negara dalam membangun  kekuatan sosial. 

Karena kelompok ini dapat bergeser dalam sikapnya antara tatanan hidup bernegara dengan politik. Mereka rawan dalam sikapnya antara negara dan pelaku pemerintahan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun