Hingga Kapan?Karya : Naila Anis SakhilaAku ingin bercerita setiap harinyaBahkan setiap waktunyaNamunAku sesalalu kehilangan kesempatan ituDan yahKetik
Mawar merah ituKini hampir layuTak segar seperti duluAngin berhembus bawa sisa aromaDaunmu masih hijauKuncup baru akan gantikanmuKisahmu akan terekam
di tepi jalan berdebutumbuh bunga keciltak pernah dilihat oleh mata tergesatak pernah dsentuh tangan yang sibukmekar dalam sunyisenyap diantara kerama
fajar tegantikan pagitercium aroma tanah yang masih basahsisa hujan semalam diambutiran mutiara kecil di kelopak kamboja merahtetes bening itu bergeta
berdiri sendiri,membiarkan rintik menari di wajahnya,menatap langit,seakan mencari jawabandari ribuan tetes yang jatuh tanpa henti.hujan membasuh lela
berjalan di samping kita,sangat sunyi di jalan waktu,membentang panjang di bawah matahari,memudar lembut di bawah rembulan.bayangan diri,mengikuti ke
Jemariku sibuk membentuk dirimuLipatan kertas berubah menjadi kupu-kupuTerbang dalam diam, menari di ruang senyapSetiap sayap, diukir cerita yang tak
Bangku kosong itu aku. Menunggu dengan rasa tak tentu.
Mencoba menepiLelah sudah kejar dikabukannya ingin iniMulai menata hatiDuduk dalam diamMengingat semua peristiwa yang terekamSemua hasrat hanya bisa m
Angin semilir mengayunkan dedaunanLembut menerpa wajahKupandang sang pemancar cahaya malamDalam sendiri yang heningBercerita tanpa kataTentang senyum
Merambat pelanMenyelinap dalam hati yang rentanBagai kabut yang menutup jalanRumah bagi sang rinduTempat bercerita dengan keluTersembunyi pada ribuan
Memberi cahaya pada semestaLaksana lentera yang sempurnaDalam sunyi tanpa kata-kataLembut membelai dan pelukan pada jiwa-jiwa rentaKadang datang denga
Kulangkahkan kaki ke siniAda rindu yang terselipTawa riang menyambutkuYang hanya bisa kurasa di hatiDamailah dalam abadi Dalam pelukan IllahiAku
Fajar menghilangTergantikan pagi datangGelappun berubah terangNamun tak membuat riangLelah dengan dramaBosan dengan siasatnyaTak lagi kupeduliBiarlah
Mencoba melangkahBerlari tanpa kenal lelahTak peduli biarpun jalan akan terbelahTerus berpacu tak ada sergahOh ternyata kehilangan arahTersesat di hut
Selepas hujan soreJejak air hujan masih basahi jendela kacaPetrichor tak lagi menyapaJalanan basah bersama temaramnyaSenja berembun sisakan lukaDedaun
Tak semua dermaga berharap kapal yang sama pulang.
Aku,Menelan meski tersedakAir mata yang membatuTeriakan yang membisuHabis aku dilumat malamYang tidak peduli kejamDi dalam aku,Ada hati yang tiada kua
Aku sendiriUdara sejuk menelusuri relung hatiKutengadah menyaksikan awan berarakLangit diam membiarkan angin menyapuDan mengiklaskannya menjadi hujanA
Refleksi diri menuju menangaku duduk diamberusaha berguru pada alampada matahari yang selalu datang tepat waktuyang rela menerangi semestaaku menghela