Mohon tunggu...
Tabrani Yunis
Tabrani Yunis Mohon Tunggu... Guru - Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Artikel Utama

Alhamdulilah, Najla Bisa Gunakan Kursi Roda di Hari Raya

14 Juni 2018   01:33 Diperbarui: 15 Juni 2018   11:44 2658
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah itu, komunikasi kami sempat terputus. Mungkin karena kedua pihak, kami dan Pak Iromi sedang sibuk dengan urusan masing-masing. Namun, mengingat ini bulan Ramadhan, kami mengirimkan pesan pada Pak Iromi dengan sapaan, apa kabar? Sapaan itu, kemudian ditanggapi Pak Iromi. Ia memohon maaf. " ... mohon maaf Pak, kalau bapak ada waktu, besok, Jumat, kita berkunjung ke rumah Najla. Namun, sebelumnya, besok pagi jam 9, akan saya pastikan dulu ada orang di rumah atau tidak. Besok akan saya kabari Pak Tabrani lagi..."

Karena ingin segera bisa bertemu Najla, kami setujui waktu ke rumah Najla pada pukul 09.00 pada hari Jumat, 8 Mai 2018. Lalu, pada pagi hari Jumat itu, Pak Iromi kembali mengirimkan pesan. "Pak, hari ini keluarga Najla ada di rumah... jam berapa kira-kira Pak Tabrani akan berkunjung?"

Menjawab pertanyaan itu, kami mengatakan, ya sekarang. Kami pun mengambil dan membawa langsung kursi roda yang disimpan di lantai II POTRET Gallery di Jalan Prof. Ali Hajsmy, Pango Raya, Banda Aceh itu. Iqbal dan Muhajir menaikannya ke mobil POTRET yang sudah siap untuk berangkat ke desa Blang Cut Lhueng Bata yang jaraknya hanya beberapa kilometer saja itu. Dalam waktu hitungan menit, kami tiba di rumah Najla, yang letaknya persis di belakang SMA Negeri 11 Banda Aceh.

Doc. Pribadi
Doc. Pribadi
Ketika kami tiba di lokasi, Pak Iromi sudah duluan datang dan menunggu kami. Turun dari mobil, kami langsung menuju sebuah rumah dengan konstuksi kayu, berupa rumah kopel yang terasa lumayan sempit itu. Kami dipersilakan masuk oleh ibunya Najla dan duduk bersila di lantai. Sementara Najla melihat kami dengan rasa takut. 

Ia berkali-kali bertanya pada ibunya tentang kedatangan kami dengan bahasanya yang sulit dipahami itu. Setelah ibunya meyakinnya bahwa kami bukan dokter atau tenaga medis, Najla mulai diam. Kami pun mulai berbincang-bincang dengan ibunya Najla. Karena kedatangan kami untuk melakukan verifikasi, maka kami meminta penjelasan mengenai kondisi Najla kepada ibunya, Tina.

Bu Tina menjelaskan panjang lebar tentang anaknya Najla yang masih berumur 7 tahun itu dan merupakan anak ke 5 dari lima bersaudara. Najla adalah anak yang paling kecil dan memiliki hidup yang berbeda dengan abang dan kakaknya. Walaupun sudah umur 7 tahun, Najla tidak bisa berjalan, tidak bisa berbicara dan hanya bisa beringsut dan tidur.

Kondisi ini pula yang membuatnya harus selalu digendong oleh ibunya. Nah, menurut dokter, Najla menderita penyakit yang disebut celebral palsy, suatu kelainan pada gerakan dan postur tubuh yang tidak agresif akibat cedera pada susunan saraf pusat. Akibat defisit motorik sentral.

Akibatnya, Najla menjadi tidak progresif sehingga melahirkan kondisi retardasi mental berat, sebuah kondisi di mana rendahnya kecerdasan dan sulit beradaptasi dengan kehidupan sehari-hari. Pun demikian, gadis kecil bernama lengkap Najla Wafiyyah, tetap menjadi karunia Tuhan terindah yang selalu dijaga dan disyukuri keluarga Bakri dan istrinya Tina. Najla menunjukkan perilaku yang berbeda sejak berusia 18 bulan. "Itu juga setelah Najla drop dan harus rawat inap di rumah sakit selama 40 hari berturut-turut".

Sejak saat itu, orang tua Najla rutin membawanya ke rumah sakit guna melakukan i'isrotcrapi anak. Jadwalnya pun sudah menentu, dua kali dalam seminggu, setiap Selasa dan Kamis di Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSlA) Banda Aceh. Tidak hanya itu, mereka juga harus ke Rumah Sakit Umum Zainal Abidin sekali dalam sebulan untuk melakukan kontrol saraf dan mengambil obat rutin, lanjut Tina.

Usai mendengar cerita itu, kami bertanya apakah selama ini pernah mendapat bantuan kursi roda? Bu Tina menjawab, pernah ditawari kursi roda, namun karena Najla masih sanggup digendong, maka Bu Tina tidak mengambil kursi roda, malah Bu Tina mengatakan, masih ada orang lain yang sangat mebutuhkan. Maka, dahulukan mereka. Namun, saat ini sejalan dengan semakin besarnya Najla dan tidak bisa lagi digendong, maka kami mohon bantuan kursi roda. Najla suka jalan-jalan melihat teman-teman sebaya bermain. Agar ia bisa menikmati itu, maka diperlukan satu kursi roda.

Tentu banyak hal yang kami tanyakan. Keputusan harus dibuat. Oleh sebab itu, setelah verfikasi dan mempertimbangkan alasan-alasan sesuai persyaratan, kami menyatakan bahwa Najla bisa kami bantu sebuah kursi roda. Alhamdullilah, ujar bu Tina. Lalu, Iqbal dan Pak Iromi menurunkan kursi roda dari mobil POTRET dan membawa masuk ke rumah Najla.

Kami membuka kardus dan mengeluarkan kursi roda tersebut ada di dalam kardus besar itu. Lalu, ibunya Najla, mengajak Najla mengucapkan terima kasih. Ya terima kasih kepada semua pihak yang sudah membantu program 1000 sepeda untuk anak yatim, piatu, miskin dan anak-anak disabilitas di Aceh agar bisa mengakses sekolah dengan bersepeda dan kursi roda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun