Akhir-akhir ini beberapa wilayah Kota Surabaya digemparkan dengan keramaian di jalanan. Hal ini dikarenakan adanya pengerjaan tunnel yang ditinjau langsung oleh Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi. Dikutip dari https://ugmpress.ugm.ac.id, secara harfiah, tunnel berarti terowongan. Terowongan adalah tembusan dalam tanah atau gunung (untuk jalan kereta api, mobil, air, dan sebagainya). Tunnel ini nantinya akan membentang di Jalan Joyoboyo, yang menjadi pemisah antara Terminal Intermoda Joyoboyo (TIJ) dan Kebun Binatang Surabaya (KBS). Dengan tujuan, untuk meningkatkan keselamatan para pengunjung dan meminimalisir kemacetan di kawasan KBS. Pengerjaan proyek ini dikerjakan Sabtu, 15 Juni 2024 dan diperkirakan selesai serta dapat digunakan Oktober 2024. Masyarakat antusias karena dirasa proyek besar ini dapat mengembangkan Kota Surabaya dengan beberapa proyek yang maju dan memberi kemudahan untuk masyarakat kedepannya. Eri Cahyadi pun mengatakan pembangunan tunnel ini diharap memudahkan kegiatan ekonomi masyarakat Surabaya kedepannya. Tapi ternyata dengan proses yang cukup lama, tidak hanya memakan beberapa minggu, tapi hingga berbulan-bulan, proyek ini memberi beberapa dampak kurang baik saat proses pembuatannya.
Pembangunan tunnel yang berpusat di depan Kebun Binatang Surabaya atau sekitar Jalan Joyoboyo diawali dengan dibangunnya tunnel-tunnel kecil bergilir dari satu wilayah Surabaya ke wilayah lainnya. Dengan adanya pembangunan, keadaan di sekitar proyek sedikit tidak kondusif dan akan memengaruhi aktivitas masyarakat sekitar. Jalanan yang dibangun tunnel ternyata memengaruhi kualitas air bersih di rumah-rumah sekitarnya. Air bersih tidak lagi mudah didapatkan oleh masyarakat. Beberapa warga mengeluh bahwa air yang awalnya bersih menjadi keruh atau butek. Tidak hanya itu, bahkan air hitam dan bercampur tanah menjadi suatu hal yang biasa, membuat masyarakat merasa segan untuk mandi atau bahkan mencuci. Inilah yang menyebabkan masyarakat berhak memberi kritik yang terjadi karena adanya pembangunan tunnel ini. Lebih parahnya, air akan berhenti mengalir bukan hanya selama beberapa jam tapi hampir 24 jam hingga lebih atau air mengeluarkan jumlah yang sangat sedikit dan menyulitkan aktivitas masyarakat Surabaya dalam menjalankan kehidupan sehari-hari.
Tidak hanya itu, saat proses pengerjaan tunnel, pohon-pohon di sekitar daerahku ditebang karena terletak dekat proyek pembangunan yang dapat mengganggu selama dibangunnya tunnel. Memang bukan tanpa alasan, tetapi hal ini dianggap mengubah estetika jalanan yang awalnya pohon tinggi dan daunnya rimbun menjadi kosong. Kota Surabaya yang dikenal dengan keasrian jalanan dan pepohonannya, hilang dalam sekejap waktu. Kota yang selalu memiliki dua matahari ini semakin gersang dengan berkurangnya pepohonan di sekitar jalan dan semakin meningkatkan polusi yang semakin membludak. Penanaman kembali pohon memang dilakukan, namun pohon yang ditanam tentunya kecil dan untuk tumbuh akan membutuhkan waktu yang sangat lama serta kurang membantu. Hal ini dirasa pemerintah kurang berpikir untuk waktu yang lama dalam penebangan pohon saat pengerjaan tunnel.
Selain saat pengerjaan proyek berjalan, hingga selesai pengerjaan pembangunan tunnel ini pun banyak hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut. Di akhir pengerjaan proyek tunnel, tanah yang tertimbun tidak dibereskan kembali. Bekas galian terowongan yang menumpuk mengganggu kenyamanan pengendara maupun pejalan kaki. Semen untuk menambal juga dianggap tidak rata yang merusak keindahan jalanan dan membuat pengendara tidak nyaman saat berkendara karena jalan bergeronjal, bahkan beberapa ditutup palang karena semen di jalan masih basah. Oleh karena itu, masyarakat harus mencari alternatif jalan lain yang menyebabkan macet kendaraan menumpuk di wilayah yang dijadikan alternatif dan akan menyulitkan masyarakat di wilayah tersebut. Kemacetan di kota Surabaya yang sudah tidak asing lagi semakin parah dalam waktu ke waktu. Bukannya memudahkan tetapi semakin menyulitkan masyarakat dalam berlalu lintas.
Dibuatnya tunnel mungkin akan berguna bagi kemudahan masyarakat kedepannya, tetapi alangkah lebih baik jika dalam prosesnya tidak menyulitkan warga sekitar. Misalnya, pemerintah memperingati terlebih dahulu jika akan ada perbaikan maupun pembangunan di suatu wilayah, sehingga masyarakat dapat antisipasi dengan menimbun air bersih lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan tidak kehabisan secara mendadak. Untuk masalah pohon yang ditebang, jika memang diperlukan untuk kemudahan menjalankan proyek, mungkin dapat dipilih pohon-pohon yang umurnya tua sehingga sekali mendayung dua hingga tiga pulau terlampaui dengan maksud, penebangan pohon untuk kemudahan proyek tetap terlaksana, sekaligus penebangan pohon untuk memudahkan proyek tetap terjadi. Hal ini bisa jadi pembelajaran kedepannya jika ada pembangunan tunnel lagi yang berada di jalanan terutama wilayah yang mendekati rumah-rumah warga sipil. Pemerintah harus lebih memperhatikan keadaan warga sekitar dan mengantisipasi kemungkinan buruk yang akan timbul selama proses pembuatan proyek-proyek yang akan dikerjakan lainnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI