Mohon tunggu...
Tabrani Yunis
Tabrani Yunis Mohon Tunggu... Guru - Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Untungnya Istri Punya Penghasilan Sendiri

26 Mei 2018   22:41 Diperbarui: 27 Mei 2018   12:14 3183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh Tabrani Yunis

Usai aku merampungkan tulisan berjudul " Tulisanku Lenyap. Aduh, Kemana Ya" yang aku posting di Kompasiana pada pagi Sabtu, 26 Mei 2018, istriku Mursyidah meminta aku mengantarkannya ke dokter kecantikan. Ajakan itu aku iyakan. Artinya aku tidak keberatan, apalagi ke dokter kecantikan, aku selalu bersedia. Istriku tahu kalau aku suka bila dia selalu tampil cantik dan menarik, walau sebenarnya usiaku sudah kepala lima. 

Dia pasti tahu, aku suka melihat yang cantik. Ya wajar saja, aku masih normal bukan? Aku masih tertarik melihat perempuan cantik. Ya, sangat benar. Buktinya, mataku sering melirik kepada setiap perempuan cantik yang lewat atau kutemui saat berjalan atau di mana saja. Sekali lagi itu, hal yang lazim terjadi pada kebanyakan laki-laki. 

Bukankah di dalam kehidupan kita sering kita temukan dan dengar ungkapan, rumput tetangga lebih hijau dari rumput kita? Begitulah adanya. Terserah mau katakan aku lelaki yang playboy. Namun, jujur saja, aku suka melihat dan melirik pada perempuan cantik, karena aku masih normal.

Setelah aku anggukan ajakan istri, dari layar CCTV, aku melihat di toko POTRET Busana sudah banyak pelanggan yang datang bersama keluarga untuk membeli pakaian kebutuhan hari Raya Idul Fitri. Karena sudah ramai yang datang, aku hanya menyampaikan kepada istri bagaiamana baiknya. Kalau aku antar sekarang, sementara pelanggan sudah berdatangan dan harus dilayani, maka urusan ke dokter kecantikan ditunda sebentar, hingga mereka selesai belanja. Istri sepakat dan mendatangi pelanggan.

Ternyata, belum lagi rombongan pelanggan pertama selesai belanja, sudah datang lagi langganan lain yang datang bersama keluarga juga. Mereka masuk ke toko dan duduk bersimpuh, lesehan memilih sejumlah pakaian untuk keluarga. 

Enaknya mereka belanja di POTRET Busana yang bersebelahan dengan POTRET Gallery tersebut, para pembeli yang datang membawa anak, bisa duduk lesehan, berlama-lama memilih sejumlah pakaian. Mereka sangat betah, karena sekali belanja bukan hanya untuk satu anak, tetapi untuk seluruh keluarga. Jadi ibarat kata orang seberang dengan sebutan " One Stop shopping ". Mereka pun tidak harus capek-capek keliling pasar yang hasilnya belum selengkap di POTRET Busana.

Aku berbisik kepada istri sambil diikuti rasa tawa, " tampaknya kita baru bisa ke dokter siang". Benar, sahutnya. Ya, kita tunggu pukul 15.00 WIB saja. Ternyata, pukul 15.00 WIB pun terlewati beberapa menit. Kami meninggalkan toko POTRET Busana yang letaknya sedinding dengan POTRET Gallery di jalan Prof. Ali Hasyimi, Pango Raya,Banda Aceh itu. Kami mengajak kedua anak yang masih kecil, Ananda Nayla dan Aqila Azalea Tabrani Yunis untuk ikutan. Mereka pun ikut kami.

Setelah menempuh perjalanan sekitar 20 menit, kami tiba di tempat praktik dokter kecantikan tersebut. Istriku turun dari mobil dan langsung masuk ke praktik dokter tersebut. Aku dan kedua anakku menunggu di mobil yang diparkir dekat pagar di pinggir jalan. Sekitar 15 menit menunggu, istriku keluar menuju mobil.

Aku melihat ia membawa sesuatu. Ya, di tangannya ada jinjingan berisi obat kosmetika dalam bentuk kemasan warna putih. Ia pun masuk ke mobil. Lalu, ketika sudah duduk di mobil aku iseng bertanya, berapa harganya obat kosemyik yang ua bawa. Cuma 600 ribu, jawabnya. Ouh, Enam ratus ribu? Ya, jawabnya. Mahal juga ya? Tanyaku. Masih ada yang lebih mahal lagi, tambahnya. Aku hanya mengangguk-angguk.

Seingatku, ini bukan pertama kali aku mengantarkan istriku ke dokter kecantikan itu. Ya, sudah beberapa kali. Nah, kalau sekali ambil obat saja, sebanyak 600 ribu, belum lagi konsultasi, pasti lebih mahal lagi, batinku. Tapi, selama ini, hingga hari ini, Istriku tidak pernah meminta aku membayarkannya. 

Dia menggunakan uangnya sendiri. Padahal, sebagai seorang suami seperti aku yang suka melihat dia cantik, harusnya membiayai semua pengeluaran untuk perawatan wajah dan kulitnya. 

Terus terang sejauh yang aku pelajari, itu adalah bagian dari tanggung jawabku sebagai suami. Benar. Aku sebagai suami punya tanggung jawab untuk itu semua. Namun, aku tidak berani menawarkan ia uang sebagai ganti uang yang dikeluarkannya untuk membeli semua obat dan kosmetikanya. Aku merasa malu sendiri. Lebih baik diam, tapi aku harus mengerti.

Dengan apa yang aku temukan hari ini, aku menjadi lebih sadar, karena selama ini hal-hal semacam ini tidak menjadi perhatianku. Aku lupa bahwa sebenarnya kebutuhanku sebagai laki-laki dibandingkan kebutuhan perempuan itu sangat berbeda. Ya, hitung, hitung, kebutuhan pakaianku yang aku pakai cuma perlu 4 saja.

Aku hanya perlu baju, celana dalam, celana dan sandal. Sementara Istriku atau perempuan secara umum, pada tubuhnya melekat banyak kebutuhan mulai dari ujung kaki, hingga ujung rambut. Mereka tidak cukup hanya dengan baju, celana dalam, celana atau rok dan sandal saja, tetapi masih banyak lagi yang harus dimiliki.

Jadi, kebutuhan perempuan jauh lebih besar dari kebutuhan laki-laki. Apalagi kalau kita ingin istri tampil cantik serta harum merebak, pasti biayanya jauh lebih besar.

Pertanyaannya bagaimana perempuan bisa memenuhi semua kebutuhan tersebut, apalagi untuk menjaga tetap cantik dan menarik? Pasti memerlukan biaya yang besar setiap bulan. Dari mana mereka bisa dapat uang untuk memenuhi semua itu? Dari suami? Ya, kalau suami punya dan mengerti, maka ia bisa dengan mudah meminta atau dibeli suami. Kalau suami pelit? Kalau suami tidak punya uang? Bisa berabe bukan?

Makan, aku sempat tercenguh. Apalagi Istriku tidak meminta aku membiayai kebutuhan itu. Kalau pun ada hanya berupa kebutuhan yang sama dengan anggota keluarga, termasuk aku, misalnya sabun, body lotion dan bedak untuk anak-anak. Ya, artinya kebutuhan bersama. Bukan kebutuhan khusus. Setahuku juga, sebenarnya perempuan memiliki kebutuhan khusus yang tidak sama dengan laki-laki. Biayanya pun berbeda dengan laki-laki. Ya, jauh lebih besar.

Aku mungkin beruntung. Karena istriku sejak tahun 2010 sudah membuka usaha sendiri. Ya, ia menjalankan usaha toko pakaian anak-anak dan perempuan yang awalnya diberi nama Toko Balitaku Gallery dan kini ia mengikuti nama usaha yang akau jalankan POTRET Gallery. Sehingga nama tokonya sekarang juga menjadi POTRET, tetapi POTRET Busana yang menjual pakaian anak-anak dan dewasa.

Sejak ia membuka toko tersebut, segala kebutuhannya seperti pakaian, kosmetik dan membeli apa yang ia suka, tanpa harus meminta uang dariku, kecuali ketika aku mengadakan perjalanan ke sebuah daerah yang sifatnya berupa oleh-oleh.

Aku selama ini, seperti tidak menyadari bahwa sebenarnya ketika istriku memiliki usaha atau bisnis yang menghasilkan atau mendapatkan pendapatan, ia sudah sangat menolongku. Ya, ia sangat meringankan beban ekonomi keluarga dan bahkan membuat ia memiliki kebebasan dan kemandirian ekonomi.

Nah, dari hal itu, secara sadar aku berkata, perempuan sebaiknya punya pekerjaan yang bisa membiayai kebutuhannya, paling tidak untuk perawatan dirinya. 

Sebab kalau diminta pada suami, biasanya banyak suami yang tidak peduli dan tidak mampu. Tidak salah kalau perempuan berkata, laki-laki sangat suka kalau istrinya tampil cantik dan menarik, tapi tidak suka kalau diminta uang untuk membiayai perawatan diri istri. Bila sering-sering diminta uang untuk keperluan perempuan, tidak mustahil pertengakaran terjadi.

Karena perempuan memiliki tingkat kebutuhan hidup yang lebih banyak, harusnya memiliki kemandirian finansial. Perempuan harus sejak dini, memulai usaha sendiri. 

Perempuan harus membangun kemandirian ekonomi, karena sesungguhnya tidak ada satu laki-laki pun yang bisa menjamin hidup seorang istri, kecuali Allah dan dirinya sendiri. Kemudian, ketika perempuan memiliki kemandirian ekonomi, perempuan akan memiliki otoritas dalam mengatur keuangannya. 

Yang jelas, aku merasa beruntung, karena istriku punya penghasilan sendiri. Ia bukan hanya membantu dirinya, tetapi juga membantuku dan keluargaku. Untuk itu, aku harus ikut membantu mengembangkan usahanya hingga ia sukses.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun