Mohon tunggu...
Muhammad Nabil
Muhammad Nabil Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - XII MIPA 1

Pelajar generasi rebahan

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Sang Kiyai Penakluk Kolonialisme

17 November 2021   22:20 Diperbarui: 17 November 2021   22:55 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Padalarang, 2021

(KRINGGG....)

Suara bel, pertanda kegiatan belajar di sekolah telah usai, ya waktu yang ditunggu para murid setelah bergelut dengan sekian banyak mata pelajaran yang cukup melelahkan.

Aku, seorang siswa yang selalu menunggu-nunggu suara itu. Bukan untuk pulang sekedar mengistirahatkan jiwa dan raga, namun berusaha menghilangkan hati dari penatnya ketika harus mengerjakan beberapa tugas untuk esok hari. Ditambah lagi, aku yang memiliki beberapa kegiatan tambahan dan harus menetap lebih lama di kampus sekolah tercinta ini.

Rasa lelah terkadang sering menghantui dan terlintas pikiran bahwa aku sudah terlalu lelah untuk melakukan ini. Tapi bagaimanapun sebuah momen hidup yang paling berharga akan aku lalui sebentar lagi. Begitulah kehidupan murid tahun terakhir menimba ilmu. Begitu disibukkan dengan hal-hal yang kadang kita pikir cuman melelahkan tapi sebenarnya begitu penting.


SUARA ketukan itu berirama

Baru kusadari, suara halus itu berasal dari pintu rumahku yang sudah berada tepat didepanku. Rumah, tempat yang aku bicarakan tadi. Ya, tempat hanya untuk sekedar mengistirahatkan badanku untuk kembali melanjutkan kegiatan yang belum terselesaikan di sekolah tadi.

Lelah, terlelap, suara rintikan air hujan turun dengan syahdunya dari langit. Terdengar suara pintu yang terbuka. “Makan dahulu sudah sore, lepas itu cepat mandi”. Suara lembut yang selalu memberi ketenangan sesampaimya dirumah. Bergegaslah aku menuju dapur. Setelah selesai makan aku putuskan untuk lekas mandi.

Selepas mandi dan sholat, kurabahkan badanku diats kasur. Mengistirahatkan pikiranku yang belum sepenuhnya terisi umtu mengerjakan tugas tugas sekolah esok hari. Samar-samar aku mendengar 2 orang sedang berbicara.

“Sudah lama kita tidak melihat makan abah, kita rencanakan ziarah saja.”

“Boleh saja, lagipuula tidak terlalu jauh.”

Aku teringat sosoknya dengan jelas, kakekku dia orang yang begitu memanjakan cucunya. Memberi uang sering ia lakukan, bahkan di usianya yang sudah lanjut ia masih mengingat beberapa cerita masa lalu, dan dengan fasihnya menceritakan kepada cucu-cucunya.

Suara jangkrik bersautan. Seorang hamba Allah beristirahat setelah mengadakan pertemuan. Negitulah kiranya kakekku mendeskripsikan suasana zaman dahulu dan kisah yang dilalui oleh seorang ulama pahlawan bangsa.

“wuusss..” angin pun bertiup kencang. Daerah yang sungguh sunyi dan penuh kedamainan. Begitulah suasana yang dirasakan oleh hamba sang maha damai yang telah mengembara dari pesantren ke pesantren di pulau Jawa.

Sang hamba Alllah merupakan nasionalis sejati. Kiai Muhammad Hasyim asy’ari ulama yang tak mau sekalipun tunduk pada para penjajah. Dan dengan tipu muslihat para kolonial itu mengiming-imingi sang hamba Allah dengan bevberapa gelar. Dan dengan liciknya para pencuri itu berusaha menghancurkan harga dirinya dengan memfitnah, dan memporak porandakan pesantren yang baru berdiri 10 tahun silam.

Namun sang hamba allah tidak tinggal diam, dia tidak segampang yang para penjahat itu kira.

“Perang melawan para kolonial adalah jihad, jangan takut kepada para penjahat licik itu.”

Kiai Muhammad Hasyim Asy’ari pun menghramkan untuk pergi berhaji menggunaklan pesawat Belanda. Seruan itupun membuat sang kolonial panas dan kembali melakukan serangan ke pondok pesantren ulama itu. Namun bak karma yang tidak bisa dicegah, sang kolonial menyerah kepada Jepang 5 tahun kemudian.

Jepang musuh selanjutnya

Jauh sebalum kapal negara samurai itu mendarat di tanah air. Slogan “Jepang adalah cahaya asia, jepang adalah Pemimpin asia dan Jepang pelindung asia.” Merupakan propaganda yang memberikan hawa baru bagi bangsa yang sedang terjajah. Bak angin segar yang datang begitu damai mereka memberi harapan kepada kami yang sudah muak akan kolonialisme tiga setengah abad berturut-turut.

Jepang datang, Belanda meradang. Konfrontasi tentara bermata sipit itu membuat penjajah berkulit putih ketar-ketir. Berita dari Kalijati yang memporak-porandakan pertahanan sang kolonial berdarah biru. Kabar itupun membuat semangat membara seluruh bangsa Indonesia, bahwasannya gerbang kemerdekaan sudah terlihat.

Sementara itu di Surabaya, gema tahlil membahana masyarakat berkumpul untuk mendengarkan ceramah yang akan dismpaikan oleh Kiai Muhammad Hasyim Asy’ari. Mereka berduyun-duyun, menggemakan takbir sembari menunggu sang kiyai yang penuh kharisma itu menyampaikan tausiyahnya.

“Saudara-saudaraku, dalam kesempatan ini marilah kita merunduk sejenak,bertafakur dan tentu saja menyampaikan puji-puji kita kepada hadirat Allah Swt. Yang telah begitu banyak mencurahkan rahmat-Nya kepada kita. Salah satunya adalah dengan mendatangkan wasilah tentara Jepang untuk mengusir kompeni yang sudah bercokol kurang lebih delapan generasi. Kita patut bersyukur, dan salah satu cara bersyukur adalah dengan mengisi kesempatan baik ini untuk menata negeri sendiri. Membangu pranata madrasah untuk menyokong kecerdasan umat, dan tentu saja kita tingkatkan hubungan baik ini dengan pemerintahan Jepang.”

Begitulah seruan sang kiyai yang diiringi dengam semangat yang membara dan gelora seruan dari masyarakat yang hadir.Tak ketinggalan, Bung Karno dan Bung Hatta pun menyerukan suara yang sama. Bagaimana tidak, berkat Jepanglah kompeni darah biru itu bisa terusir dari negara kita.

Tak berselang sebulan, seperti lilin yang tertiup angin harapan bangsa Indonesia akan kemerdekaan menjauh. Jepang yang menjanjikan kepada Bung Karno untuk mengadakan kampanye publik dan membentuk pemerintahan dibawah kibaran bendera merah putih. Kini janji itu mereka khianati. Ya mereka ternyata kompeni baru yang menggantikan tugas kolonial sebelum mereka.

15 Juli 1942, para pemimpin rakyat bermata sipit itu membuat kebijakan sepihak yang berdampak rakyat pribumi sulit mendapat, obat-obatan, rumah sakit langka, dan penyakitpun mereka obati dengan cara tersendiri. Kelaparan melanda dimana-mana. Para pria dirampas, dipekerjakan secara paksa, bahkan diasingkan. Siaran radio hanya diperbolehkan Dai Nippon saja.

Ribuan tenaga kerja paksa diungsikan keluar Jawa bahkn sampai keluar negeri. Mereka diperlakukan tidak manusiawi, mereka dipaksa jadi Romusha. Ribuan romusha dikerahkan ke medan pertempuran Jepang di irian,Sulawesi,Maluku,Malaysia,Thailand,Birma dan beberapa negara lainnya.

Kenyataan yang miris, begitu kejam kolonial baru ini, kebijakan demi kebijakan aneh yang semakin membuat tangis darah dan kepedihan membara bangsa Indonesia terus mereka keluarkan. Bahkan Ribuan wanita yang tentara kompeni tangkap dijadikan budak seks para tentara bejat itu. Sekolah-sekolah dipaksa ditutup, buku pensil serta alat tulis lainnya menghilang dari pasar. Akhirnya pribumi membuat buku sendiri dan pensilnya terbuat dari arang, sehingga sulit sekali menulis.

“Saudara-saudara, madrasah dan sekolahan tidak boleh ditutup, sebab sudah menjadi kewajiban kita bersama untuk mercerdaskan kehidupan anak bangsa. Dan kita jadi sadarlah, ternyata oramg kulit kuning, Jepang datang kebumi pertiwi kita ini tidak hendak untuk membantu kita, tapi merebut kekuasaan dari Belanda untuk mereka sendiri.”

Begitulah seruan Kiayi Hasyim asy’ari dimana mana, dan seruan itu juga menjadi topik besar-besaran di Soeara Nadhatul Oelama.

Selain itu pun, Kiyai Hasyim menyerukan bahwa keinginan dan semangat orang-orang berkulit kuning itu untuk nebguasai Asia adalah untuk kepentingan pribadi. Karena mereka butuh akan sumber daya minyak bumi. Dada sang Kiyaipun dibuat miris akan kebijakan yang sangat membuatnya sedih. Yaitu sebuah ritual membungkukkan badan ke istana kaisar jam 7 pagi yang mirip dengan rukuknya orang muslimin. Apalagi kiblatnya mengarah kepada kaisar Jepang Tenno Heika, yang diyakini orang asia timur itu adalah titisan dewa.

“Saudara-saudaraku seiman dan sebangsa membungkukkan badan serupa rukuk dalam sholat untuk menghadap kepada kaisar Jepang sebagai penghormatan adalah bagian dari kemusyrikan. Karena itu haram hukumnya.” Seru sang Kiyai kepada para masyarakat yang mendengarkan ceramahnya itu.

Mendengar seruan itu sang kaisar pun menemui sang kiyai dengan niat ingin menipu muslihatnya.

“Salam Kiyai,  saya kesini datang dengan beberapa pasukan sambil melihat-melihat keadaan wilayahku.”

“Untuk apa kau kesini, kami tidak sudi untuk mengikuti kemauanmu, waalapun nyawa taruhannya” Seru sang kiyai dengan tegas.

Sang Kaisar yang merasa terhina akhirnya terpancing juga “Aku tidak akan membinasakan wilayah pesantrenmu ini asal dengan satu syarat, para santri mun itu. Serahkan mereka kepadaku. Kemudian akan aku berikan gantinya tempat yang lebih luas dari ini dan gelar yang bisa kau dapatkan.”

“Aku tidak akan termaklan tipu muslihat mu itu, lebih baik kami berperang dengan kalian daripada mngikuuti para penjahat kolonialisme yang mementingkan diri sendiri” sang Kiyai menyikapi perkataaan sang kaisar dengan tenang.

Dengan begitu, para santri yang melihat kedatangan tentara bermata sipit itu pun langsung berdiri dibelakang sang kiyai, sambil menyerukan takbir. Tak disangka, karna kalah jumlah akhirnya sang klaisar dan prajuritnya memilih untuk pergi dengan membuat kerusakan kecil .

Hari berikutnya, sang kiyai menyerukan bagi para pribumi yang bekerja di pabrik gula yang dikuasai Jepang agar mogok kerja. Hal ini pun berhasil membuat perekonomian lumpuh beberapa hari. Tak berhenti sampai disitu, sang kiyai pun membuat kesepakatan dengan Laskar Hizbullah dan Barisan sabilillah.

“Pertemuan kali ini, kita akan mengirim para militan islami untuk menjadi bagian dari laskar Hizbullah dan barisn Sabilillah”

“Baiklah Kiyai, saya siap untuk memimpin para pasukan ini sebagaimana yang kliyai perintahkan.” Ujar Abdul Kholiq yang merupakan anak sang Kiyai.

Selain itu sang Kiyai pun menyerukan warga pribumiuntuk bergabung dengan PETA (Tentara Pembela Tanah air). Akibat perlawanannya ini, sang Kiyai pun ditangkap dan dipenjarakan, ia pun disiksa oleh tentara bejad itu. Namun api perlawanannya sedikitpun tidak padam.

Kelebihan yang dimiliki sang kiyai adalah menyatukan jaringan intelektual dengan cara membangun dua ormas yaitu Nadhatul ulama dan MIAI. Juga melalui dua organisasi tersebut nasionalisme dan ukhuwwah islam bangkit, dan kemerdekaan indonesia bisa dicapai. Presiden Soekarno pun menetapkan Kiyai Muhammad Hasyim Asy’ari sebagai pahlawan nasional.

-.-

Terimakasih sang Hamba Allah yang berjuang habis-habisan demi integritas negeri ini. Seperti apa yang telah kau korbankan, kami pun akan mengorbankan apapun untuk menjaga kedaulatan Negeri ini. Terimakasih sekali lagi, Kami generasi pemuda pembangun bangsa akan terus menjunjung semnagat nasionalisme, semangat merah putih yang membara di dada demi satu kata INDONESIA MERDEKA.

Padalarang, 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun