Mohon tunggu...
Lupin TheThird
Lupin TheThird Mohon Tunggu... Seniman - ヘタレエンジニア

A Masterless Samurai -- The origin of Amakusa Shiro (https://www.kompasiana.com/dancingsushi)

Selanjutnya

Tutup

Gadget Artikel Utama

Big Data, Apanya yang "Big" sih?

20 April 2022   13:05 Diperbarui: 21 April 2022   10:06 2009
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Big Data| Nabila Nurkhalishah Harris/Kompas.com

Seperti analogi tepung terigu yang saya tulis sebelumnya. Jika tidak diolah dan dibiarkan saja, maka tepung akan berjamur. Kalau sudah begini maka tepung harus dibuang. 

Begitu juga dengan data, kalau data tidak diolah atau dianalisis dengan data lain, maka tidak ada gunanya.

Supaya lebih jelas, saya akan memberikan contoh. Anda punya data jumlah warung yang jualan es, kemudian data iklim, lalu data jumlah anak-anak di kelurahan tempat tinggal. Jika mau berjualan es, namun tidak mengolah 3 data yang Anda punya, maka data-data itu tidak berguna (baca: data hanya menjadi sampah saja).

Berbeda jika setelah menganalisis 3 data tersebut, Anda tahu daerah dengan populasi warung es paling sedikit, sesudah itu mencari tahu kapan cuaca dengan terik matahari panas, lalu paham populasi dimana jumlah anak banyak tinggal. Sebagai hasil dari analisis, jika Anda memutuskan untuk membuka warung es di suatu lokasi pada bulan tertentu, kemungkinan warung es akan laris menjadi lebih besar.

Itulah keuntungan dari big data, yang membedakannya dari data lain. Pada mulanya, big data ini istilah marketing seperti bisa Anda simak pada contoh warung es yang sudah saya tuliskan. 

Jika ada orang yang membawa big data ke ranah lain misalnya politik, itu sah-sah saja. Apalagi dalam politik, semua bisa terjadi. Maka kalau ada orang yang menimpali komentar politik yang menyeret-nyeret big data, ya komentarnya harus politis juga. Sesimpel itu kok.

Kemudian yang harus diperhatikan adalah, cakupan dari big data ini sangat luas. Data dari SNS, data pelanggan, data kantor maupun perusahan, multimedia, data sistem log, data website, sensor, pusat operasi, dan lain-lain merupakan bagian dari big data.

Tambahan untuk data dari perusahaan, Meta dan Google yang berduit (baca: punya kekuatan finansial besar), sudah berkutat dengan big data sejak lama. Mereka bukan pemain baru.

Anda tahu, perusahaan tersebut menjalankan bisnisnya dengan sangat otoriter. Pihak manapun tidak akan bisa mendikte, atau mengintervensi mereka, apalagi untuk memaksa mereka membuka "dapurnya", termasuk yang berhubungan dengan big data.

Sehingga, saya pikir agak lucu juga jika ada yang menulis istilah demokrasi big data, seperti saya baca di artikel Kompasiana.

Bagaimana "demokrasi" big data itu juga saya tidak paham, karena data itu hak setiap orang dan hak dari perusahaan yang mengelolanya. Sangat jelas bahwa tidak ada "demokrasi" disana, karena yang berduit akan berkuasa atas data, titik. Tidak ada persamaan hak serta kewajiban atas nama data.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun