Mohon tunggu...
Lupin TheThird
Lupin TheThird Mohon Tunggu... Seniman - ヘタレエンジニア

A Masterless Samurai -- The origin of Amakusa Shiro (https://www.kompasiana.com/dancingsushi)

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

Jendela Kebudayaan dengan Tiga Keuntungan Saat Naik Bus di Jepang

13 Februari 2021   20:37 Diperbarui: 14 Februari 2021   14:42 1543
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana di dalam bus (dokpri)

Dibanding dengan kereta api, bus bergerak relatif lebih lambat. Sehingga saya yakin Anda bisa menikmati pemandangan apa pun yang terlihat selama perjalanan.

Tidak perlu khawatir jika tidak ada pemandangan menarik. Paling tidak Anda bisa menikmati goyangan bus yang lembut, dan membawa pulang pengalaman tersebut sebagai bahan untuk oleh-oleh cerita ketika kembali ke Indonesia.

Sebagai tambahan mengenai goyangan bus menurut saya yang mengganggap diri sebagai anggota gerombolan pelor (nempel molor, alias bisa tidur di mana saja dan kapan saja), menikmati naik bus di Jepang sambil merem itu rasanya seperti naik ayunan sambil tidur. Karena supir bus disini tidak saling salip. Bunyi klakson mobil pun, nyaris tidak pernah saya dengar ketika dalam perjalanan.

Bus di daerah Ginza, Tokyo (dokpri)
Bus di daerah Ginza, Tokyo (dokpri)
Belajar bahasa Jepang
Sebagai gaijin (WNA) di Jepang, tentu saya harus belajar banyak huruf kanji (huruf kanji, selanjutnya saya akan sebut kanji). Saat ini pun, saya merasa masih belum cukup pengetahuan tentang kanji, karena setiap hari selalu saja ada kanji baru yang harus saya pelajari.

Nah, dengan naik bus ternyata saya bisa belajar kanji dengan cuma-cuma lho. Terutama ketika naik bus di luar Tokyo, dimana kebanyakan nama daerah ditulis menggunakan kanji yang tidak populer, atau tidak termasuk dalam jouyou-kanji (kanji yang dipakai secara umum).

Misalnya saja ketika naik bus di Kyoto, atau di Hokkaido. Saya bisa belajar kanji untuk penamaan suatu daerah, karena nama pemberhentian bus berikutnya ditampilkan pada layar besar dekat pak supir. Selain tampilan layar, suara yang dijalankan secara otomatis mengumumkan nama tempat pemberhentian berikutnya. Dengan begitu saya bisa tahu juga pelafalannya.

Beberapa daerah di seantero Jepang masih menggunakan bahasa dialek. Meskipun jumlahnya tidak sebanyak dialek yang kita punya.

Pengguna bus pada trayek tertentu, biasanya orang yang itu-itu saja. Jadi besar kemungkinan pengguna bus adalah mereka yang tinggal di daerah sama, bahkan saling mengenal satu sama lain. Sehingga ketika bercakap-cakap, mereka akan menggunakan dialek daerah tersebut.

Kita bisa belajar (atau menerka-nerka), apa yang sedang mereka bicarakan melalui gerak-geriknya. Seperti ketika saya naik bus di Aomori, saya bisa mendengarkan percakapan dengan dialek Aomori, walaupun saya tidak begitu paham isi percapakan. Maupun ketika saya di Fukuoka, saya bisa menikmati percakapan khas dialek Kyuushuu.

Sekali lagi, pelajaran bahasa Jepang ini bisa kita dapatkan hanya dengan membayar ongkos naik bus!

Terminal bus di bawah jalur kereta Keio Line di Tokyo (dokpri)
Terminal bus di bawah jalur kereta Keio Line di Tokyo (dokpri)
Penutup
Bus biasanya mudah ditemukan di Jepang, apalagi di Tokyo. Karena terminal bus (besar dan kecil) kebanyakan berlokasi di setiap stasiun kereta api, baik milik pemerintah (Japan Railway) maupun swasta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun