Bukan semata trah, melainkan nama yang menyimpan harum kisah perjuangan yang belum semua orang mengetahui tentang sepenggal kisah heroik di tanah Lengkong - selemparan jarak dari Serpong.
Demikianlah, intisari dari membaca Margono Djojohadikusumo. Tentu tulisan ini bukanlah rangkuman lengkap. Hanya noktah yang merangkai benang merah. Bahwa nama Margono memiliki tafsir tersendiri bagi orang Jawa, seperti yang dinukil dalam buku. Menurut Sang Ibu, Margono : Margane Ono ( Jalannya ada- atau bisa dibilang selalu ada jalan).
Wajar jika kelak di kemudian hari, tepatnya saat ini kita mengenal Prabowo Subianto sebagai Presiden Republik Indonesia setelah jalan panjang yang ia lewati.
Dikenal sebagai Perwira dengan segala sepak terjang dan rekam jejaknya, hingga menjadi pengusaha meski bukan ekonom.
Semangat pantang menyerah saat mengalami kegagalan dalam setiap pemilihan Presiden membuat kita paham bahwa bukan semata trah, melainkan rembesing madu /kebaikan dari para pendahulu yang turut menjadi saksi perjalanan anak cucu keturunan mereka terlepas apapun peran mereka.
Membaca Margono Djojohadikusumo ibarat menyelami oase peradaban budaya, Nasionalisme kebangsaan, Perekonomian kerakyatan dan kompleksitas pengelolaan Negara dan Bangsa di awal kemerdekaan.
Buku ini juga dilengkapi dengan foto-foto eksklusif dengan nuansa vintage. Bahkan terdapat rekam lensa arsip kliping tulisan asli - buah pemikiran Margono Djojohadikusumo yang dimuat di koran Kompas era tahun 70-an.Â
Adapun tulisan ini menjadi bingkisan sederhana kepada Presiden Prabowo Subianto saat ulang tahun ke 74 . Meski sejatinya ada karya sederhana berupa Kayon dengan Aksara Jawa bertuliskan nama Prabowo yang semoga bisa sampai ke tangan beliau secara langsung. Terima kasih Pak Bo dan segenap tim penulis beserta Kompas Institute.Â
Pondok Pinang,Â