Mohon tunggu...
Tabrani Yunis
Tabrani Yunis Mohon Tunggu... Guru - Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Anak dan Remaja Generasi Pelurus

15 Januari 2016   20:18 Diperbarui: 16 Januari 2016   12:50 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Dengarlah aspirasi anak"][/caption]Sore ini, sambil menyeruput segelas kopi Arabica Gayo dengan varian nama black coffee, di sebuah warung kopi di jalan Prof. Ali Hasyimi, Lamteh, Banda Aceh, tiba-tiba dalam pikiran saya bergelayut ungkapan menarik dari seorang anak SMA Negeri 4 Banda Aceh. Saya teringat dengan kata-kata Adelia Nurfani bersama Mursal. Hmm, berkali-kali kata itu melayang-layang dan bergelayut di pikiran. Aku pun melakukan flash back, sebut sajalah rewind.

Ya, hari itu tanggal 22 Desember 2015. Tanggal itu biasanya diperingati sebagai hari ibu. Banyak orang yang melakukan selebrasi, merayakan hari ibu di mana-mana di Indonesia, termasuk di Aceh. Namun, pada hari itu, Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, sebagai sebuah LSM yang bekerja untuk bidang pemberdayaan dan penguatan perempuan, remaja dan anak di Aceh,  menerbitkan majalah POTRET, majalah Anak Cerdas dan www.potret-online.com melakukan sebuah aktivitas yang bernuansa global. CCDE bekerja sama dengan ECPAT Indonesia mengadakan sosialisasi tentang tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable development Goals) yang disingkat dengan SDGs.

Ketika melakukan kegiatan brainstorming yang dilakukan dengan cara tanya jawab interaktif antara para remaja dan peserta dengan guru dan nara sumber, ada banyak persoalan remaja yang berhasil diidentifikasi oleh anak-anak dalam kaitannya dengan pembangunan, termasuk apa yang sedang disosialisasikan dengan agenda tujuan pembangunan berkelanjutan (sustainable development goals) tersebut. Terkait dengan  tujuan pertama dari SDGs, yakni  no poverty dan no hunger.

Ya persoalan kemiskinan dan kelaparan, menurut para remaja ini sesungguhnya  di negeri ini masih sangat banyak anak yang menderita karena hidup miskin dan terpaksa hidup lapar, karena kebobrokan akhlak para penguasa yang melakukan korupsi dan menghambur-hamburkan uang Negara dan sebagainya. Begitu pula janji atau ikrar dari SDG yang mendorong adanya pendidikan yang berkualitas, menuru mereka saat ini pendidikan di Indonesia dan di banyak negera yang masih tergolong belum maju, anak-anak masih dijadikan sebagai kelinci percobaan. Kurikulum pendidikan pun terasa sangat memberatkan mereka.

[caption caption="Libatkan anak dalam proses pembangunan"]

[/caption]Jadi, negeri ini sesungguhnya sudah sangat bobrok, begitu ungkap Adel dan Mursal saat memandu acara yang pesertanya anak-anak SMA tersebut. Anak dan remaja sebagai generasi baru, terus diwariskan dengan berbagi perilaku dan tindakan buruk yang bisa jadi diwariskan oleh generasi tua, seperti merebak dan membudayanya tindakan korupsi, kekerasan, pemiskinan dan sebaganya. Praktek politik busuk juga terus menjadi harta warisan. Maka, anak-anak dan remaja sebagai generasi yang akan menggantikan mereka, para generasi tua, merasa berat untuk mewarisi sebuat sebagai generasi penerus, tetapi lebih baik menjadi generasi pelurus.

Benar juga kan? Mungkin inilah salah satu alasan mengapa Adelia Nurfani dan Mursal  siswa SMA Negeri 4 Banda Aceh yang membawa acara itu menyampaikan bahwa remaja saat ini sebenarnya dihadapkan  pada kondisi buruk dan berat. Keberadaan para remaja sesungguhnya janganlah menjadi generasi penerus, tetapi generasi pelurus. Alasannya kalau generasi penerus, maka tugas kita adalah meneruskan apa yang sudah ada. Generasi penerus akan meneruskan dan mendapat warisan dengan segala bentuk perilaku buruk.

Nah,  sebagai generasi penerus, remaja akan  melanjutkan perilaku buruk pejabat, birokrat seperti korupsi dan lainnya. Oleh sebab itu, para remaja harus memposisikan diri  sebagai  generasi pelurus. Artinya, di pundak generasi muda atau para remaja ada beban dan tanggung jawab untuk meluruskan kembali perilaku buruk yang sedang menggerogoti bangsa ini. Beban dan tanggung jawab ini menjadi sangat berat bagi anak-anak di masa depan, bila ingin membawa bangsa ini menjadi lebih baik ke depan.

Sangat masuk akal bukan? Ya, tentu saja. Padahal mereka masih tergolong anak-anak, namun sudah berpikir realitas dan berorientasi ke masa depan. Sayangnya pemikiran dan aspirasi orang muda yang masih tergolong anak-anak seringkali tidak dijadikan sebagai referensi dalam pembangunan. Seringkali kita mengabaikan partisipasi anak dalam berbagai sektor kehidupan, termasuk dalam merancang pembangunan. Posisi anak selalu menjadi objek pembangunan, bukan sebagai subjek. Padahal, sesungguhnya anak-anak, berapa pun usianya, mereka punya kebutuhan dalam pembangunan. Mereka punya masalah dan juga punya harapan yang mereka ingin capai saat in dan juga di masa depan. Terbukti, ketika sesi identifikasi persoalan yang dialami atau dihadpi anak-anak dan remaja,  para peserta yang  jumlhanya lebih 25 anak usia 15 tahun yang masih berstatus siswa SMA  kelas I dan dua dari 10 SMA se kota Banda Aceh, memaparkan banyak sekali persoalan remaja yang juga harus diluruskan ke depan. Apalagi kalau dikaitkan dengan pencapaian tujuan sustainable development goals (SDGs)  tersebut.

[caption caption="Selayaknya anak didengar"]

[/caption]Agaknya, ungkapan anak atau remaja sebagai generasi pelurus, memang diharapkan dapat meluruskan kembali jalannya perahu retak dengan mentalitas penungpang yang juga rusak ini. Selayaknya, apa yang diungkapkan oleh anak-anak remaja akan kondisi kekinian dan masa depan bangsa, harus menjadi pemikiran bersama. Hak ini, mengingatkan saya akan pentingnya pemerintah mendengar dan menggali aspirasi anak, aspirasi para remaja, generasi muda dalam mendesain model pembangunan berkelanjutan di negeri ini, agar Indonesia bukan menjadi perahu retak dengan para penumpang yang rusak-rusak di masa depan. Sebaiknya mereka dilibatkan dalam proses pembangunan sebagai subjek, bukan sebagai objek pembangunan. Mari kita berpikir dan bertindak lebih bijak, kini dan di masa mendatang. Wujudkan impian mereka untuk menjadi generasi pelurus.

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun