Mohon tunggu...
Rosmale Gundhi
Rosmale Gundhi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Hoping a better life with no party

Selanjutnya

Tutup

Politik

Inilah Gubernur Kita 2012

25 Juni 2012   05:58 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:34 700
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dari beberapa calon gubernur yang telah dipaparkan sebelumnya, mesti ada sebuah kesimpulan sebagai akhir sebuah penilaian. Kesimpulan ini dibuat fair tanpa melihat kedekatan penulis dengan kubu cagub tertentu. Paparan ini juga masih bisa dan boleh diperdebatkan karena tidak ada kemutlakan. Semua bebas-bebas saja.

Foke akan sulit berstrategi. Partai Demokrat sebagai sumber suara yang sedang kisruh dengan isu korupsi jelas akan memperlemah jaringan kerja tim sukses yang bermuara pada sedikitnya suara dukungan bagi cagub ini. Meskipun didukung sumber finance yang cukup kuat, kredibilitas tetap meluncur jauh ke bawah. Para pendukung lama cagub ini juga tidak lagi menunjukkan kesetiaan dan pecah disebabkan gesekan antar mereka sendiri. Selain partai pendukung baru yang memudar dengan isu korupsi, para pendukung lama tidak lagi setia. Dua faktor ini jelas membawa dan menjadi penyebab utama rendahnya perolehan suara dan kekalahan cagub no 1 ini.

Kemenanangan sementara pada putaran pertama pilkada nanti tidak akan terjadi pada putaran kedua. Putaran kedua cagub yang muncul hanya dua cagub, Hidayat dan Alex. Foke juga terlalu sombong dengan slogan 1 putaran akan memenangkan pilkada nanti. Sebuah slogan yang amat kontradiktif dengan kenyataan dan fakta di lapangan. Peta kekuatan beliau bisa diprediksi. Kantong suara terbanyak cagub ini hanya di Jakarta Selatan khususnya wilayah Mampang, Buncit, dan Pela Mampang yang juga menjadi basis PKS yang kemudian tidak menutup kemungkinan secara diam-diam melirik Alex Noerdin.

Bicara cagub no 2 dengan lemahnya program dan kinerja tim sukses di lapangan secara ril, akan memberi kesan bahwa mereka lemah. Opini ini akan membawa dampak moral masyarakat yang kemudian melemahkan pula keinginan untuk menjatuhkan pilihan dan suara mereka pada 11 Juli mendatang. Kurangnya publikasi juga membuat cagub ini tidak dikenal masyarakat pemilih. Dengan catatan ini saya tidak yakin kalau cagub ini berhasil pada putaran kedua.

Kalau bicara cagub no 3, sekali lagi saya katakan bahwa kehebatan Jokowi yang menurut sebagain orang Solo berhasil itu ternyata didera oleh statement yang sebaliknya bahwa beliau melakukan kebohongan publik yang sangat berpengaruh terhadap personalitasnya secara pribadi. Esemka jelas menjadi bumerang bagi lawan politiknya. Bukankah kisah esemka itu juga diawali konflik antara beliau sebagai walikota dengan gubernurnya? Perseteruan ini juga menambah kisruh dan berakibat turunnya semangat wong Solo untuk memberikan suara. DKI jakarta juga merupakan basis masyarakat religius yang tidak mudah menjatuhkan pilihannya untuk kemenangan seorang wakil gubernur yang masih tidak familiar itu. Dua faktor ini cukup menjadi kesalahan Jokowi sehingga beliau tidak berhasil maju pada putaran kedua.

Sementara cagub no 4 yang berslogan beresin Jakarta itu juga memiliki kelemahan seperti cagub no 1. Para pendukungnya terpecah akibat perbedaan pendapat dan sikap partai yang tidak tegas. Dari catatan saya, kepedulian yang menjadi slogan tidak terejawantahkan dengan baik sehingga menimbulkan keraguan publik dan simpatisan. Mereka yang kecewa lebih memilih “diam”. Mereka tidak memilih dan berpindah ke cagub lain. Dukungan suara yang hanya berbasis pada kader dan sedikit ibu-ibu majlis ta’lim sangat naif untuk memperoleh suara signifikan. Strategi dan survey sebagai mesin politik juga dianggap lemah menimbang hanya beberapa titik wilayah DKI sehingga kurang memberi kesan yang dalam di benak calon pemilih. Namun melihat ketokohan yang didukung oleh masyarakat Katholik, partai ini mungkin saja dapat menambah jumlah suara dari kalangan lintas agama walau hanya sedikit.

Cagub no 5 memiliki latar akademis yang kualified namun selalu gaya bicara yang kurang vocal dari sudut public speaking itu mengurangi kehebatan beliau. Bicara tersendat dengan suara yang berat dari segi psikologis akan membawa kesan ragu. Ini sangat berpengaruh bagi konstituen yang hendak dibidiknya. Gaya ini kontras dengan pasangan no.4 yang bicaranya terlalu cepat dan tidak memiliki titik aksentuasi yang benar menurut kaidah publlik speaking.

Membidik masyarakat Betawi dengan mengambil figur Biem sangat tidak persuable bagi masyarakat betawi itu sendiri bahkan figur Biem tidak mewakili secara kental warisan Benjamin yang menginginkan masyarakat Betawi memiliki Sanggar Budaya kelas kota. Strategi, latar belakang cagub dan personalitasnya sungguh menjadi bahan penilaian publik. Independen yang dijadikan mercusuar politik juga belum begitu kuat gemanya di masyarakat. Mereka yang tidak peduli atau golput, tidak serta merta menjadi pengagum independen yang diusung cagub ini. So, cagub no 5 ini akan gugur di putaran pertama.

Alex Noerdin cagub no.6 - nampaknya memiliki kans untuk maju pada putaran kedua melawan cagub no 4 yang memang dirasa cukup kuat. Namun Alex dengan dukungan partai yang cukup signifikan dan mesin politik yang mantap berjalan itu tentu saja menjadi kekuatan ril. Alex memiliki kinerja yang cukup wah dan membuat terbelalak mata dengan apa yang dilakukan di Palembang. Bayangkan, Palembang telah mengalahkan DKI dalam bidang teknologi Wi-Fi. Dki hingga kini, baru memiliki 3000 akses point Wi-Fi sementara Alex noerdin telah menyelimuti seluruh Palembang dengan koneksi Wi-Fi.

Dalam segi administrasi dan birokrasi Alex tidak bisa dianggap ringan. Bila nanti Alex muncul di putaran kedua dengan Hidayat, nilai lebih inilah yang akan mematikan langkah Hidayat untuk menjadi gubernur. Bukankah hingga kini, Foke tidak berhasil menyelesaikan administrasi identitas diri di projek e-ktp? Alex sudah menyelesaikannya tanpa hambatan dengan data 4 kabupaten kota di palembang. Hidayat sama sekali tidak memiliki pengalaman ini yang ditakutkan akan menghambat laju perkembangan DKI ke depan.

Berpasangan dengan cawagub yang berlatar belakang dari unsur TNI menjadi nilai plus disebabkan cawagub memiliki kharisma personal dan integritas yang tinggi terhadap keamanan Ibu Kota. Ini dapat dilihat saat beliau masih aktif sebagai Letjen TNI mengatasi kerusuhan pada era  Reformasi 1998 lalu. Ini membawa angin segar bagi calon pemilih untuk sebuah kenyamanan dan keamanan hidup mereka di Jakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun