Mohon tunggu...
Tamita Wibisono
Tamita Wibisono Mohon Tunggu... Freelancer - Creativepreuner

Perangkai Kata, Penikmat Citarasa Kuliner dan Pejalan Semesta. Pecinta Budaya melalui bincang hangat, senyum sapa ramah dan jabat erat antar sesama

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Masjid Istiqlal dan Sepenggal Kisah Perjalanan Hidup yang Tak akan Terlupakan

1 Mei 2021   00:00 Diperbarui: 1 Mei 2021   04:23 1672
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok.pri. salah satu sudut masjid Istiqlal setah renovasi

Siapa yang tidak mengenal masjid Istiqlal. Masjid negara yang berada di ibukota Jakarta. Keberadaannya tentu menjadi salah satu pusat kegiatan ibadah bagi pemeluk agama Islam. Bukan saja bagi mereka yang berasal dari Jakarta saja, Istiqlal kerap menjadi jujugan bagi umat muslim dari seluruh Indonesia, khususnya pulau Jawa. Pun bagi mereka muslim dari manca negara.

Tahun 2006 adalah tahun pertama saya singgah di Istiqlal. Momentum ramadan menjadi tonggak awal saya merasakan kedamaian luar biasa semenjak saya bekerja di Jakarta. Sebagai fresh graduated, saya patut bersyukur pernah bekerja di ring 1 salah satu departemen (sekarang disebut kementerian) yang berlokasi di Medan merdeka Utara Selemparan pandang istana negara sekaligus dekat jaraknya dengan istiqlal.

Sepulang kerja, saya berjalan kaki menelusuri jalan yang dimana  terdapat  tempat es krim legendaris Ragusa. Berdesakan dengan jamaah lain saat hendak mengambil wudlu, hingga tersesat di lantai bawah Istiqlal pernah saya rasakan. 

Banyak koridor yang mirip antara 1 blok dengan blok yang lain. Ya, luas kawasan masjid Istiqlal memang tak perlu diragukan lagi. Sebagai masjid negara saya meyakini, ini adalah masjid terluas yang pernah saya singgahi.

Kesan pertama yang begitu mendalam, membuat saya seolah jatuh hati pada Istiqlal. Setidaknya setiap Ramadan tiba, Istiqlal menjadi masjid pilihan dimana saya bisa beribadah dengan maksimal. Tak sekedar berbuka puasa bersama, salat wajib , taraweh hingga tadarus saja. Sebelum pandemi melanda , saya pun rutin mengikuti itikaf ( bermalam ) di Istiqlal bersama beberapa jamaah lainnya.

Pun ketika saya sudah tidak bekerja di tempat kerja pertama saya, Istiqlal tetap tidak tergantikan. Ada nuansa kerinduan yang memanggil manakaka ramadan tidak singgah disana. Meski saya tinggal di daerah sekalipun, setiap ramadan saya sempatkan melawat ke ibukota. Barang sehari -tiga hari, saya membenamkan diri dalam khusuk ibadah di Istiqlal. 

Istiqlal sebelum pandemi. Dok lri
Istiqlal sebelum pandemi. Dok lri
Ukhuwah islamiah antar jamaahpun relatif terjaga, khususnya mereka yang kerap itikaf, dan tadarus bersama di Istiqlal. Hingga pada suatu pagi di ramadan tahun  2018, saat saya itikaf saya sempat menyapa 2 wisatawan asing yang berkunjung ke Istiqlal.

Ya, Istiqlal merupakan bangunan cagar budaya dan menjadi simbol toleransi antar umat beragama. Di sebatang Istiqlal, terdapat gereja katedral. Bahkan renovasi Istiqlal menjadikan keduanya antara masjid dan gereja saling terhubung melalui lorong bawah tanah yang kini difungsikan sebagai tempat parkir kendaraan.

Wisatawan dari amerika Serikat yang sempat saya sapa.. dok.pri
Wisatawan dari amerika Serikat yang sempat saya sapa.. dok.pri
Saat Idul Fitri tiba, solidaritas dari saudara yang beribadah di gereja Katedral tidak diragukan lagi. Halaman gereja terbuka lebar untuk parkir kendaraan jamaah istiqlah. Pemuda gereja pun saling membahu mengatur lalu lintas hingga membantu menyeramkan jalan bagi jamaah Istiqlal. Alangkan indahnya Bhineka Tunggal Ika diantara Istiqlal dan katedral.

Nadzar Kepada Istiqlal. 

Shalat Ied di Istiqlal. Dok pri
Shalat Ied di Istiqlal. Dok pri
Sudah menjadi langganan, hampir 10 tahun saya selalu merasakan nikmat berbuka puasa di Istiqlal. Bukan sekedar dimaknai dalam kapasitas pemburu gratisan. Namun saya melihat toleransi itu begitu nyata. Tidak memandang pangkat dan golongan. Mereka yang terlihat kaum berada harus rela duduk bersebelahan dengan kalangan biasa. Menu makanannya pun sama, tidak dibedakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun