Mohon tunggu...
tambara boyak
tambara boyak Mohon Tunggu... Penulis Lepas

Belum lulus dalam ujian hidup

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Mengenal Ego Melalui Manga Blue Lock

8 Mei 2022   16:01 Diperbarui: 8 Mei 2022   16:03 1838
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Sepakbola merupakan olahraga paling populer di dunia. Selain menyajikan sisi olahraganya itu sendiri, sepakbola juga sering menyuguhkan drama-drama menarik yang tidak berkaitan dengan keolahragaannya. 

Seperti contoh pada Piala Dunia 2002 ketika Italia menghadapi Korea Selatan, banyak intrik baik dari sang tuan rumah maupun kelicikan khas sepakbola Italia yang membuat pertandingan semakin seru. Ditambah dengan golden gol dari seorang striker bernama Ahn Jung Hwan yang meluluhlantahkan pertahanan Italia yang terkenal sangat rapat. 

Drama pun masih terus berlanjut ketika ternyata klub yang dinaungi Ahn Jung Hwan yaitu Perugia memutus kontraknya secara sepihak dan akhirnya harus pindah ke liga Jepang. 

Drama lain di sepakbola, ketika di final Liga Champions Eropa 2005  mempertemukan antara AC Milan melawan Liverpool di Istanbul, Turki yang sering disebut sebagai final terbaik sepanjang sejarah sepakbola.

Nukilan-nukilan drama sepakbola yang sering terjadi sudah jamak dikemas dalam bentuk series maupun film. Series terbaik yang menceritakan sepakbola mungkin dapat disematkan kepada series Netflix berjudul 'Sunderland Till I Die' yang mengangkat perjuangan tim legendaris asal Ingris yang berjuang setelah mengalami dua kali degradasi secara beruntun. 

Bahwa tiap olahraga tidak hanya menyajikan tentang kemenangan saja, perjuangan untuk bangkit dan menghadapi setiap pahitnya kekalahan juga dapat menjadi tontonan yang sangat menarik.

Bisa juga sebaliknya, ketika para pemain sepakbola terinspirasi oleh sosok pantang menyerah Tsubasa Ozora dari anime berjudul Captain Tsubasa. Banyak pemain seperti Iniesta, Messi, Xavi mengakui bahwa Tsubasa telah mempengaruhi mereka dalam bermain sepakbola. 

Sebuah pernyataan bahwa bola adalah teman mengisi bagian otak bawah sadar masing-masing pesepakbola yang terpengaruh oleh hal tersebut. Menjadikan sepakbola bukan sekadar olahraga namun juga sebagai bagian dari perjalanan hidup.

Selain Captain Tsubasa, masih banyak juga anime atau manga Jepang yang bercerita tentang sepakbola. 

Terkini ada manga yang akan segera diadaptasi sebagai anime berjudul 'Blue Lock' yang hidup dengan memakai pendekatan lebih intens dan realistis dalam pengembangan individu pemain sepakbola, lebih spesifik lagi untuk pemain yang berposisi sebagai striker. 

Para karakter di Blue Lock diharuskan bukan hanya menjalani pelatihan yang sulit, tetapi juga diwajibkan untuk saling menghancurkan dan menjadikan kawan maupun lawan sebagai batu loncatan untuk mencapai rangking yang lebih baik.

Ego, menjadi dasar pemikiran dalam cerita dari Blue Lock untuk mengembangkan diri dari setiap karakter. Pendekatan yang realistis seperti ini menurut saya sangat menyegarkan karena menampilkan sifat alami manusia. 

Selain wajib bersikap sportif dalam sebuah pertandingan, normalnya setiap orang pasti memiliki impian pribadi yang membuat mereka terkadang bertindak gegabah, egois, dan serakah.

Menurut Carl Gustav Jung seorang pakar Psikoanalitik, Ego sendiri merupakan jiwa sadar yang terdiri atas persepsi, ingatan, pikiran, dan perasaan sadar. 

Ego itu melahirkan identitas dan kontinuitas individu. Dipandang dari segi sang pribadi, ego berada dalam kesadaran jiwa sejalan dengan alur cerita dari Blue Lock yang terus mengembangkan karakter setiap individu yang menjadi bagian dari cerita. 

Author mengatur agar semua tokoh memiliki waktu untuk bersinar dan mendapatkan spotlight. Situasi ini membuat semua karakter berguna dan memiliki andil pada setiap bagian dan setiap karakter memiliki alasan bahwa mereka spesial untuk menjadi yang terdepan sebagai seorang striker terbaik di dunia.

Obsesi Jinpaichi Ego, sang pencetus ide dan sekaligus pelatih kepala dari Blue Lock berawal dari kegagalan Timnas Jepang pada Piala Dunia 2018 yang hanya sampai pada babak 18 besar. 

Blue Lock dibuat untuk merevolusi sepakbola Jepang untuk menjadi nomor 1 di dunia. Dalam benaknya, striker adalah pemain terpenting dalam sepakbola dan mencetak gol adalah suatu keharusan untuk memenangkan peertandingan. Sejalan dengan pernyataan coach justin bahwa ketika tim kebobolan 3 gol tapi tim berhasil mencetak 4 gol, you still win the game.

Seorang striker membutuhkan ego itu sendiri untuk mencetak gol. Ego bertanggung jawab bagi kesadaran yang terus menerus akan identitas sehingga kita masih merasa sebagai diri kita sendiri. Ia bertahan lebih lama dan melampaui konten-konten tertentu yang menempati ruangan kesadaran pada saat-saat tertentu. 

Ego sendiri terbentuk di pusat medan kesadaran, dan sejauh menyangkut kepribadian empiris, ego merupakan subjek dari segala tindakan personal yang berasal dari kesadaran dan Jinpaichi Ego membentuk 300 ego striker masa depan Jepang melalui pelatihan yang keras untuk menjadi seorang striker terbaik di dunia, saling mengalahkan satu sama lain, bahwa kawan adalah lawan dan lawan adalah batu loncatan untuk menaiki peringkat yang lebih tinggi.

Pengalaman-pengalaman yang ditawarkan pada pelatihan memaksa calon striker tersebut menemukan egonya masing-masing hingga dalam kesadaran penuh dapat meningkatkan kemampuan yang sudah dimiliki dan bakat yang ada dalam diri masing-masing peserta pelatihan. 

Dari skema tersebut ego merupakan penentu utama tentang konten mana yang akan dipertahankan dalam kesadaran, dan mana yang disingkirkan ke dalam ketidaksadaran.

Ego bertanggungjawab untuk mempertahankan konten-konten dalam kesadaran, pun dapat menyingkirkan konten-konten dari kesadaran dengan cara berhenti merefleksikannya untuk menuju tujuan utama yaitu menjadi mesin gol efektif dalam permainan sepakbola.

Dengan begitu, jelaslah sudah bahwa kebebasan ego sesungguhnya terbatas. Ia dengan mudah dipengaruhi stimulus internal maupun eksternal dari lingkungan.

Ego dapat merespon stimulus yang mengancam dengan mengangkat senjata dan mempertahankan diri; atau ego justru teraktivasi dan terpicu oleh desakan internal untuk berkreasi, mencintai, atau membalas dendam. 

Ego juga dapat merespon impulsnya sendiri, yakni secara narsistik. Demikianlah, kesadaran saat terjaga difokuskan oleh ego yang mencerap stimulus serta fenomena internal dan eksternal, kemudian menggerakan tubuh kita.

Ego memfokuskan kesadaran manusia, memberikan arah serta tujuan dalam perilaku-perilaku sadar kita. Berkat ego, kita memiliki kebebasan untuk membuat pilihan yang bertolak belakang dengan naluri pelestarian diri, reproduksi, dan kreativitas. 

Ego memuat kapasitas kita untuk menguasai sejumlah besar material pada alam sadar dan mempergunakannya. Ia merupakan magnet asosiatif yang sangat kuat sekaligus suatu agen pengorganisasian. Ego yang kuat adalah ego yang mampu memperoleh dan menggerakan sejumlah besar konten kesadaran dengan sengaja.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun