Mohon tunggu...
Tamita Wibisono
Tamita Wibisono Mohon Tunggu... Freelancer - Creativepreuner

Perangkai Kata, Penikmat Citarasa Kuliner dan Pejalan Semesta. Pecinta Budaya melalui bincang hangat, senyum sapa ramah dan jabat erat antar sesama

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Taman Mini dan Lahan Reklamasi, 3 Sesi untuk Sebuah Ekplorasi

12 Agustus 2019   20:18 Diperbarui: 12 Agustus 2019   20:56 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok.pri Jembatan menuju Lahan Reklamasi dari titik 0 PIK

Kapan terakhir anda ke TMII (Taman Mini Indonesia Indah)? Begitulah tulisan ini saya mulai dengan pertanyaan sederhana. Bukan untuk berwisata melainkan untuk menghadiri sebuah event kolaborasi komunitas kompasianer Commuter line atau yang beken dengan sebutan CLICK bersama Persatuan Penulis Indonesia (PPI).

Sedari pagi grup WA kegiatan pertajuk pelatihan menulis itu telah ramai dengan aneka petunjuk menuju lokasi. "Jangan sampai terlambat!", begitu pesan yang disampaikan punggawa CLick Muthiah Alhasany. 

Jumat, 2 Agustus 2019 menjadi jawaban atas pertanyaan pembuka tulisan ini. Saya pun melangkah dengan ringan menuju Graha Wisata dari depan gerbang utama Taman Mini setelah membayar tiket masuk sebanyak Rp 20.000.

Bertemu dengan mereka yang memiliki semangat untuk meningkatkan kemampuan menulis menciptakan atmoster dan chemistry tersendiri. Apalagi kelas pertama diawali dengan belajar menulis fiksi dalam hal ini cerpen hingga novel dengan narasumber Fanny Jonathan Poyk. Beberapa tips menulis cerpen serta motivasi agar karya tersebut bisa lolos media cetak besarpun ia bagikan. 

Penulis fiksi yang aktif di pusat bahasa HB Yasin Taman Ismail Marzuki tak pelit berbagi informasi alamat redaksi yang bisa menjadi rujukan jika ingin mengirim karya. Bahkan dengan sangat terbuka, disebutkannya pula horonarium dari media tersebut bagi karya yang berhasil dimuat. Begitulah, mbak Fanny mengalami suka duka menjalani profesi sebagai penulis fiksi ditengah tantangan dunia digital kekinian.

dok.pri suasana kelas saat materi fiksi
dok.pri suasana kelas saat materi fiksi
Habis materi fiksi terbitlah materi tentang literasi digital. Hadir mas Iskandar Zulkarnaen yang oleh sebagian kompasianer sempat dikenal sebagai COO platform blog keroyokan. 

Kiprahnya membangun dunia literasi digital semakin gencar setelah dia memutuskan resign dari Kompasiana dan memilih jalur dunia digitalpreunship.

Konsep konten yang menarik adalah kekuatan yang dimiliki untuk memiliki nilai jual. Namun tak ada salahnya juga mengunggah konten organik yang tidak selalu dinilai berdasarkan bayaran. 

Hal itu justru menjadi strategi agar pemilik brand melirik kita. Begitu salah satu ilmu yang diam-diam saya ambil dari apa yang disampaikan oleh mas Isjet, sapaan bekennya.

Last but not least, dua materi digenapi dengan materi yang disampaikan pada Sessi malam hari oleh bang Isson Khairul. Spesialisasi menulis ekonomi, bang Isson berbagi pengalamannya menulis tema ekonomi yang justru mendatangkan peluang menarik. Bang Isson menantang peserta untuk mulai berani menulis tentang sepak terjangnya dan aktifitas ekonomi yang sudah memiliki brand besar. 

Perbankan, maskapai penerbangan hingga dunia industri. Namanya juga bidang ekonomi, tulisan itupun diyakini akan mampu membawa dampak positif bagi perekonomian si penulis itu sendiri.

Ah, 3 Sessi di Taman Mini rasanya belum cukup untuk menjadi bekal agar kita menjadi penulis handal. Apalah arti belajar menulis jika kemudian kita tidak pernah mengawali untuk menulis. 

Malam itu suasana graha wisata pun sempat memanas saat Yon Bayu memberi tantangan flash blogging kepada peserta. Hadiah uang tunai ratusan ribu rupiah langsung diberikan kepada mereka yang tulisannya terpilih. Wah selamat ya.

Keseruan belum berhenti kawan. Dihari kedua, tanggal 3 Agustus menjadi hari yang mungkin paling dinanti. Rombongan peserta pelatihan menulis diboyong untuk melihat lebih dekat dengan sumber yang saya sebut dengan istilah lahan reklamasi. Hiruk pikuk dan kontroversi penggunaan istilah Pulau hingga pantai sah saja mewarnai pemberitaan selama ini.

"Jadi kita nanti nyebrang dari mana?" Pertanyaan itu sempat saya lontarkan,sayang tidak memperoleh jawaban. Maklum, sebagai awam ketika membaca tulisan pulau maka yang ada dalam pemikiran adalah kita akan dihadapkan pada selat yang harus diseberangi. Namun apa mau dikata, 3 mini bus alias elf yang membawa rombongan menepikan kendaraannya dan sang supir mengatakan kita sudah sampai.

Beberapa peserta dari Bandung, Cianjur terlihat masih mengejar Yon Bayu dengan pertanyaan mana pantainya, mana pulaunya. Ya ini tempatnya. Penjelasan singkat bergaya ala youtuber pun sempat dia berikan.Silahkan eksplorasi, begitu ungkapnya.

dok.pri Pantai maju
dok.pri Pantai maju
Baliho berukuran besar bertuliskan anda ada di Pantai Maju menjadi fokus mengambilkan gambar dari hampir semua peserta rombongan. 

Beberapa titik difungsikan sebagai sentral kuliner alias food court. Bangunan bergaya Eropa tampak pada beberapa sisi. Sementara sisi lain masih didominasi dengan pemandangan lokasi proyek yang sebagian ditutup pembatas.

Kesan gersang masih mendominasi suasana lahan reklamasi yang diberi nama Pantai Maju. Apalah arti sebuah nama kata Shakespeare, mau pulau kek mau pantai kek, yang terpenting bagi saya adalah isi dan pemanfaatan ruangnya. Ngapain cuma ribut masalah nama jika ada hal subtanstif yang harusnya bisa dibahas.

Toh rencana reklamasi yang semula 17 pulau/lahan sudah dibatalkan dan hanya tersisa 3 hingga 4 lahan saja yang kini dalam masa pembangunan. Nah pantai Maju ini salah satunya. 

Tidak ada detail yang menyebut luasan lahan reklamasi yang kini bernama pantai Maju. Papan proyek pun tidak sempat saya temukan karena terbatasnya ruang eksplorasi yang saya lakukan.

Wajar jika pada beberapa bagian lahan proyek tidak bisa dimasuki dengan bebas oleh orang yang tidak berkepentingan. Bukan soal politis, sebagai perempuan yang pernah tinggal dilokasi proyek pembangunan saya tau persisi resiko keselamatan saat kita berada diantara alat berat dan tanah yang belum stabil. 

Dalam aturan K3 pun diwajibkan orang yang memasuki areal proyek wajib menggunakan helm pelindung, sepatu safety dan rompi pengenal. Alhasil saya tidak begitu memaksakan diri untuk meringsek masuk ke areal proyek yang masih dinyatakan tertutup.

dok.pri saat trans Jakarta melintas
dok.pri saat trans Jakarta melintas
Lantas apa lahan reklamasi ini terbuka untuk umum? Jawabnya Yes! Areal terbuka berupa jalan beraspal bebas dilalui pengendara sekedar melintas atau menikmati suasana yang berbeda dari Jakarta. 

Siapapun boleh berada dilahan umum reklamasi yang telah siap diantaranya food court , areal bisnis hingga Jalasena (jalur jalan kaki dan sepeda santai) sepanjang tidak membuat keonaran dan mengganggu ketertiban umum. Sebagian lahan memnag masih tampak dibangun dan menjadi areal yang ditutup untuk sementara.

Tak berapa lami kami berada di kawasan yang tempak gersang itu, melintas trans jakarta. Sayang belum tersedia halte tempat naik turun penumpang di kawasan lahan reklamasi ini. 

Hal lain yang membuat saya cukup girang adalah ketika melintas angkutan umum berwarna merah bertulisakan U-11 dengan trayek Muara karang - Kapuk (red: Pantai Indah kapuk). Saya pun memenuhi hasrat eskplorasi dengan naik angkutan tersebut berbincang dengan supir dan beberapa penumpang dalam angkot. Simak  videonya disini.

dok;pri angkot U-11 trayek mauara karang- Pantai Indah Kapuk
dok;pri angkot U-11 trayek mauara karang- Pantai Indah Kapuk
dok.pri Penumpang angkot U 11 yang melintas di lahan reklamasi
dok.pri Penumpang angkot U 11 yang melintas di lahan reklamasi

dok.pri supir U 11 merasa lahan reklamasi membantu angkutan umumnya sedikit ramai
dok.pri supir U 11 merasa lahan reklamasi membantu angkutan umumnya sedikit ramai
 Angkutan ini pula yang kemudian mengantarkan saya pada ujung tempat sebelum dibangun lahan reklamasi. Persis di depan pasar modern Fresh market saya turun dari angkot. Beberapa kendaraan mewah melintas. 

Saya sempat berbincang dengan petugas trans jakarta karena rupanya di depan fresh market itulah halte trans jakarta tersedia. Tak jauh dari kawasan fresh market saya melangkah menuju ujung  muara pantai Indah kapuk. 

Di sinilah rupanya titik NOL lahan reklamasi. Tampak berdiri dengan kokoh bentang jembatan yang menghubungkan ujung pantai indah kapuk dengan luasan lahan reklamasi yang diberi nama pantai Maju. 

Sayang air muara yang menggenangi tanah rawa itu terlihat kotor, beberapa jenis sampah menghias di sela-sela bangunan bawah jembatan.

dok.pri Ujung Pantai Indah Kapuk yang menjadi batas titik NOL lahan Reklamasi
dok.pri Ujung Pantai Indah Kapuk yang menjadi batas titik NOL lahan Reklamasi
Lagi-lagi eksplorasi yang saya lakukan memantik pemikiran liar saya. Meski pemikiran tersebut sempat terkalahkan dalam sessi diskusi informal setibanya di pantai Maju, namun ini bukan soal kalah menang dalam adu ide/gagasan/argumen. Berharap pemikiran ini tersampaian meski tidak sepenuhnya diakomodir begitu saja. 

Lantas, apa sih pemikiran "liar saya"? Ya, saya hanya berharap ada keseimbangan ekososial di lahan reklamasi. Tidak semua yang menghuni kawasan ini adalah mereka yang mampu berinvestasi dalam skala besar dengan nominal milyaran semata. Kenapa tidak? ada kebijakan dimana lahan reklamasi juga menjadi ruang pembauran strata sosial. Sederhana saja, misalnya ada lahan yang disiapkan untuk program perumahan dengan dp  0 rupiah, atau rusunawa semi ekslusif?.  

Bagi saya, teori keseimbangan adalah bentuk jawaban atas kontroversi lahan reklamasi. Apa sih yang sebenarnya menjadi target "julid" atas proyek reklamasi selama ini? Jika dianggap reklamasi hanya untuk menyiapkan lahan baru agar yang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin, maka tinggal baurkan saja titik tengah diantara keduanya.

Tulisan ini tentu belumlah selesai sebab eksplorasi saya tidak sebatas melihat lahan ini sebagai tempat piknik sesaat pasca 3 materi di taman mini kami dapat. Di pulau reklamasi tercipta inspirasi membuat karya fiksi. 

Menulis sisi lain tentang ekonomi baru ala Jakarta apalagi. Thus mau menjadikan tema lahan  reklamasi sebagai konten  strategi untuk menambah pundi-pundi rejeki? sah-sah saja. Tunggu di tullisan saya berikutnya ya,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun