Mohon tunggu...
Tantrini Andang
Tantrini Andang Mohon Tunggu... Penulis - penulis cerpen dan buku fiksi

menulis itu melepaskan hal-hal yang biasa menjadi luar biasa.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Aroma Cendana dan Sepotong Kecemasan

12 Maret 2021   18:38 Diperbarui: 12 Maret 2021   18:42 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Ibu sudah bangun?" Aku  melangkah mendekati  ibu lalu duduk di kursi di sebelah ranjang. Kugenggam tangan ibu erat. Ibu mengangkat kepalanya  berusaha untuk bangun. Aku membantunya dengan menata beberapa bantal di punggungnya. Dengan posisi setengah duduk, ibu tersenyum memandangku.

"Ibu tadi mimpi ketemu ayahmu, Tok," katanya. Aku tercenung. Mendengar dirimu disebut, mendadak kecemasan itu menggunung lagi. Kupandangi sekeliling kamar. Semua masih sama, kecuali mata ibu yang berbinar saat menceritakan segala hal tentang dirimu. Aku merasa engkau begitu dekat. Sedekat aroma cendana yang semakin menguat.

"Oh iya? Bagaimana ceritanya Bu?" Aku berusaha memasang wajah sumringah. Kusembunyikan semua kecemasanku serta gema detak jantungku yang kencang saat kurasakan udara kamar yang makin mendingin.

"Ayahmu tampak gagah dan ganteng sekali. Ia menggandeng tangan ibu. Kami berdua berjalan-jalan di tepi pantai seperti saat kami masih pacaran dulu. Kamu tahu kan Tok, ayahmu dulu menyatakan cintanya pada ibu di tepi pantai?" tanya ibu sambil mengulas senyum lagi. Aku mengangguk. 

Cerita tentang keromantisanmu sering kudengar sejak kecil. Bahkan setelah kau pergi pun, cerita itu masih mengalir dari mulut ibu.  Dari cerita ibu itu aku belajar bagaimana seharusnya seorang lelaki memperlakukan perempuan yang dicintainya. Kau punya seribu cara untuk membahagiakan ibu. Tak heran ibu tampak sangat  kehilangan sejak  kepergianmu.

"Hukk...hukkk..." Ibu terbatuk-batuk karena terlalu bersemangat bercerita. Napas ibu terengah-engah.  Aku mengelus punggung ibu untuk menenangkannya. Lalu kuambil segelas air putih di meja. Ibu meminumnya beberapa teguk sebelum akhirnya kembali bernapas lega.

"Apa yang dikatakan Ayah, Bu?" tanyaku kemudian.

"Ayahmu tidak mengatakan apa-apa. Ayahmu memeluk ibu lama sekali. Lalu ibu berjanji untuk mengikuti apa pun yang ayahmu inginkan. Kamu tahu kan Tok, selama hidup, ayahmu tak pernah meminta apa pun pada ibumu ini?" Ibu berhenti  untuk mengatur napasnya lagi. Aku berusaha untuk tersenyum. Namun dadaku terasa sesak. Kecemasanku kembali merebak. Engkau memang tidak menjanjikan apa pun. Namun ternyata ibu yang berjanji untuk  menuruti apa pun keinginanmu. Bagaimana kalau ibu menuruti keinginanmu saat ini? Keinginan yang ditandai dari kehadiranmu beberapa hari terakhir  ini lewat aroma cendana di kamar ibu?

"Ibu membutuhkan sesuatu?" tanyaku. Ibu menggelengkan kepalanya. Pandangannya masih menerawang jauh. Seperti sedang memikirkan sesuatu. Aku yakin engkaulah yang ada dalam pikiran ibu.

"Ibu kangen sekali pada ayahmu  Tok," lanjut  ibu lagi. Kuhela napas panjang. Ada genangan di mata ibu, pertanda bahwa perempuan itu sangat merindukanmu. Seketika rasa haru menyeruak di dadaku. Perlahan kurebahkan kepalaku di dada ibu. Tangan ibu mengelus kepalaku dengan lembut. Kupejamkan mataku. Rasanya nyaman sekali tidur di dada ibu seperti ini. Seperti mengulang masa kecilku yang selalu terlindungi. Bagaimana aku sanggup kehilangan elusan lembut perempuan ini?

"Antok juga kangen pada Ayah, Bu," ucapku tulus. Kuakui aku tak pernah berhenti merindukanmu. Engkau lelaki pertama yang mengajariku tentang banyak hal. Darimu aku belajar bahwa menjadi lelaki tidak cukup sekedar kuat dan cerdas, namun juga harus lembut dan tabah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun