Mohon tunggu...
tantan hadian
tantan hadian Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

menulis, gowes

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kita Harus Paham Mitigasi

27 November 2022   14:17 Diperbarui: 27 November 2022   15:01 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gempa Cianjur(Kompas.com)

Mitigasi, sebuah kata yang sering saya dengar dari kawan saya, Ia seorang penulis dan juga ketua pembina yayasan ternama di Kabupaten Sukabumi. Ia sering memberikan nasehat pada saya bahwa menghadapi segala sesuatu harus ada mitigasinya. 

Dengan mitigasi menurutnya kita lebih mengenali segala resiko yang mungkin terjadi dan yang paling penting adalah bagaimana  upaya penyelamatan dari resiko yang mungkin akan menimpa kita.

Belum lama tragedi gempa Cianjur yang menelan korban lebih dari 300 orang, ribuan orang luka-luka dan puluhan orang lagi masih belum diketahui keberadaannya. 

Tak seorangpun menyangka atas kejadian ini, semoga yang meninggal dalam keadaan husnul khotimah, yang terluka segera disembuhkan, keluarga yang ditinggalkannya diberikan kesabaran dan harta benda yang hilang bisa tergantikan dengan yang lebih baik lagi, aamiin.

Hari Jum’at tiga hari sebelum kejadian gempa Cianjur, siswa di sekolah saya telah diberikan penyuluhan mitigasi gempa oleh tim BNPB, upaya itu diberikan pada siswa dalam penyelamatan kalau terjadi gempa bumi,  siswa diberikan arahan yang paling utama adalah jangan panik, keluar dari dalam gedung menuju tempat yang aman, dan kalau kondisi tidak memungkinkan sebaiknya berlindung di tempat-tempat yang kira-kira aman seperti di bawah meja.

Pada hari senin tanggal 21 November 2022 saya sedang mengajar parktikum kimia di labolatorium, sekitar pukul 13.21 WIB terjadi guncanga gempa yang cukup besar, sebagai upaya mitigasi spontan saya minta siswa untuk keluar ruangan dengan tenang. 

Namun dengan terasa besarnya gempa tersebut siswa panik dan berusaha keluar ruangan secepat mungkin, dan yang terjadi adalah beberapa orang terjatuh karena kakinya tersangkut kursi dan terdorong oleh temannya.

Upaya mitigasi tidak cukup dengan memberikan pengetahuan pada siswa di sekolah saja, upaya lainnya pun harus diperhatikan, sebagai contoh bagaimana pemerintah memberikan standar ruang kelas pada sekolah di daerah yang rawan gempa. 

Daerah Sukabumi dan Cianjur adalah daerah yang sangat rentan terhadap gempa, namun untuk standar ruangan anti gempa, belum tersentuh oleh dinas terkait. 

Begitupun dengan bangunan-bangunan rumah masyarakat tidak didisain untuk anti gempa, sehingga wajar ketika gempa dangkal dengan kekuatan 5,6 itu terjadi banyak menelan korban yang banyak dikalangan masyarakat.

Hal kecil lainnya misalkan upaya mitigasi dengan mengharuskan setiap ruang kelas memiliki 2 pintu depan dan belakang, karena dengan satu pintu, ketika siswa cepat-cepat keluar akan betumpuk pada satu pintu dan memungkinkan terjadi terjatuh dan terinjak oleh temannya.

Kembali pada mitigasi yang sering sahabat saya katakan, mitigasi yang dilakukan atas kejadian di dunia ini adalah sebagai upaya ikhtiar, sebagaimana manusia yang beriman, manusia yang berakal dan manusia yang memiliki cita-cita hidup kedepan untuk lebih baik lagi.

Sudah jelas Tuhan mengatakan bahwa “Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu mau mengubah dirinya sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya dan tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia”.

Firman Allah ini berlaku bukan untuk kaum Muslimin saja, ini berlaku untuk semua manusia. Upaya sebisa mungkin meraih sesuatu kebaikan serta upaya sebisa mungkin menghindar dari sebuah musibah itu adalah sebuah kewajiban kita. Namun, kalau Allah menetapkan taqdirnya, siapapun  kita tidak  akan ada yang bisa terhindar dari taqdir Allah. Ini adalah sebuah keimanan yang tidak bisa semua orang mendapatkannya bahkan yang mengaku muslim sekalipun.

Mitigasi bencana kematian 

Bagi manusia beriman, mitigasi adalah sebuah keniscayaan. Sebagaimana dalam ibadah keseharian kita, orang muslim diwajibkan untuk shalat lima waktu. Itu adalah sebuah mitigasi hidup kita, siapa tahu dalam hitungan menit kedepan nyawa kita diambil oleh Allah SWT.

Dalam shalat sejenak kita kembali menghadap sang kholik, lapor diri terhadap apa yang dilakukan oleh kita dari subuh ke dzuhur, dari dzuhur ke ashar, dari ashar ke maghrib, dari magjrib ke isya dan dari isya ke subuh lagi, sebelum kita kembali selamanya untuk melaporkan semua aktivitas kita   selama berada di dunia.

Akhir hidup manusia di dunia adalah kematian, semua orang pasti akan mati, tidak ada seorang pun yang mampu untuk menghindari kematian ini. Bencana gempa besar seperti yang ditakutkan oleh semua orang di Pulau Jawa tentang megatrust sampai sekarang masih misterius. Mungkin itu terjadi pada masa kita, atau masa anak-anak kita atau masa cucu kita, yang jelas misteri itu akan terjadi hanya pada kehidupan pada masa itu saja.

Berbeda dengan kematian, semua orang pasti akan mengalaminya, apakah ia terkena musibah gempa, sakit, meninggal mendadak, atau keadaan apapun yang sudah menjadi takdir Allah SWT.

Gempa saja ada mitigasinya, mengapa kematian kita tidak memiliki mitigasi? Tentunya mitigasi yang tepat adalah mempersiapkan bekal untuk akhirat kelak. Tidak menunda-nunda berbuat kebaikan, karena kematian sangat misterius, kita tidak tahu kapan kematian itu akan datang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun