Mohon tunggu...
Talitha Natha Fathinah P
Talitha Natha Fathinah P Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi - Digital Komunikasi - Universitas Mercu Buana

Nama: Talitha Natha Fathinah Pulungan NIM: 44523010084 Jurusan: Digital Komunikasi Mata Kuliah: PENDIDIKAN ANTI KORUPSI DAN ETIK UMB Dosen Pengampu: Prof.Dr. Apollo , Ak , M. Si. Universitas Mercu Buana

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kuis 2_Diskursus Edwin Sutherland dan Fenomena Kejahatan Korupsi di Indonesia

15 Desember 2023   07:38 Diperbarui: 15 Desember 2023   10:13 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nama: Talitha Natha Fathinah Pulungan
NIM: 44523010084
Jurusan: Digital Komunikasi
Mata Kuliah: PENDIDIKAN ANTI KORUPSI DAN ETIK UMB
Dosen Pengampu: Prof. Dr.Apollo, Ak., M.Si.
Universitas Mercu  Buana

Pendahuluan
Korupsi telah menjadi masalah kronis di Indonesia sejak lama. Sejak era Orde Baru hingga reformasi, praktik korupsi terus berlangsung di hampir semua lini birokrasi dan pemerintahan. Bahkan di era reformasi dan keterbukaan informasi saat ini, kasus-kasus korupsi masih sering terungkap dan pelakunya sudah sangat sistematis dan terstruktur.

Menurut survei Political and Economic Risk Consultancy (PERC), indeks persepsi korupsi Indonesia pada 2021 berada pada peringkat 102 dari 180 negara. Angka korupsi Indonesia juga tak kunjung membaik dari tahun ke tahun. Laporan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat kerugian keuangan negara akibat tindak pidana korupsi pada 2021 mencapai Rp17,8 triliun. Jumlah ini meningkat dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp14,5 triliun.

Tentu fenomena korupsi yang begitu masif dan sistematis ini perlu ditelaah dari berbagai sisi, baik sosiologis, politis, budaya, dan kriminologis. Salah satu teori penting dalam kriminologi yang relevan untuk memahami fenomena korupsi di Indonesia adalah teori Edwin H. Sutherland.

Edwin H. Sutherland adalah seorang kriminolog yang mengemukakan teori Asosiasi Diferensial. Inti dari teori ini adalah bahwa perilaku kriminal seseorang ditentukan dari proses belajar melalui interaksi dan asosiasi dengan orang lain yang memiliki norma-norma perilaku menyimpang atau kriminal. Apabila seseorang berinteraksi dan bergaul secara intensif dalam suatu kelompok yang memiliki dan mentransmisikan definisi-definisi yang menyimpang terhadap suatu tindakan, maka orang tersebut cenderung untuk meniru perilaku menyimpang atau kriminal dari kelompoknya. Sutherland merumuskan 9 proposisi dalam teori asosiasi diferensial ini:

  • Perilaku kriminal dipelajari.
  • Perilaku kriminal dipelajari dalam interaksi dengan orang lain dalam proses komunikasi.
  • Bagian yang paling penting dalam proses pembelajaran kriminal itu berlangsung di dalam kelompok hubungan dekat.
  • Bila terjadi perilaku kriminal maka hal itu dipelajari melalui dominasi aturan-aturan yang membenarkan pelanggaran hukum atas aturan-aturan yang melarangnya.
  • Arah sikap difasilitasi atau didorong oleh definisi menyokong atau tidak menyokong pelanggaran hukum.
  • Suatu kelompok menjadi kriminogenik bila frekuensi delinkuensinya lebih tinggi dibanding kelompok - kelompok lainnya yang sama dalam hal bagian dari elemen delinkuen dan nondelinkuen.
  • Proses pembelajaran perilaku kriminal melalui pergaulan dengan pola kriminal meliputi (a) teknik melakukan kejahatan dan (b) arah sikap, pembenaran, rasionalisasi, dan atitude.
  • Kejahatan ekspresif timbul dari frustasi akibat kegagalan mencapai kesejahteraan dan prestise. Kejahatan instrumen adalah akibat dari kesempatan untuk keuntungan pribadi dan juga kebutuhan.
  • Direktris utama pelanggaran hukum adalah kebutuhan dan kesempatan.

Konsep-konsep kunci dalam teori asosiasi diferensial adalah asosiasi diferensial itu sendiri dan definisi. Asosiasi diferensial merujuk pada pola pergaulan dan interaksi sosial yang cenderung berbeda di antara orang-orang yang terlibat dalam perilaku menyimpang dibanding orang-orang yang tidak terlibat perilaku menyimpang. Sedangkan definisi mencakup orientasi nilai, sikap dan pemikiran mengenai perilaku menyimpang atau kriminal, apakah hal tersebut dianggap benar atau salah.

Mengapa Penting untuk Memahami Fenomena Korupsi di Indonesia?

Canva by Talitha Natha
Canva by Talitha Natha

Teori asosiasi diferensial yang dicetuskan Edwin Sutherland pada awal tahun 1940-an adalah salah satu teori penting dalam kriminologi. Inti dari teori ini adalah bahwa perilaku kriminal seseorang dipelajari melalui interaksi dan asosiasi dengan orang lain yang memiliki norma, nilai, dan perilaku menyimpang.

Sutherland berpendapat bahwa seseorang akan cenderung terlibat perilaku kriminal dan melanggar hukum apabila lebih banyak berinteraksi dalam lingkungan yang menganggap perilaku kriminal tersebut dapat diterima. Pola asosiasi diferensial antara perilaku kriminal dan konformis inilah yang menentukan kecenderungan seseorang terlibat tindak kriminal atau tidak.

Teori asosiasi diferensial relevan untuk menjelaskan perilaku koruptif yang marak terjadi di Indonesia saat ini. Praktik korupsi yang sistematis dan meluas di berbagai lini birokrasi dan jabatan publik mengindikasikan bahwa pelaku telah mempelajari perilaku koruptif ini dari lingkungan sosial dan pergaulan mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun