Aku sendiriUdara sejuk menelusuri relung hatiKutengadah menyaksikan awan berarakLangit diam membiarkan angin menyapuDan mengiklaskannya menjadi hujanA
Refleksi diri menuju menangaku duduk diamberusaha berguru pada alampada matahari yang selalu datang tepat waktuyang rela menerangi semestaaku menghela
Janji bertemu kembali.Aku benar-benar terdampar di siniRumah yang sering dikunjungiRamai namun sepiHanya sunyi yang memberikan senyuman.Teringat perju
fajarembun menetes dari dedaunanangin bertiup segarberharap pagi yang cerah datangfajaradzan berkumandang dari surau mengingatkan untuk bersyukur
Pada Hujan Aku BerceritaAngin lembut berdesirMenemani sang waktu yang terus mengalirSemua berjalan sesuai kehendak yang kuasaTetiba awan hitam nampak
Suatu pagi saat beban semakin berat dan hanya Tuhan saja yang tau.Asap mengepul dari secangkir kopiSimbol kehangatan sejatiAda di mejakuAda di antara
Tanya tak bertepiRasa sepi bergelayutBawa kalbu makin hanyutDatang saat yg dicinta pergiEntah selamanya atau hanya sementaraTak semua bisa memahamiArt
MENERIMA DIRI APA ADANYAJangan tanya mengapa daun gugurUsahlah cari tau mengapa ada air mata mengucurSemuanya telah terukurLilin menyalaMembiarkan dir
MENYAPA PENCIPTA SEMESTAHening tanpa angin Kering tanpa hujanTetiba petir bergemuruh pelanBegitulah sang pencipta bila
BILA RINDU MENYAPARinduSebuah kata tentang tungguBersahabat dengan waktuDan bahkan jadi suatu belengguKala rindu menyapaRasanya ingin jasad melesatSek
kopi bukan hanya menghadirkan inspirasi, namun juga menghasilkan puisi.
DokpriEntahlahSenja bergeser jadi kelamBergulat pada pekat malamDan aku semakin tenggelamSendirian dalam gamang yang kian mencekamSenja sudah te
Oh, Embun…Jangan tinggalkan aku pada pembukaan pertama dari kelahiran puisiku...Jangan biarkan puisiku pupus tanpa kehadiranmu di sisiku...
Moving on bukanlah lari dari masa lalu yang menyakiti
Tak diketahui dasar telaga pada tenangnya permukaannya