Mohon tunggu...
Tamam Malaka
Tamam Malaka Mohon Tunggu... social worker -

pejalan yang menyukai sunyi tetapi pun menyenangi keramaian alam pikir umat manusia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Majapahit Runtuh bukan Sebab Serangan Demak

7 Maret 2013   22:04 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:09 17189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Raden Patah dianggap anak durhaka dan tak tahu balas budi. Sudah diberi kekuasaan, malah menikam ayahandanya sendiri dari belakang. Ia menyerang dan hancurkan kerajaan Majapahit. Fakta sejarah ini sebenarnya yang tidak didukung oleh bukti-bukti yang akurat.

Fakta sejarah ini, terutama dicatat dalam naskah Darmogandul dengan tema Sabdopalon. Dikisahkan, Raden Patah dengan kerajaan barunya, yaitu Kerajaan Demak, menyerang Kerajaan Majapahit yang notabene dipimpin oleh ayah kandungnya sendiri, Prabu Brawijaya V.

Pada dasarnya, belum ada bukti konkret tentang kebenaran atas penyerangan Raden Patah atas Kerajaan Majapahit. Dalam catatan yang ditulis oleh Darmogandul, Raden Patah menyerang Majapahit dan mengakibatkan runtuhnya Majapahit adalah pada tahun 1478.

Padahal, sebagaimana disebutkan oleh Kitab Pararaton, pada tahun tahun tersebut—yaitu pada tahun 1478—Kerajaan Majapahit justru diserang oleh Samarawijaya dan tiga saudara-saudaranya, karena menganggap raja yang berkuasa di Majapahit, yaitu Raja raja Dyah Suraprahawa, tidak berhak atas tahta. Dyah Suraprahawa merupakan adik bungsu raja sebelumnya, yaitu Rajasawardhana.

Saat Rajasawardhana wafat, ia digantikan oleh Girisawardhana. Nah, setelah wafatnya Girisawardhana inilah, Dyah Suraprahawa tampil menjadi raja pengganti. Hal ini menimbulkan ketidakpuasaan putra-putra Rajasawardhana yang merasa lebih berhak atas tahta Majapahit.

Pemberontakan Samarawijaya atas Majapahit pada 1478 tersebut, mengakibatkan tewasnya raja Majapahit dan Samarawijaya itu sendiri. Dalam Kitab Pararaton kemudian disebutkan dengan, kapernah paman, bhre prabhu sang mokta ring kadaton i saka 1400 (“paman mereka, sang raja, mangkat di istana tahun 1478”).

Namun demikian, kemenangan telak dipegang oleh pasukan Samarawijaya. Hal ini bisa dibaca dalam prasasti Petak yang menuliskan ungkapan kadigwijayanira sang munggwing jinggan duk ayun-ayunan yudha lawaning majapahit (“kemenangan Sang Munggwing Jinggan yang naik-jatuh berperang melawan Majapahit”). Inilah akhir keruntuhan Kerajaan Majapahit yang sebenarnya. Para putra Rajasawardhana kemudian membentuk kerajaan baru di Dhaha, yaitu kerajaan Keling.

Pada saat yang sama, juga telah berdiri kerajaan Demak yang bercorak Islam sebagai kerajaan pertama di Jawa. Hubungan Kerajaan Demak dan Kerajaan Keling memanas, ketika Kerajaan yang dipimpin putra Rajasawardhana ini bersekutu dengan orang asing, yaitu Portugis. Karena persekutuan tersebut, Kerajaan Demak yang sudah dipimpin oleh Sultan Trenggono, menyerbu kerajaan Keling. Dan, berakhirlah kerajaan Keling.

Yang lebih mengenaskan, karena peralihan antara kerajaan Majapahit menuju kerajaan Demak, dihubung-hubungkan sebagai perang antar-agama, yaitu agama Hindhu-Budha yang dianut Majapahit dan Islam. Fakta yang berlebihan. Sebab, sebagaimana kerajaan-kerajaan di tanah Jawa di era-era sebelum-sebelumnya, persoalan agama sangat jarang menjadi pemantik konflik, apalagi sampai menyebabkan perang berdarah.

Keruntuhan Kerajaan Majapahit, tidak berkaitan dengan penyerangan Kerajaan Demak dengan alasan keagamaan. Tetapi, keruntuhan Majapahit lebih banyak disebabkan konflik berkepanjangan para pemimpin internalnya sendiri. Urusan-urusan kerakyatan jadi tak terabaikan, Negara pun tidak lagi hadir dalam melindungi rakyat.

Berdirinya Kerajaan Demak, kemudian menjadi harapan baru rakyat akan hadirnya perubahan yang lebih baik, damai, aman dan sejahtera. Dengan kata lain, tanpa diserang pun, Kerajaan Majapahit pasti akan runtuh sendiri karena sudah kronis dalam konflik tak berkesudahan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun