Unsur-unsur Estetika Masjid Asasi
Unsur estetika Masjid Asasi Padang Panjang terletak pada arsitektur khas Minangkabau yang memadukan tiga budaya (Hindu, Cina, Minangkabau), atap tumpang bertingkat tiga, ornamen ukiran motif flora dan fauna yang mengambil dari alam, serta bangunan panggung dengan lantai rata yang melambangkan kesetaraan manusia. Kombinasi ini menciptakan keunikan dan keindahan yang sarat makna, seperti atap yang menyerupai Masjid Agung Demak, dinding yang menyerupai rumah adat Minang, dan ukiran yang didasarkan pada pepatah "Alam takambang jadi guru".
- Arsitektur gabungan tiga budaya: Arsitektur Masjid Asasi merupakan perpaduan dari budaya Hindu, Cina, dan Minangkabau, dengan karakteristik yang terlihat jelas pada elemen-elemen bangunannya.
- Atap bertingkat: Bentuk atapnya menyerupai tumpang atau limas dengan tiga undakan, mirip dengan Masjid Agung Demak.
- Ukiran motif alam: Dinding masjid dipenuhi dengan ukiran motif alam seperti flora, fauna, dan bentuk geometris. Motif ini diambil dari alam sesuai dengan pepatah Minangkabau "Alam takambang jadi guru" dan mengandung pesan moral serta pelajaran kehidupan.
- Bangunan panggung: Masjid didirikan di atas kolong atau pondasi panggung yang membuat pengunjung harus menaiki tangga untuk masuk. Hal ini mengingatkan pada rumah panggung khas Minangkabau.
- Lantai rata: Lantai masjid yang rata melambangkan kesamaan kedudukan setiap manusia di hadapan Tuhan.
- Tiang penyangga: Ruang utama ditopang oleh sembilan tiang kayu, dengan satu tonggak macu yang lebih besar di tengahnya, yang memperkuat struktur sekaligus menjadi elemen estetika.
- Serambi dan beduk: Terdapat serambi yang berfungsi sebagai ruang pengurus dan tempat penyimpanan benda kuno, serta beduk dengan gonjong yang khas di halaman depan, menyerupai rangkiang.
Kontek lingkungan masjid asasi
Masjid Asasi lebih sering di kunjungi oleh wisatawan yang ingin mengenal sejarah, arsitektur, dan nilai spiritual Minangkabau. Bagaimana Konteks lingkungan Masjid Asasi di Padang Panjang, Sumatera Barat, mencakup aspek sejarah (sebagai masjid tertua di Padang Panjang), arsitektur (kombinasi budaya Minangkabau, Hindu, dan China), sosial (pusat kegiatan masyarakat), pendidikan (basis pengembangan Islam), budaya (lokasi festival dan wisata religi), dan lingkungan alam (dekat dengan sumber mata air). Masjid ini menjadi pusat kegiatan keagamaan, sosial, budaya, dan ekonomi bagi masyarakatnya. Â serta mengetahui peranmasyarakat dan peluang dalam pengembangannya.
Aspek Sejarah dan Perkembangan
Didirikan sekitar tahun 1685 Masehi (atau tahun 1702/1770 menurut sumber lain) oleh masyarakat Nagari Gunung dan empat nagari sekitarnya sebagai pusat aktivitas Islam. Pernah menjadi sarana pengembangan Islam melalui kehadiran Madrasah Thawalib Gunuang di dekatnya. Tokoh besar seperti Buya Hamka juga pernah menggelar pengajian di sin Awalnya dikenal sebagai "Surau Gadang," penamaan "Asasi" (yang berarti dasar/asas) baru muncul setelah tahun 1930.
Aspek Arsitektur dan Estetika
Arsitektur dengan perpaduan tiga budaya yaitu Minangkabau (elemen rumah gadang), Hindu, dan China. Dengan berbentuk  arsitektur berbentuk dasar bujur sangkar, ditopang oleh sembilan tiang (satu tiang soko guru di tengah dan delapan tiang lainnya). Seluruh dinding dipenuhi ukiran khas Minang bermotif flora, dengan sekitar 90% ukiran asli masih dipertahankan. Menggunakan atap limas bertingkat tiga yang menyerupai atap Masjid Agung Demak. Dahulu berbahan ijuk, kini diganti seng. Dahulu memiliki menara untuk azan yang terbuat dari seng plat sebelum adanya pengeras suara modern.
Aspek Sosial dan Keagamaan
Masjid asasi masih menjadi tempat shalat lima waktu dan shalat Jumat bagi masyarakat dan santri pesantren (Thawalib Gunuang). Selain ibadah, masjid ini juga digunakan untuk acara pernikahan, wirid, dan pengajian. Sejak awal berdiri, masjid ini adalah pusat aktivitas Islam dari empat nagari.