Mohon tunggu...
Tabrani Yunis
Tabrani Yunis Mohon Tunggu... Guru - Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kecil-Kecil Bicara Politik

11 April 2019   20:39 Diperbarui: 11 April 2019   20:44 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh Tabrani Yunis

Hari ini, sekitar pukul 14.00 siang, aku mengantarkan anakku Ananda Nayla  yang masih kelas IV MIN ( Madrasah Ibtidaiyah Negeri) itu ke rumah temannya. Kebetulan temannya Putri berulang tahun. Nayla sudah menyiapkan sebuah kado Ultah temannya itu. Di kado yang berukurang 30 x 40 cm itu ditulisnya dua kata menarik yang datang dari pikirannya. 

Aku membaca dengan jelas, " Teman sejati". Aku tidak bertanya padanya Apa maksudnya ia menulis kata-kata itu di kado yang ia bawa, karena aku sebenar juga sedikit berdecak kagum, karena idenya itu murni dari dirinya, tanpa bertanya pada diriku. 

Aku tahu kalau selama ini Nayla memang tergolong kreatif. Ia suka sekali melakukan eksperimen dan bahkan mengutak-atik handphone hingga bisa membuat video dan melakukan editing sendiri. Padahal ia tidak belajar dariku tentang itu. Mungkin karena anak-anak sekarang adalah anak yang lahir di era digital, secara autodidact ia mampu melakukan itu.

Nah, ketika di perjalanan mengantarkan Nayla ke rumah temannya itu, tiba-tiba saja ia melihat spanduk calon President kita. Sontak ia bertanya, kalau ayah nanti ikut memilih pada tanggal 17 April, ayah pilih siapa? Aku memberikan jawaban, itu rahasia nak. Pilpres dan Pemilu itu menganut azas langsung, umum, bebas dan rahasia. Jadi, ayah tidak boleh menceritakan kepada siapa-siapa tentang pilihan ayah. Ayah juga tidak boleh meminta dan mengajak orang lain untuk ikut pilihan ayah. Kalau itu ayah lakukan, ayah sudah menyalahi aturan. Begitu penjelasanku pada Ananda Nayla yang masih berusia 11 tahun itu.

Tiba-tiba saja, aku terperanjat dibuatnya. Ia malah mewanti-wanti saya untuk tidak memilih pasangan Jokowi. " Ya ayah, dont vote Jokowi, ujarnya. Langsung saja aku bertanya kepadanya, why? Ya kenapa? Aku bertanya dalam bahasa Inggris, karena ia sehari-hari berbahasa Inggris denganku dan adiknya.

Ia pun memberikan jawaban yang mengejutkan. Katanya, kalau pilih Jokowi, nanti ia akan menambah banyak orang Cina di negeri kita dan juga akan menambah utang luar negeri.

Shiit, batinku berkata. Dimana ia tahu kalau Jokowi akan membawa orang Cina dan bagaimana ia tahu kalau sekarang di era Jokowi ini utang negara kita semakin banyak?

Wah, celaka. Bagaimana anak sebesar ia bisa bicara soal itu? Karena penasaran, aku mencoba menggaali pengetahuannya tentang apa yang ia katakan itu. Soalnya, setahuku ia belum mengenal isu politik seperti halnya orang-orang dewasa yang kini sedang banyak bicara politik.  Langsung saja aku bertanya, kamu tahu apa tentang itu? Bagaimana kami bisa sarankan ayah untuk tidak memilih pasangan Jokowi, lalu soal Cina dan utang luar negeri pemerintah kita?

Ia pun menjelaskan bahwa itu adalah cerita dari teman-temannya di sekolah. Nah, sebagai orang tua, aku memang harus hati-hati benar bersikap. Ya, aku juga harus bijak. Aku sendiri boleh dikatakan tidak pernah ngobrol soal politik seperti itu dengannya di rumah. Maka. Aku berbalik bertanya apakah kamu yakin dengan cerita temanmu itu? Ia dengan yakin berkata, ya ayah. Aku percaya dengan apa yang diceritakan temanku, katanya. Buktinya, selama ini apa yang diceritakannya itu benar semua. Aku pun tertegun dan tiba di rumah temannya. Aku menurunkan ia dan langsung kembali pulang ke toko POTRET Gallery di jalan Prof Ali Hasyimi, Pango Raya, Banda Aceh itu.

Apa yang membuat aku tertegun adalah pada anjuran dan alasannya soal orang Cina dan utang negara itu. Bukan hanya merasa terheran pada Nayla yang setahuku tidak mengenal politik, tetapi ia suka dengan ketrampilan tangan. Sambil mengemudi mobil menuju toko,di sepanjang jalan hatiku bertanya, bagaimana hal-hal yang sifatnya terasa rasial itu bisa berkembang? Bukankah itu bisa menumbuhkan sikap yang kurang baik bagi anak-anak seumur Nayla? Lalu, salahkah mereka? Aku pun tidak berani menyalahkan mereka, karena mereka sedang belajar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun