Nama tak lagi menemukan tuannya, dan suara kehilangan wajahnya.
Cinta belum jadi tubuh, tapi sudah terasa getir di lidah sunyi.
Di antara cahaya dan kehilangan, musafir itu berjalan tanpa nama.
Lolongan jiwa dalam kandang cahaya. Baca selengkapnya di sini
Ketika jantung adalah satu-satunya Tuhan yang bisa kumiliki, aku berdiri di antara keheningan dan kehancuran, menunggu cahaya yang tak pernah datang.
Sebuah puisi tentang cinta yang membakar tubuh, memeluk kehancuran, dan tetap berharap dari dalam kekosongan.
Tubuhku museum gejala; tak satu pun pengunjung tertarik.
Puisi ini bukan sekadar kata-kata. Ia retak. Ia menggulung. Ia berdarah.Puisi ini bukan sekadar kata-kata. Ia retak. Ia menggulung. Ia berdarah.Pu