Mohon tunggu...
Lupin TheThird
Lupin TheThird Mohon Tunggu... Seniman - ヘタレエンジニア

A Masterless Samurai -- The origin of Amakusa Shiro (https://www.kompasiana.com/dancingsushi)

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

Jendela Kebudayaan dengan Tiga Keuntungan Saat Naik Bus di Jepang

13 Februari 2021   20:37 Diperbarui: 14 Februari 2021   14:42 1543
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana di dalam bus (dokpri)

Gubernur Tokyo Koike Yuriko kali ini harus legowo kalah dari Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta. Anies berhasil menyabet gelar pahlawan transportasi dunia tahun 2021 bersama 21 orang lainnya, dari sebuah lembaga bernama TUMI.

Mungkin saja berkat tangan dingin Anies, maka transportasi dalam hal ini transportasi umum di Jakarta, lebih hebat dibandingkan dengan Tokyo. Tetapi kali ini saya tidak ingin membahas tentang perbandingan transportasi umum antara Jakarta dan Tokyo.

Disini saya ingin bercerita tentang bus, dan pengalaman menggunakan moda transportasi itu selama berkelana di Jepang.

Sebelum membahas lebih jauh tentang bus, tahukah Anda bahwa model bisnis sharing economy ternyata sudah ada di Jepang jauh sebelum Uber, Grab maupun GoJek muncul?

Ceritanya begini. Pada tanggal 20 September 1903, sebuah perkumpulan bernama Ni-i Shoukai mengoperasikan kendaraan (waktu itu masih berupa mobil dengan tenaga uap) yang bisa digunakan bersama-sama oleh masyarakat di daerah Kyoto. Ternyata usaha tersebut sukses, dan masyarakat banyak menggunakan jasa yang ditawarkan. Kerena tertarik dan tergiur kesuksesan, setelah itu banyak orang meniru dan mengembangkan jenis usaha sama di seantero Jepang.

Seiring dengan perkembangan zaman, kendaraan jenis bus pun diproduksi. Sehingga jasa dengan basis sharing economy menggunakan bus berkembang pesat. Era Meiji sampai Taisho (mulai tahun 1912) merupakan awal dari perkembangan bisnis bus. Puncak dari bisnis bus adalah pada era Showa (mulai tahun 1926). Di zaman ini, bisnis bus mengalami masa keemasan.

Begitu sedikit cerita tentang sejarah bus di Jepang. Untuk memperingati asal mula bus, tanggal 20 September kemudian ditetapkan sebagai hari bus. Dengan catatan, tanggal ini bukan hari libur nasional lho.

Sesuai dengan judul, maka sekarang saya ingin bercerita mengenai tiga keuntungan menggunakan bus sebagai moda transportasi di Jepang.

Bus di jalan sempit daerah Kichijouji, Tokyo (dokpri)
Bus di jalan sempit daerah Kichijouji, Tokyo (dokpri)
Karyawisata
Masyarakat Jepang walaupun sama dengan kita orang Indonesia sebagai masyarakat timur, namun memiliki ciri khas. Salah satunya adalah, mereka cenderung tertutup dan tidak mudah untuk menerima sesuatu yang baru, atau asing.

Sehingga agak susah untuk bisa mengenal, apalagi berinteraksi dengan orang Jepang, saat kunjungan singkat Anda ke Jepang.

Karyawisata, biasanya digunakan untuk suatu kegiatan yang bertujuan memperluas pengetahuan dengan melihat atau melakukan kunjungan ke tempat tertentu.

Nah, jika naik bus di Jepang, selain bisa berpindah dari satu tempat ke tempat lain, Anda juga bisa melakukan karyawisata secara gratis!

Kenapa saya katakan karyawisata? Karena dengan menggunakan moda transportasi bus, maka Anda bisa dengan mudah mempelajari bagaimana kehidupan dan gerak gerik orang Jepang secara langsung.

Alasannya begini.

Berbeda dengan kereta api, karena bus ukurannya lebih kecil, maka Anda bisa dengan mudah mengamati orang naik dan turun dari bus. Tentu anda juga bisa mengamati secara leluasa segala tingkah laku orang Jepang selama perjalanan.

"Ah hisashiburi, lama tidak bertemu ya."

"Sudah pernah ke toko baru di lantai 4 Seibu Ikebukuro?"

"Belum."

"Wah harus cepat-cepat kesana tuh. Karena toko baru, mereka mengadakan promosi selama seminggu lho."

Itu adalah penggalan percakapan antara ibu rumah tangga, yang bisa Anda dengar selama perjalanan dengan bus. Selain itu, mereka biasa mengobrol tentang anaknya, bahkan banyak juga yang bergosip.

Kalau pelajar, umumnya mereka membicarakan musik, film atau game terbaru. Terkadang juga urusan percintaan, mungkin bisa digolongkan sebagai cinta monyet.

Pemberhentian bus di daerah Nishi-Nippori, Tokyo (dokpri)
Pemberhentian bus di daerah Nishi-Nippori, Tokyo (dokpri)
Meskipun untuk menguping percakapan dibutuhkan kemampuan berbahasa Jepang, namun Anda tidak perlu khawatir. Karena seperti sudah saya ceritakan, mengamati tingkah laku mereka saja, merupakan hal menarik yang bisa Anda lakukan.

Berbeda dengan moda transportasi lain misalnya kereta api, bus berjalan lebih lambat dan sering berhenti untuk mengambil atau menurunkan penumpang. Selain itu, bus berhenti karena jalan raya pasti ada lampu merah, maupun ada aturan lalu lintas yang harus dipatuhi.

Sehingga Anda punya lebih banyak waktu, dan lebih nyaman melihat pemandangan di luar. Misalnya untuk melihat bagaimana kehidupan orang Jepang sehari-hari. 

Bus yang keluar masuk dari satu daerah ke daerah lain, umumnya menyajikan pemandangan yang berbeda.

Kita bisa melihat beragam bangunan, aneka kuil dari yang besar sampai kecil, orang-orang berjalan dengan pakaian dan tingkah laku berbeda, anak-anak bermain di taman, maupun toko yang berjejer di sepanjang jalan. Anda bisa menikmati perbedaan atmosfer satu daerah, dibandingkan dengan daerah lain.

Di Jepang ada bus mini atau bus mikro yang hanya memuat sekitar 30 orang. Dengan bus jenis ini, maka kita bisa lebih menikmati karyawisata karena biasanya bus masuk ke jalan yang lebih kecil. Artinya, kita bisa lebih mudah melihat langsung, bagaimana kehidupan orang Jepang sehari-hari.

Semua aspek karyawisata itu bisa Anda nikmati hanya dengan membayar ongkos bus. Dunia dimana Anda duduk (atau berdiri), dan kehidupan orang Jepang di luar sangat dekat. Dua dunia itu hanya dibatasi oleh selembar kaca. Keistimewaan ini, hanya bisa diperoleh dengan moda transportasi bus.

Bus yang berjalan di daerah Shinjuku dekat pintu barat (dokpri)
Bus yang berjalan di daerah Shinjuku dekat pintu barat (dokpri)
Darmawisata
Kita tahu bahwa Jepang mempunyai 4 musim. Tentu selama di Jepang, Anda ingin menikmati suatu hal yang menarik sesuai musim.

Selain sebagai moda transportasi, bus bisa juga digunakan untuk tujuan bersenang-senang atau rekreasi. Saya menyebutnya sebagai, darmawisata menggunakan bus.

Ketika musim semi, saya sering menggunakan bus untuk menikmati keindahan bunga sakura bermekaran. Saat berganti ke musim gugur, saya juga sering menikmati indahnya warna-warni daun. Apalagi pada musim dingin, saya sering menggunakan bus terutama malam hari saat akhir pekan, untuk melihat keindahan hiasan lampu di sepanjang jalan.

Anda juga bisa melakukan hal yang sama. Contohnya ketika musim semi, Anda bisa naik bus untuk berkeliling di daerah yang mempunyai lokasi bunga sakura terkenal di Tokyo seperti Chidorigafuchi, Akasaka atau Roppongi. Kalaupun rute perjalanan ternyata tidak melewati daerah tersebut, biasanya saat musim semi dan dengan momen tepat, maka Anda bisa menikmati sakura yang banyak ditanam di sepanjang jalan, di sekolah, atau di beberapa tempat lain.

Ketika naik bus malam hari saat musim panas, jika dewi keberuntungan sedang singgah, maka Anda bisa menikmati pesta kembang api. Selama berada di Jepang, saya hanya sekali bertemu momen ini ketika sedang naik bus di daerah Hachioji.

Dibanding dengan kereta api, bus bergerak relatif lebih lambat. Sehingga saya yakin Anda bisa menikmati pemandangan apa pun yang terlihat selama perjalanan.

Tidak perlu khawatir jika tidak ada pemandangan menarik. Paling tidak Anda bisa menikmati goyangan bus yang lembut, dan membawa pulang pengalaman tersebut sebagai bahan untuk oleh-oleh cerita ketika kembali ke Indonesia.

Sebagai tambahan mengenai goyangan bus menurut saya yang mengganggap diri sebagai anggota gerombolan pelor (nempel molor, alias bisa tidur di mana saja dan kapan saja), menikmati naik bus di Jepang sambil merem itu rasanya seperti naik ayunan sambil tidur. Karena supir bus disini tidak saling salip. Bunyi klakson mobil pun, nyaris tidak pernah saya dengar ketika dalam perjalanan.

Bus di daerah Ginza, Tokyo (dokpri)
Bus di daerah Ginza, Tokyo (dokpri)
Belajar bahasa Jepang
Sebagai gaijin (WNA) di Jepang, tentu saya harus belajar banyak huruf kanji (huruf kanji, selanjutnya saya akan sebut kanji). Saat ini pun, saya merasa masih belum cukup pengetahuan tentang kanji, karena setiap hari selalu saja ada kanji baru yang harus saya pelajari.

Nah, dengan naik bus ternyata saya bisa belajar kanji dengan cuma-cuma lho. Terutama ketika naik bus di luar Tokyo, dimana kebanyakan nama daerah ditulis menggunakan kanji yang tidak populer, atau tidak termasuk dalam jouyou-kanji (kanji yang dipakai secara umum).

Misalnya saja ketika naik bus di Kyoto, atau di Hokkaido. Saya bisa belajar kanji untuk penamaan suatu daerah, karena nama pemberhentian bus berikutnya ditampilkan pada layar besar dekat pak supir. Selain tampilan layar, suara yang dijalankan secara otomatis mengumumkan nama tempat pemberhentian berikutnya. Dengan begitu saya bisa tahu juga pelafalannya.

Beberapa daerah di seantero Jepang masih menggunakan bahasa dialek. Meskipun jumlahnya tidak sebanyak dialek yang kita punya.

Pengguna bus pada trayek tertentu, biasanya orang yang itu-itu saja. Jadi besar kemungkinan pengguna bus adalah mereka yang tinggal di daerah sama, bahkan saling mengenal satu sama lain. Sehingga ketika bercakap-cakap, mereka akan menggunakan dialek daerah tersebut.

Kita bisa belajar (atau menerka-nerka), apa yang sedang mereka bicarakan melalui gerak-geriknya. Seperti ketika saya naik bus di Aomori, saya bisa mendengarkan percakapan dengan dialek Aomori, walaupun saya tidak begitu paham isi percapakan. Maupun ketika saya di Fukuoka, saya bisa menikmati percakapan khas dialek Kyuushuu.

Sekali lagi, pelajaran bahasa Jepang ini bisa kita dapatkan hanya dengan membayar ongkos naik bus!

Terminal bus di bawah jalur kereta Keio Line di Tokyo (dokpri)
Terminal bus di bawah jalur kereta Keio Line di Tokyo (dokpri)
Penutup
Bus biasanya mudah ditemukan di Jepang, apalagi di Tokyo. Karena terminal bus (besar dan kecil) kebanyakan berlokasi di setiap stasiun kereta api, baik milik pemerintah (Japan Railway) maupun swasta.

Jadwal bus juga tersedia di setiap pemberhentian. Meskipun tidak setepat jadwal kereta api, jadwal bus juga tidak pernah terlambat banyak, kecuali keadaan darurat atau saat itu jalan memang sedang macet karena sesuatu hal diluar dugaan terjadi.

Dengan tiga keuntungan yang sudah saya ceritakan, mungkin Anda bisa mencobanya nanti ketika berkunjung kesini. Nuansa yang bisa Anda rasakan, berbeda ketika menggunakan kereta api. Anda bisa menyimak bagaimana rasanya naik bus di Jepang pada video saya berikut ini.


Kalau ada orang yang mengatakan bahwa buku adalah jendela dunia, maka saya bisa mengatakan bus adalah jendela kebudayaan Jepang. Dengan hanya membayar ongkos naik bus, Anda bisa menikmati pemandangan, bahkan mengintip kehidupan sehari-hari orang Jepang, sambil menikmati ayunan bus yang menyusuri jalan.

Selamat berakhir pekan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun