Mohon tunggu...
amien istiarto
amien istiarto Mohon Tunggu... -

aku adalah aku

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Primitive Love 4

5 Januari 2012   08:00 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:18 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Angin berhembus kencang, seperti angin rebut saja. Suaranya bising, mengiang ngiang ditelinga. Suroloyo. Ini adalah tempat tertinggi di perbukitan menoreh. Sekaligus sebagai titik batas magelang, purworejo dan kulonprogo. Ditempat ini magelang terlihat begitu kecil, tak terkecuali candi borobudur. Candi peninggalan dinasti syailendra, yang dahulu saat jaman aku SD dulu termasuk salah satu keajaiban dunia. Candi dengan ukuran sangat besar, tinggi pula. Dari tempat ini, borobudur hanya terlihat hanya seukuran netbook 10 inci, Woww… Jika langit bersahabat, kita bias menikmati terbenamnya matahari di ufuk barat. Perlahan lahan dia menghilang ke balik pegunungan menuju peraduannya disertai memerahnya langit.

Di puncak suroloyo ini, toni sering menyendiri. Toni duduk di tepi jurang yang sangat curam, tinggi pula. Dia bisa duduk termenung hingga petang.. Di tempat ini toni bisa merasakan kedamaian, ketenangan. Suroloyo membuat toni bisa lebih banyak bersyukur pada keagungan Tuhan. Merasakan betapa kecilnya diri, betapa lemahnya hati, betapa bodohnya pikir. Sesekali waktu dia berteriak sekeraskerasnya hingga habis suaranya, hingga terasa ingin putus saja pita suaranya, seolah orang orang dibawah sana bisa mendengar suaranya, walaupun ia tahu bahwa itu tak mungkin. Itulah cara toni untuk menenangkan hatinya, menguragi sedikit beban di hatinya, meredakan gundah di hatinya, melepaskan sedikit penat.

Sejak winda menerima pinangan anto, toni semakin sering saja mengunjungi tempat ini. Dia seperti menemukan obat pereda gundah di hatinya, walaaupun hanya sebentar saja. Nyatanya Setelah turun, dan kembali ke jogja rasa gundah itu pasti muncul kembali. Entah apa yang ada dalam otaknya ketika merenung, tapi yang pasti tidak jauh dari winda. Sosok winda selalu berkelebat kelebat memenuhi ruang di pikirannya. Selalu tentang winda, entah berupa kenangan kenangan indah ataupun tentang penyesalan akan kesalahan yang ia lakukan. Winda, winda dan winda.

Kadang ia merasakan betapa cantiknya winda sekarang, betapa indah kehidupannya sekarang, betapa tenang dan nyamannya dia sekarang. Terkadang ia melihat senyum winda di otaknya, renyah tawanya, geliat tubuhnya ketika tawa menyeruak, cubitan mesra di pinggang toni.

Sesekali ia teringat ketika ia begitu mudahnya melepaskan winda untuk menerima pinangan orang lain. Teringat kenapa dulu dia tak mau berterus terang akan sakit yang dideritanya kepada winda. Yang tertinggal hanya penyesalan belaka dan tangis pedih karena sesak dihati.

Sebuah bayangan kisah penyesalan terbesit,

“Mas, kita nikah yuk” pinta winda

Toni hanya bisa geleng geleng kepala, menundukka kepala. “Aku tidak bias win, aku belum siap untuk itu.”

“Kenapa mas?”

“aku belum bias mengatakan itu kenapa win. Mungkin kamu perlu memikirkan kembali hubungan kita”.

winda hanya bias menahan rasa sesak dihatinya, tapi matanya tak bias berkompromi, air matanya tak terbendung, tangisnya pun hanya terisak isak.

“maaf win, aku belum bias mengatakan sekarang, jika kamu tidak bias menunggu, jika ada yang meminangmu kamu boleh menerima, aku akan melepasmu win”.

”knapa mas, apa bedanyadikatakan sekarang ataupun besok”

Tangis winda makin menjadi.

“kenapa kamu bias setenang itu mengatakannya mas”

“aku hanya ingin kamu tenang, win,, aku hanya menginginkan kebahagiaanmu win, karena….karena aku sayang kamu win, aku cinta kamu win.”(makan tuh cinta)

“aku berusaha untuk sadar diri win, pinter enggak, keren enggak, ganteng enggak, kaya juga tidak, ngalim apa lagi”, ucap toni seperti berbisik.

Sebenarnya toni pun sedang merasakan sesak di hatinya, menahan tangis keluar dari mulutnya, menahan sekuat tenaga agar bendungan di matanya yang mulai meluap tidak jebol. Dan untuk hal satu ini toni adalah jagonya, ia bisa menyembunyikan sesak hati dengan senyum, merahasiakan sakit denga tawanya.

“Badan kecil kerempeng begini, apa yang bisa kamu harapkan dariku win, tidak ada win…, tidak ada ” lanjut toni.

Toni terlalu fasih untuk mengatakan hal hal tentag kekurangan dirinya. Dengan tertunduk kepala, dan mata masih berair, winda meninggalkan toni sendirian terpaku di tempat duduknya menahan tangis dan cucuran air mata.

Toni tersadar dari lamunannya ketika suara nyaring dari sebuah sms masuk.

“lagi dimana mas, ntar malem maen kerumah ya”, begitu isi sms dari dewi.

“hufttt…” toni hanya bisa melenguh, kemudian mendongakkan kepala ke langit, mencoba berfikir tentang bagaimana membalas sms dewi itu. Sebenarnya toni lagi malas bertemu dewi, suasanan hatinya sedang kacau karena hanya ada winda dan winda dalam pikirnya.

“ya Allah, apa yang harus kulakukan saat ini, aku tidak bisa menolak permintaan dewi, tapi aku juga belum bisa menerimanya sepenuh hati”

Langit suroloyo telah memerah, Toni beranjak berdiri dari tempat duduknya, dibentangkan kedua tagannya, dengan mata terpejam toni menarik napas dalam seolah sedang menikmati sedjuk udara pegunungan. Seketika itu ia berteriak, “aaaaaaaaa……..aaaaagggghh.” kerongkongannya terasa perih, napasnya habis, dan ia terengah engah. Setelah tenang, dipungutnya ponsel yang ia letakkan di samping kanan tempat duduknya.

“yaa, insyaAllah aku datang nanti malam, tapi aku tidak bisa janji, coz aku sekarang tidak di jogja, akan kuusahakan”

“disempatkan ya mas, ibu kangen katanya….:)“, begitu sms balasan dari dewi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun