Mohon tunggu...
Egi  Adrian
Egi Adrian Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Indahnya Buaian Kebahagiaan

5 Maret 2017   06:13 Diperbarui: 12 Maret 2017   14:00 599
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dunia beserta sistemnya telah diciptakan dengan caranya sendiri dan dibuat indah bagi setiap manusia yang menyaksikannya. Keindahan merupakan salah satu parameter hadirnya  kebahagiaan yang begitu diidamkan oleh setiap manusia dalam hidupnya. Bukan hanya indah secara fisik, namun juga momen yang indah, keputusan, hasil dan berbagai yang indah lainnya. Pastinya tidak ada satu insan pun yang menginginkan kesengsaraan. Namun tidak semua manusia mampu berbahagia di dunia ini, bahkan tidak mampu menemukan cara bagaimana untuk membahagiakan dirinya sendiri. Pelik memang, namun begitu pahit, saat kematian menjadi sebuah pilihan, saat bahagia tak kunjung datang.

Terdapat tiga tingkatan dalam kebahagian itu sendiri menurut C Sabilal Pussung, seorang pengusaha dan motivator muda, :

Ini adalah kebahagian paling dasar dan dimiliki oleh setiap manusia. Pemenuhan keinginan-dalam hal ini saya tidak gunakan diksi ‘pemenuhan kebutuhan’ karena manusia belum paham seutuhnya apa yang mereka butuhkan namun hanya paham apa yang mereka inginkan- menjadi hal dasar selayaknya Hak Asasi Manusia yang biasa kita dengar-. Jikalau memang hal yang kita inginkan memang suatu hal yang kita butuhkan saat itu, maka Allah swt tidak segan-segan langsung memberinya. Tuhan paham betul apa yang terbaik untuk hambanya.

  • Bahagia saat memberi

Satu tingkatan lebih tinggi dan tidak semua orang sanggup berada di level ini. Saat kita masih mempermasalahkan nominal yang kita berikan pada seorang pengemis, saat kita masih berorientasi transaksional (baca:melakukan atau memberi sesuatu dengan mengharap umpan balik/balasan dari objek yang kita berikan) dalam segala hal, berarti level ini belum mampu kita capai. Sederhananya orang yang bahagia dengan memberi akan merasa gelisah saat kehadirannya belum bermanfaat bagi orang sekitarnya. Dia akan gelisah jika dalam sehari belum bersedekah atau memberi hal lainnya.

  • Bahagia saat mampu mengikhlaskan

Tanyakan pada orang yang melihat sosok yang dicintainya dinikahi oleh orang lain. Dalam sejarah islam, ini hal yang hampir dialami oleh khalifah Ali ra saat Aisyah ra dipinang oleh Abu Bakar Shiddiq ra dan setelah itu Umar ibn Khattab ra. Khalifah Ali ra mampu mengikhlaskan keinginannya untuk meminang Aisyah ra walau berat meski dia paham kapasitasnya tidak setinggi pendahulunya tersebut. Namun Allah swt menjawab kemurnian cintanya melalui Rasulullah saw dengan penolakan kedua pinangan tersebut, dan saat Ali ra memberanikan diri untuk meminang Aisyah ra, Rasulullah menerima melalui jawaban tersirat “Ahlan wa sahlan”  (baca: selamat datang).

Bahagia menurut KBBI adalah keadaan atau perasaan senang dan tenteram. Sehingga bisa dikatakan kebahagiaan merupakan sebuah perasaan tenteram, senang, ataupun nyaman akibat menemukan solusi sementara ataupun solusi sebenarnya bagi setiap problema yang tengah dihadapi. Problema atau masalah itu sendiri adalah kebalikan dari kebahagiaan itu sendiri. Menurut Iqbal Dwi, General Manager YBM-BRI , masalah merupakan beberapa hal yang tidak kita inginkan namun terjadi di waktu yang bersamaan. Contoh, jikalau besok sesaat setibanya dosen di kelas tiba-tiba diumumkan kuis di sebuah mata kuliah, itu bukan menjadi sebuah masalah, namun jika kita sejauh ini tidak pernah mengulang bahan pelajaran, maka kuis besok menjadi masalah karena kita belum punya persiapan. Itu baru dua hal yang tidak diinginkan, jikalau ditambah dengan kondisi bahwa besok adalah hari-H acara akbar yang kita ketuai sehingga sedari awal kita sudah mempersiapkan untuk bolos kelas ini. Lengkap sudah penderitaan jikalau kuis tersebut mengambil besar persenan untuk nilai akhir kita nantinya. Saya rasa mahasiswa cukup paham akan hal ini. Sehingga andaikan dipisah, besok kuis tiba-tiba bukanlah sebuah masalah, asalkan selama ini selalu belajar tiap malamnya. Jikalau tidak pernah belajar sedikitpun selama ini pada malam harinya, bukan menjadi masalah jikalau tidak ada kuis dadakan. Namun jikalau keduanya terjadi di waktu yang bersamaan, saat itulah masalah muncul.

Setiap orang memiliki sumber kebahagiannya masing-masing. Hanya individu masing-masing yang mampu mendefinisikan apa, dimana ataupun siapa sumber kebahagiannya. Ada yang bahagia dengan memberi, bahagia dengan mebahagiakan orang terdekatnya, bahagia dengan uang yang dimiliknya, atau bahkan bahagia dengan kelebihan yang dimilikinya, begitu banyak jenis kebahagiaan lainnya.

Uangkah kebahagiaan kita? Berdasarkan studi dari Daniel Kahneman (dalam Yodhia A, 2014), seorang pakar ilmu financial psychology,terdapat istilah yang mengejutkan bagi sosok yang selama ini terkesan workaholic.Istilah tersebut adalah income threshold yang menyatakan batas apakah pendapatan seseorang masih berdampak pada kebahagiaannya atau tidak. Sebelum pendapatan menembus batas tersebut, maka pendapatan (uang) mampu memberi dampak signifikan pada kebahagiaan seseorang. Namun jikalau telah menembus batas, kenaikan pendapatan tidak berarti apa-apa pada kehidupan seseorang. Dalam studinya batas tersebut berada di angka penghasilan sekitar 15-20 juta rupiah per bulan (redaksi asli USD 6000). Disini terlihat bahwa makin tinggi pendapatan kita, ternyata kita secara tidak langsung menurunkan variabel uang dalam menentukan kebahagiaan kita. Akan ada di suatu titik, threshold tadi, dimana kebahagiaan manusia tidak berubah, akan tetap sama, saat pendapatannya tetap naik. Maksudnya kebahagian seseorang akan tetap sama disaat gajinya 18 juta per bulan dan disaat gajinya naik jadi 30 juta per bulan.Ini akibat efek dari hedonic treadmill, maksudnya adalah ekspektasi dan gaya hidup kita ikut naik akibat kenaikan pendapatan kita. Sehingga wajar saja saat penghasilan di angka 5 juta per bulan, kita mampu menghabiskannya. Saat penghasilan naik jadi 15 juta rupiah, uang tersebut tetap habis di akhir bulan. Mari kembali berpikir dan memutar otak saat orientasi pekerjaan hanya untuk mengejar ambisi dan pendapatan yang tinggi.

Ada seseorang yang sangat bangga dan bahagia atas kelebihan yang dikaruniai oleh Penciptanya. Namun perlu hati-hati, bahwa pada dasarnya kelebihan tidak semerta-merta diciptakan untuk membuat kita bahagia seutuhnya. Pada suatu artikel oleh Ibnu Baginda menyatakan bahwa kekurangan merupakan cara menjaga paling dasar. Jika kekayaan dianggap suatu kelebihan, terdapat kegelisahan baru muncul yang tidak akan dimiliki oleh seseorang yang miskin sekalipun. Contohnya, orang kaya akan selalu waspada terhadap mobil mewahnya dicuri ataupun rumahnya dirampok, sehingga membutuhkan high security systemuntuk rumahnya. Sedangkan orang miskin tidak peduli jika membiarkan rumahnya tidak terkunci seharian karena merasa tidak ada barang yang akan dirampok. Si tampan akan repot sendiri mengatur dirinya agar terlihat good looking, berbeda dengan si biasa saja yang tidak butuh waktu lama untuk berdandan. Atau dalam sudut pandang lain, si tampan akan merasa gelisah saat ketampanannya menimbulkan fitnah-fitnah baru akibat pandangan ataupun gunjingan dari lawan jenisnya yang akan membuatnnya berdosa, berbeda dengan si (tampang) biasa saja yang merasa tidak peduli dengan hal itu. Kita cukup simak bagaimana kisah Nabi Yusuf as. yang merasakan cukup pedihnya menjadi tampan. Beliau diasingkan saudaranya, dibuang kedalam sumur sampai dipenjarakan tanpa sebab yang jelas, difitnah, dan berbagai penderitaan lainnya. Bukan berarti kaya dan tampan adalah hal yang tidak baik, bahkan harus. Namun keduanya sudah dipaketkan dengan kegelisahannya masing-masing sebagai konsekuensi atau nilai tambah.

                 Mari simak cerita berikut ini, “Seorang pengusaha kaya raya, omset bulanan di angka 100 juta, berjalan mendayu sepulang dari rapat kerjanya di Kota Keraton. Dia bahkan tidak punya alasan kenapa rapat itu harus dilakukan begitu jauh dari kantornya di Jakarta. Apa hanya untuk sekedar menghabiskan uang perusahaan, atau memang terdapat jampi-jampi di hotel tersebut sehingga rapat yang dilakukan disana akan menghasilkan keputusan yang membuat perusahaan beruntung. Ada sejuta kemungkinan alasan, namun ia sengaja enyahkan pikiran itu sementara. Tidak dikira perjalanannya menuju Hotel lain tempat penginapannya digerai oleh hujan deras. Disekitar Pasar Malioboro, dari dalam taksi pengusaha ini menyaksikan sesuatu yang membuatnya terhenyak. Di tengah derasnya hujan, tampak seorang tukang becak tertidur didalam becaknya begitu lelap. Pengusaha ini berpikir, begitu bahagianya si tukang becak, di tengah derasnya hujan nan berisik, ia masih mampu tertidur lelap. Sedangkan dia, si pengusaha, butuh sebuah hotel berbintang lima dengan kasur empuk, AC berteknologi tinggi serta selimut tebal untuk mendapatkan tidur selelap yang dialami tukang becak tadi.”

Yap, sederhana. Namun sedikit masalah yang ada di Indonesia. Terdapat kebahagiaan yang didefinisikan secara general. Kita begitu mengenal dan lekat dalam pikiran kita bahwa di sini seseorang dinilai berhasil dan hidup bahagia saat mampu berpenghasilan cukup dan mampu mengirim uang saku untuk orang tua di kampung, atau mampu membawa orang tuanya naik haji, memiliki rumah yang nyaman, anak banyak dan sholeh, dan semua kondisi ideal lainnya. Lingkungan begitu besar pengaruhnya dalam membentuk pola kehidupan kita. Saat saya coba korelasikan dengan sebuah pertanyaan, kenapa di Indonesia masih terdapat korupsi di kalangan pelajar (mencontek)? Kenapa di sini mencontek masih menjadi musuh untuk diperangi keberadaannya, bukan lagi suatu hal yang sudah ditinggalkan seperti yang dilakukan negara-negara lainnya. Saya bisa jamin itu dari pengalaman setiap dosen lulusan luar negeri. Jawaban sementara sejauh ini adalah, karena di Indonesia hasil yang sukses atau nilai yang tinggi lebih dinilai baik dibanding proses pencapaian yang dilakukan dengan jujur. Orang tidak begitu paham dengan prosesnya sehingga dengan singkat mengambil kesimpulan dari hasil akhir yang didapat. Segingga bagi yang mendefinisikan kebahagiaannya dengan hasil akhir berupa nilai tinggi atau kesuksesan absolutetersebut,berbagai cara akan dilakukan demi mewujudkannya. Karena kepuasannya, ketenteramannya bahkan kesenangannya ada disana. Atau bisa disebut seseorang yang tak mampu menemukan cara bahagianya sendiri, otomatis akan menggunakan cara kebahagiaan yang general sebagai konsekuensinya hidup dilingkungan tersebut – Indonesia -.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun