Aku melihat bulan itu muncul dari ufuk tenggara, tak lama setelah pelangi di senja bersama bidadari berkemas
Aku, seorang penyair yang tak mampu menuangkannya dalam kata-kata, terdiam dalam bisu yang menyiksaku, terperangkap dalam kegelapan
Sajakku memang bawel Kawan! Bagai buluh perindu mengusik kalbu
Jalanan sudah mulai ramai, dipadati mesin-mesin, sirine ambulans lalu lalang dari segala arah.
hari ini penulis buku itu melambai pada lembar terakhir namanya menyeringai
enulis Sebuah sudut perpustakaan ada sebuah taman buatan, bunganya disiram tiap hari
Aku mencarinya kemana-mana tidak ketemu, entah di tangan mana gerangan buku tua itu,
Kita tak pernah tahu apa yang telah terjadi atas diri kita di masa lalu, atau apa yang akan ada di masa depan.
mengalir mengikis, pada sungai yang dipertemukan akar-akar dengan batu cadas.
Andai kau Juli, aku ingin jadi hari-hari yang setiap saat bisa kita hitung bersama perkara-perkara waktu.
Melihat matahari itu tenggelam, mataku terpejam, seakan ditelan lautan yang luas, aku menahan nafas beberapa saat merasakan
Entah sampai kapan hatiku membatu, katamu tanpa ragu, lalu aku merayumu, sebab aku sendiri tak tahu
Sepertinya kau juga butuh hujan seperti jalan raya, atau embun saja untuk mendinginkan ubunmu Ming.
Hari ini kau mengabarkan kehilangan sajak, kini diksi yang pernah kau tulis telah dicuri orang-orang, tentu tidak bijak
Ruang kerja dan taman saling berdampingan, di ruang kerja jangan biarkan kertas berserakan.
Kita adalah rencana yang tersusun di kalender, yang telah dilingkari dengan penuh warna-warni
Kau adalah Minggu di depan mata yang selalu ingkar janji untuk bersama
Berlari sendiri, dokumentasi penulisBersama bulan juli, ada lantunkan doa dalam sunyi.sebab kita telah memilih jalan sunyi dengan puisi.di dalam bait&
Mata air kebenaran akan mengairi berbagai air yang keruh
Kenapa kata tanya diawalai dengan huruf T Tanpa ada jarak dari huruf ke huruf yang membuatku polos atau keliru menurutmu