Mohon tunggu...
Tabrani Yunis
Tabrani Yunis Mohon Tunggu... Guru - Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Play for Peace, Memupuk Damai Anak-Anak Dunia

10 Oktober 2015   00:27 Diperbarui: 10 Oktober 2015   06:50 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Usailah foto-foto dengan para pramugari. Beberapa anak yang sangat aktif itu, menuju tandas, sebutan toilet bagi orang Malaysia. Sebagian lain, sibuk berfoto sambil bersuka ria. Dekat desk informasi, seorang gadis Malaysia yang berbadan langsing, berpenampilan cantik dan menarik. Matanya yang begitu indah semakin mempesona, terkena kerdipan kamera yang diarahkan ke wajahnya kala Fitra, Suci dan kawan-kawan mengajaknya berfoto bersama. Ia petugas bandara Malaysia yang senantiasa memberikan pelayanan informasi kepada para penumpang pesawat. Karena kami belum shalat Dhuhur dan Ashar, kamipun menuju mushala untuk melaksanakan shalat satu per satu. Bagi anak-anak yang laki-laki tempatnya di depan dan yang perempuan di bagian belakang yang dibatasi dengan tabir. Kami melakukan salat jamak qasar.

Perasaan terasa lega setelah kewajiban salat dilaksanakan. Aku keluar mushala menuju tempat duduk dan mengambil tas laptop ku. Duduk kembali pada posisi semula. Tiba-tiba saja semua anak minta izin untuk berjalan-jalan menghabiskan waktu yang cukup lama harus menunggu. Mereka pun pergi. Sementara aku duduk di ruang dekat mushala sambil membuka laptop. Tak lama kemudian karena aku takut baterai laptopku habis, aku menutup laptop itu.

Lebih kurang satu setengah jam lamanya mereka menghilang. Mereka kembali dan bercerita. Sir-sir ! tadikan Sir kami naik tram sir. Lho, kalian pergi kemana ?   Kami ke terminal yang satu lagi sir. Wah, hebat kalian. Tapi kita nanti juga akan ke sana. Kita nanti berangkatnya dari sana. Ooo, kami nggak tahu. Ya, baguslah.

Okay, sekarang sudah waktunya salat magrib. Aku ke mushala dan berwudhu Kalian salat dulu, kataku. Ketika aku usai shalat, anak-anak minta izin padaku. Mereka mau jalan-jalan. “Sir, kami mau jalan-jalan ya. Nanti jam 6.00 kami akan kembali di sini”. Aku izinkan mereka pergi. Sementara aku duduk dan membuka laptop yang ku bawa. Aku mulai mencatat peristiwa-peristiwa menarik yang dialami anak-anak selama perjalanan. Karena takut kehabisan baterai, aku menutup laptopku lagi.

Usai menjalankan ibadah salat magrib, kami berjalan-jalan berkeliling –keliling di bandara, melihat-lihat di sepanjang ruang bandara antara bangsa itu. Lalu, pada pukul 11.30, pesawat take of dan terbang ke bandara Flughafen, Zuirch.

Flughafen Zurich, 12 Agustus 2005

Perjalanan yang panjang dari Kuala Lumpur ke Zurich terlewati ketika pesawat berbadan lebar MH 10 mendarat mulus di bandara Flughafen, Zurich pada pukul 6.30 pagi. Dengan mata yang masih terasa mengantuk, kami turun dari pesawat bersama ratusan penumpang yang datang dan pulang ke Zurich. Seorang lelaki yang berusia kira-kira 40 yang berdiri di belakang ku dengan ramah tiba-tiba menyapa dan berkata pada Suci, siswa SMA Modal Bangsa. Wow, you do not need to wear jacket now in Zurich. It summer now, begitu katanya. Suci menyambut ungkapan itu dengan senyum dan membalasnya. Yeah sir, but for us it is very cool. Where are you going and what will you do here in Zurich, tanya lelaki itu. Secara serentak kami menjawab, we are attending International Youth Camp in Trogen, Switzerland. It will last for 2 weeks.

Karena para penumpang telah berdiri dan menuju keluar, kami pun pamit dengan lelaki itu dan keluar dari pintu pesawat menuju gate E 6, kami menatap keindahan bandara udara Flughafen, Zurich. Anak-anak mengambil kamera masing-masing dan mulai beraksi di depan kamera dengan menggunakan latar keindahan panorama di bandara Zurich itu. Bagai tak pernah puas dan tak pernah habis isi kamera. Mereka terus berfoto ria. Ternyata, hanya kami 12 orang yang berada pada barisan akhir. Aku mengajak semua untuk cepat-cepat dan melihat ke arah papan informasi yang menunjuk arah baggage claim. Jauh juga harus berjalan naik turun. Bahkan kami juga naik trem melewati terowongan. Kami duduk di bagian paling depan, sambil mengambil beberapa foto untuk dokumentasi.

Tram berhenti di gate E-6, kami menuju keluar dan naik melalui escalator ke lantai atas. Sambil berjalan menuju ke arah baggage claim, kami becengkerama seakan tidak pernah ada rasa takut dan khawatir. Lalu mengambil bagasi pada nomor 23 khusus buat penumpang pesawat MAS dengan kode MH 10. Ada yang mengggunakan trolly, ada yang langsung menarik koper masing-masing. Di perjalanan menuju exit door, aku melihat 2 lelaki setengah baya berlari di ruang tunggu. Di tangannya ada selembar kertas bertuliskan “ Indonesia” dengan label “ Play for Peace”. Lelaki itu, bernama Damian Zimmerman. Dia menyambut kami dengan penuh keramahan. “Welcome to Zurich, I am Damian, Nice to meet you”. Kami pun memperkenalkan diri masing-masing. Kami juga berkenalan dengan Isabelle, perempuan yang selalu menjadi contact person aku sewaktu mengurus program ini.

[caption caption="Saat Menonton atletik di Zurich "]

[/caption]

Damian, lelaki yang berambut panjang, dengan tinggi badan 190 cm dan tampak begitu bersahabat, bertanya kepada kami. Apa kalian mau menunggu di sini ? Kita harus menunggu teman-teman dari negera lain. Kita sedang tunggu rombongan dari Afrika Selatan. Mungkin kita akan menunggu selama dua jam, bagaimana ? Saya tawarkan kalian untuk berjalan-jalan berkeliling sekedar window shopping di dalam bandara. Tentu dengan senang hati, tawaran itu kami sambar saja. Soalnya, kami baru kali ini menginjakkan kaki di Eropa. Walau sebenarnya Swiss sendiri tidak masuk dalam kelompok Uni Eropa, ini adalah perjalanan pertama kami ke Eropa. Kami berjalan menuju escalator yang tak jauh dari barang yang kami simpan. Aku tiba-tiba berbalik ke bagasi, seorang lelaki berbadan gemuk dan agak sedikit pendek berkata, Okay Sir, I am not worry, I am watching your baggage. My name Damian too. There are two Damian but we have the different last name. begitu katanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun