Setelah menyalahkan pengusaha atas kelangkaan dan mahalnya jagung, kini giliran Badan Urusan Logistik yang jadi sasaran Kementerian Pertanian (Kementan).Â
Kali ini, Kementan menuding harga jagung yang melonjak tinggi disebabkan oleh sebaran sentra produksi jagung dan pabrik pakan ternak yang tidak merata. Sekadar info, saat ini harga jagung di pasaran mencapai lebih dari Rp 5800 per kg, jauh di atas harga patokan Kementan yang ada di kisaran Rp 4000 per kg.Â
Melejitnya harga ini membuat para peternak berteriak. Karena 50 persen biaya operasional mereka berasal dari jagung. Sedangkan harga jual telur atau daging tidak bisa dinaikkan seenaknya.Â
Akibat desakan peternak ini, Kementan mengajukan impor jagung sebanyak 100 ribu ton pada akhir Oktober kemarin.Â
Pihak Kementan berdalih bahwa mereka sudah berusaha mengembangkan industri pakan ternak lebih dekat dengan sentra produksi jagung guna menyiasati tingginya harga jagung. (Cnbcindonesia.com)Â
Akan tetapi upaya mengembangkan kawasan industri pakan itu belum berhasil karena belum ada peternak yang akan membeli pakan di daerah baru tersebut.
Mungkin karena merasa sudah mentok, Kementan beralih menyalahkan urusan distribusi. Tanpa menyadari posisi mereka sebagai bagian dari Pemerintah, Kementan meminta agar Presiden sendiri yang turun tangan mengatasi kendala distribusi logistik jagung ini supaya masalah ini tidak terulang kembali di masa depan.
Pihak Kementan bahkan mengambil contoh keberhasilan Pertamina menjalankan kebijakan BBM Satu Harga dengan adanya subsidi silang dari pemerintah. Dalam konteks itu pula mereka menyarankan agar Bulog yang diberi subsidi. Jadi pemerintah harus keluarkan uang lebih, agar Bulog mau menjalankan distribusi jagung.
Tapi kan sebenarnya yang jadi masalah adalah, tidak ada stoknya. Seperti halnya klaim surplus produksi jagung hingga 13 juta ton, tapi barangnya tidak kelihatan. Baik peternak, maupun pengusaha pakan tidak melihat keberadaan dari jagung sebanyak belasan juta ton itu.Â
Jadi, siapa lagi yang mau dipersalahkan?