Mohon tunggu...
tanralam
tanralam Mohon Tunggu... -

bukan sesiapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Muhammad Berabad Lampau

3 Januari 2015   22:24 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:53 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sekali lagi Muhammad melalui satu tahap hidup yang penting. Perjalanan bisnis itu mengajarkannya berbagai hal, mulai dari tradisi keramah-tamahan, cara menyantap makanan dan meminum susu yang dicampur madu hingga tradisi agama-agama leluhur yang dituturkan oleh pedagang-pedagang yang ditemuinya. Di penginapan, di halaman-halaman gereja hingga di pasar-pasar di mana mereka menggelar dagangan.

Ia menyaksikan bagaimana pamannya selalu menjadi orang pertama yang mengulurkan tangan berjabat tangan dengan orang lain, jabat tangan politisi, membuat orang lain merasa dihormati, dekat dan istimewa. Ia belajar bagaimana keakraban bisa dijalin lewat keramahan yang diberikan dengan murah hati dan diterima dengan rasa syukur. Pengalaman yang kelak di masa kerasulan ia jalankan hingga membuat siapapun yang berada bersamanya merasa istimewa.

Kekayaan pengalaman berpadu dengan keistimewaan pribadinya kelak diceritakan orang-orang: "Muhammad jika berada di tengah kaum yang sederhana sama sederhananya, dan jika berada di kalangan ningrat akan terlihat lebih ningrat". Keistimewaan yang membuat Khadijah, seorang perempuan saudagar kaya jatuh hati kepadanya.

Kehidupan Muhammad berubah. Dalam masyrakat Mekkah di tidak lagi "bukan siapa-siapa". Ia seorang duta niaga yang menikah dan berbahagia serta dihormati rekan-rekannya. Mungkin hanya Khadijah, istrinya yang sangat faham, mengapa dalam hidup nyaman itu Muhammad masih mengenakan pakaian sederhana jubah bertambal, sendal jepit yang telah luntur warnanya dan memilih menghabiskan malam-malamnya di ceruk salah satu gunung di sana. Merenung dan berdiri di atas batu menatap kota yang tidur di bawahnya. Isolasi diri yang berujung pada perjumpaan dengan malaikat utusan Tuhan.

Seharusnya Muhammad mengabarkan kepada setiap orang Mekkah perjumpaan itu dengan perasaan megah dan terpilih. Tetapi tidak. Ia ketakutan, badannya gemetar dan berlari pulang masuk ke dalam pelukan Khadijah. Itu bukan pengalaman biasa. Pengalaman bertemu Jibril yang kelak digambarkan sangat besar dengan sayap yang bisa memeluk gunung sungguh sesuatu yang menakutkan. Mungkin setelah bermalam-malam menyepi ia sudah berhalusinasi begitu jauh dan kehilangan kewarasan.

Lesley Hazleton, penulis buku Muslim Pertama: Melihat Muhammad Lebih Dekat, seorang Sarjana Psikologi dari Manchester University dan Master Psikologi dari Hebrew University of Jerussalem, menggambarkan peristiwa di Gua Hira seperti ini:

"...lelaki yang melarikan diriknya dari Gua Hira itu gemetar bukan dengan sukacita melainkan dengan ketakutan yang purba dan amat sangat. Dia dikuasai bukan oleh keyakinan melainkan oleh kebimbangan. Dia hanya yakin akan satu hal: apapun yang terjadi, hal itu bukan ditakdirkan untuknya. Bukan kepada lelaki paruh baya yang hanya mengharapkan anugerah yang sederhana. Bukan wahyu yang luar biasa menyilaukan. Kalau dia tidak mengkhawatirkan jiwanya, dia pastinya mengkhawatirkan kewarasannya. Ia mungkin telah melewati ambang batas kewarasannya.

Apapun yang terjadi di Gua Hira di atas sana, kengerian Muhammad adalah reaksi yang benar-benar manusiawi --terlalu manusiawi bagi sebagian orang. Kengerian itu mengungkapkan pengalaman yang nyata. Argumen paling kuat atas kebenaran historis peristiwa tersebut. "

Hari ini hari kelahiranmu Ya Habiballah. Kami hanya bisa merindukanmu, mengagumi ketabahanmu. Karena seperti apapun mencoba, tak akan sampai kami untuk tahu seberapa besar kengerian itu. Kengerian yang oleh karya awal Biografi Islam disebut berujung pada adanya percobaan bunuh diri. Sesuatu yang oleh para teolog muslim konservatif awal dilarang untuk diriwayatkan.

Tetapi bahkan oleh Allah engkau Ya Rasul diabadikan dalam Al Quran sebagai manusia biasa. Manusia mana yang tak akan ngeri menghadapi pengalaman luar biasa seperti itu? Tetapi tidakkah dengan kesanggupanmu Ya Rasulullah menjalani semua rintangan itu telah menjadikanmu manusia biasa yang sangat istimewa?

Berkah atas manusia atas hari kelahiranmu yang Ya Habiballah, pada hari kematianmu dan pada hari engkau kelak dibangkitkan kembali. Sertakan kami di sisimu kelak untuk bersimpuh di keteduhan senyum Tuhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun