Mohon tunggu...
Tanah Beta
Tanah Beta Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Mahasiswa Semester Akhir pada IAIN Ambon

menulislah sebelum dunia menggenggam nafasmu

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Sari Konde dan Kematian yang Akan Datang (I)

6 April 2018   13:50 Diperbarui: 7 April 2018   01:17 706
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi kematian. https://www.google.co.id/search?q=ilustrasi+kematian&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwiU2LbsjKXaAhVBo48KHfBJDr8Q_AUICigB#imgrc=CDBgbCUa4-6vqM:

Oleh: Adam Makatita

Masih dipembaringan, saat Aku melewati sebuah perjamuan yang terlihat begitu mewah. Tampaknya Saya ragu untuk mengenal Aku. Padahal jelas-jela yang Saya lihat adalah Aku dengan berpakaian mengikuti perkembangan zaman—modernitas berlaku; rok mini; baju setinggi pusar; raut wajah yang dipenuhi bedak dengan ketebalam sekira 0,5cm, dan rambut tampak seperti seorang polwan serta aksesoris pelengkap kepala menghiasinya—bando.  Tapi Aku tidak melihat Saya yang sudah memperhatikannya, Aku terus berjalan melewati kerumunan orang-orang yang sedang menikmati pesta; Aku pikir: ini pesta pernikahan, ternyata pesta kematian yang begitu meriah, dengan berbagai macam orang yang bentuk wajah berbeda-beda, ada yang bulat, tirus sampai oval; suara yang berbeda-beda; juga suku, agama, budaya, RAS, dan lainnya yang berbeda pula datang melayat sembari bersukaria.

Rasanya Aku tak mengerti: kenapa pesta kematian semeriah ini? Bukankah kematian itu orang berduka? Kenapa banyak yang berbahagia?

Pertanyaan-pertanyaan yang terlintas dalam kepala Aku, seperti tak terhindarkan. Pasalnya ditengah kematian yang datang, masih banyak orang-orang yang berbahagia dengan berdansa, bersukaria, saling melemparkan senyum dihadapan peti mayat, yang didalamnya terbaring seorang perempuan renta dengan wajah yang tirus dan  tampak keriput, pucat, bibirnya kebiruan, dengan hiasan “Sari konde” di atas kepalanya. Itu mengesankan, pun membuat aku terkejut ketika melihat mayat itu. Seperti sebuah boneka koleksi yang diciptakan manusia (orang-orang Amerika) idiot dengan memiliki tombol yang ketika ditekan akan bergerak seperi ada bantuan lain yang menggerakan. Tapi… ahhh sudahlah. Tampak aneh memang.

Aku masih berjalan dengan sedih yang bergelinang air mata, menetes perlahan diatas tubin yang terinjak dengan sepatu kaca mirip kepunyaan Cinderela. Tapi sepatu Aku lebih bagus dan sangat kuat—itu tergantung merek jaga—tahan lama. Aku menyeret kaki yang agak berat berjalan mengikuti pintu yang darinya orang-orang berdatangan—masuk. Serasa ada beban besar yang menempel di kaki Aku setelah melayat sebuah peti berisi boneka bersari konde. Pelan-pelan, ada yang membuntuti Aku dari belakang, namun aku tidak menghiraukan. Boleh jadi: hari duka dirayakan seperti hari perkawinan yang begitu megah dan indah serta berbagai hiasan yang menempel di sekujur dinding rumah itu. Aku tahu, dia yang membuntuti dari belakang sangat penasaran—berkeras hendak berbuat sesuatu dengan apa yang dia lihat, dan ingin dia pastikan kalau itu adalah Aku. Tapi mengacuhkan, sebab aku masih berjalan dengan beban begitu berat di kaki.

Yang membuntuti ternyata …, dia ingin mengetahu lebih jelas apa yang dia liat—pensaran. Tapi dia hanya berjarak beberapa kaki di belakang Aku. Sesekali Aku melemparkan pandangan dengan ekor mata untuk pastikan Saya tidak lagi membuntutinya. Tapi tatapan itu dibalas dengan tatapan yang lebih tajam dan mengerikan, rasanya turbulensi akan terjadi dalam dada—guncangan besar yang tidak bisa tertahankan dan akan menghancurkan—semacam teori Big Bang yang sedang berlaku. Tapi Saya tetap bersikukuh membuntuti Aku sekali pun Aku sudah mengetahuinya.

***

Di jalanan terlihat sebuah mobil sedan mewah, melaju engan kecepatan tinggi dan apabila ditafsir: mencapai 80 – 100 km/jam—melewati jalan di depan rumah yang sedang ramai dengan bahagia dan canda tawa atas kematian nenek tua bersari konde itu. Tidak lama setelahnya, terdengar benturan yang sangat kuat—seperti ledakan—‘Boom’. Sebuah mobil yang melaju dari arah pukul 03:00 tampak terbalik di arah pukul 09:00, itu terlihat setelah Aku berlari mendekati dan retina Aku menyaksikan hal—atas benturan kencang tadi. Di dalam mobil itu, Aku melihat seseorang yang sudah Aku ketemui sebelumnya, dengan mata yang tajam, hidung mancung, bibir tipis ditebali lipstick, dan rambut berwarna pirang yang terurai—adalah Saya yang terakhir kali kami berpisah di depan pintu rumah yang dipenuhi bahagia, itu sebelum kejadian dahsyat ini terjadi.

“hai”

“Saya”

“iya, Saya”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun