Pandangan ini sejalan dengan teori fungsionalisme Malinowski yang menyatakan bahwa instinni sosial seperti masjid berfungsi memenuhi kebutuhan instrumental masyarakat, salah satunya adalah pendidikan. Dalam bukunya, Malinowski menyatakan bahwa "lemhaga-lembaga sovial tidak hanya ekas untuk memenuhi kebutuhan fivik dan biologis, tetapi juga mengatur, membimbing, dan melatih anggota masyarakat agar mampu hertahan dan berkembang dalam lingkungannya" (Malinowski, 1944: 37-38). Dalam hal ini, fungsi pendidikan di Masjid Asasi menjadi instrumen yang mempersiapkan generasi muda secara spiritual dan sosial untuk menghadapi tantangan zaman.
- Fungsi Masjid dalam Aspek Sosial Budaya
Selain fungsi spiritualnya, Masjid Asasi di Kelurahan Sigando juga memiliki peran yang sangat signifikan dalam aspek sosial budaya masyarakat setempat. Sebagai bagian dari sistem institusi tradisional masyarakat Minangkabau, masjid ini tidak hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga menjadi ruang bersama hagi berbagai aktivitas sosial dan kebudayaan yang telah berlangsung secara turun temurun. Masjid berfungsi sebagai tempai berkumpul, bendiskuni, bermusyawarah, serta menyelenggarakan berbagai kegiatan komunitas yang memperkuat kobesi sosial masyarakat Sigando. Hal ini sesuai dengan engan yang di sampaikan seorang tokoh masyarakat "Masjid ini tempat kita bukan hanya ibadah, tapi juga tempat kami kumpul kalau ada urusan penting, Bahkan dari dulu sudah begitu Dt pangeran.
Dalam perspektif teori Fungsionalisme Malinowski, fungsi sosial dan budaya dari institusi seperti masjid termasuk dalam kategori kebutuhan instrumental, yakni kebutuhan yang berkaitan dengan pengaturan kehidupan sosial melalui sistem pendidikan, hukum, lan organisasi sosial (Malinowski, 1944, hlm. 36-37). Masjid Asasi secara nyata memenuhi kebutuhan ini, khususnya dalam membentuk struktur sosial yang terorganisir di tengah masyarakat. Pertemuan antar warga, forum musyawarah adat, hingga pengambilan keputusan kolektif sering dilakukan di masjid, menjadikannya thik temu antara fungsi religius dan sosial.
Musyawarah yang berlangsung di Masjid Asasi menjadi bagian penting dari nilai-nilai adat Minangkabau. Katika terdapat persoalan adat, pembentukan panitia kegiatan, atau persoalan pembangunan kampung, masjid menjadi tempat pertemuan tokoh adat, pemuda, dan tokoh masyarakat lainnya. Hal ini menegaskan peran masjid sebagai "balai adat informal" yang menjemhatani nilai agama dan struktur sosial. Dulam hal ini, masjid tidak hanya berperan dalam ibadah, tetapi juga dalam pengelolaan tata kelola sosial masyarakat.
Struktur bangunan Masjid Asasi juga menyimpan makna budaya yang dalam. Atap limas bertingkat tiga yang menyerupai rumah adat Minang menggambarkan hubungan antara agama, adat, dan pemerintahan. Sembilan tiang utama yang menopang bangunan masjid, termasuk tonggak macu, mencerminkan nilai-nilai musyawarah, keimanan, dan solidaritas yang dijunjung masyarakat. Nilai-nilai ini tidak hanya bersifat simbolik, tetapi juga menjadi pedoman nyata dalam praktik sosial sehari-hari warga Sigando.
Masjid ini juga berfungsi sebagai tempat kegiatan kebudayaan seperti Festival Asasi dan Festival Soko Guru Masyarakat berkumpul di sekitar masjid untuk mempersiapkan pertunjukan seni, kuliner tradisional, dan pameran produk UMKM lokal. Aktivitas ini menunjukkan bahwa masjie bahwa masjid bukan hanya tempat berkegiatan agama, tetapi juga menjadi pusat budaya yang aktif dan dinamis. Dalam kacamata fimgsionalisme, hal ini menunjukkan bahwa masjid.
Menyerupai rumah adat Minang menggambarkan hubungan antarn agama, adat, dan pemerintahan. Sembilan tiang utama yang menopang bangunan masjid, termasuk tonggak macu, mencerminkan nilai-nilai musyawarah, keimanan, dan solidaritas yang dijunjung masyarakat. Nilai-nilai ini tidak hanya bersifat simbolik, tetapi juga menjadi pedoman nyata dalam praktik sosial sehari-hari warga Sigando.
Masjid ini juga berfungsi sebagai tempat kegiatan kebudayaan seperti Festival Asasi dan Festival Soko Guru, Masyarakat berkumpul di sekitar masjid untuk mempersiapkan pertunjukan seni, kuliner tradisional, dan pameran produk UMKM lokal. Aktivitas ini menunjukkan bahwa masjid bukan hariya tempat berkegiatan agama, tetapi juga menjadi pusat budaya yang aktif dan dinamis. Dalam kacamata fingsionalisme, hal ini memanjukkan bahwa masjid menjalankan fungsi instrumental dalam menjaga solidaritas dan pelestarian identitas budaya masyarakat.
Kehidupan sosial remaja pun tidak luput dari pengaruh masjid, Remaja Masjid Asasi secara aktif mengorganisir kegiatan keagamaan dan sosial, seperti lomba MTQ setiap bulan ramadan Kegiatan ini menjadi ruang belajar bagi generasi muda untuk mengasah keterampilan sosial, tanggung jawab, dan semangat kebersamaan. Peran ini menegaskan bahwa masjid mendukung proses sosialisasi nilai dan norma masyarakat sejak usia dini hingga dewasa.
- Fungsi Masjid dalam Aspek ekonomi
Masjid Asasi pernah menjadi lokasi pelaksanaan kegiatan budaya dan pariwisata seperti Festival Asasi dan Festival Soko Guru. Festival ini melibatkan warga, tokoh adat, remaja masjid, hingga UMKM lokal yang menjual produk seperti batik Asasi, makanan tradisional, dan cenderamata. Aktivitas ini menunjukkan bahwa masjid menjadi pusat dari aktivitas ekonomi berbasis hudaya, hudaya, sebagaimana ditekankan oleh Malinowski bahwa kebutuhan instrumental masyarakat mencakup aspek ekonomi dan produksi budaya yang dapat meningkatkan kesejahteraan warga (Malinowski, 1944:37)
Arsitektur Masjid Asasi