Mohon tunggu...
Lupin TheThird
Lupin TheThird Mohon Tunggu... Seniman - ヘタレエンジニア

A Masterless Samurai -- The origin of Amakusa Shiro (https://www.kompasiana.com/dancingsushi)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dibutuhkan Pahlawan, Segera!

29 Januari 2019   20:07 Diperbarui: 29 Januari 2019   20:09 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berbeda dengan cuaca cerah saat kedatangan, hujan deras mengguyur Jakarta, mengantarkan saya menuju Bandara Soekarno Hatta pada hari Kamis tanggal 24 Januari yang lalu, untuk kembali ke Tokyo.

Saya memandang lampu hiasan warna-warni dan cahaya gedung pencakar langit di sekeliling jalan berpendar, dari jendela kaca mobil Grab yang basah oleh siraman air hujan, ketika melaju di jalan tol dalam kota.

Melihat perkembangan kota Jakarta saat ini, tentunya kita tidak bisa begitu saja melupakan jasa-jasa para pahlawan yang telah berhasil, bukan saja untuk mengusir penjajah dan memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia. Namun juga, kita harus ingat bahwa pembangunan dan kemajuan teknologi yang bisa kita nikmati sekarang adalah buah dari hasil mereka menanam bibit-bibit kebajikan, di segala bidang.

Mobil Grab yang saya tumpangi agak memperlambat lajunya karena hujan turun dengan deras mengguyur jalan, sehingga tertahan oleh mobil-mobil yang meluncur di depan karena sama-sama memperlambat kecepatan.

Sambil sesekali melirik jam tangan untuk memastikan bahwa waktu masih cukup sehingga saya tidak akan ketinggalan pesawat, saya mencoba berpikir dan merenungkan tentang apa itu pahlawan.

Ternyata, agak sulit untuk menemukan definisi yang pas tentang pahlawan. Ada beberapa alasan untuk itu.

Kata pahlawan sendiri, kalau kita cari padanannya dalam Bahasa Inggris, paling pol kita menemukan kata Hero.

Saya berpendapat, padanan ini kurang pas karena bayangan saya tentang "Hero" adalah seperti Rambo, Superman, atau kalau di film koboi zaman dahulu adalah orang yang selalu menang sewaktu beradu kehebatan menembak melawan penjahat.

Pokoknya, "Hero" itu orang yang keren (Ah, mungkin saya terlalu banyak "diracuni" oleh film-film buatan Hollywood sehingga berpikiran seperti itu).

Padahal, pahlawan menurut saya bukan hanya sekedar keren. Dia juga harus bisa memberikan nilai, menggugah hati, dan yang paling penting harus bisa menjadi panutan.

Lalu, kriteria dan definisi dari pahlawan tentunya akan berubah dan sekaligus berbeda dari zaman ke zaman. Misalnya, saat ini pahlawan tidak perlu lagi memanggul bedil, atau berteriak "Merdeka atau Mati!" untuk mengusir penjajah.

Bahkan, kriteria dari pahlawan dalam satu zaman pun berbeda. 

Seperti, bersamaan dengan keberangkatan saya ke Tokyo pada tanggal 24 Januari ini juga, seorang yang sekarang memilih dipanggil sebagai BTP, mungkin adalah seorang pahlawan bagi sebagian orang yang mendambakan pemerintahan yang bersih dan transparan. Pahlawan yang juga berani melawan "tikus-tikus" yang selama ini leluasa menggerogoti duit rakyat.

Renungan saya tentang definisi pahlawan terhenti karena saya sudah sampai di terminal 3 keberangkatan tepat pukul 20:00, satu jam sebelum waktu boarding pesawat. Saya bisa bernapas lega.

Setelah check-in dan menitipkan bagasi, saya bergegas masuk untuk proses imigrasi. Di jalur antrean, kebetulan saya bersamaan dengan rombongan (saya tahu rombongan karena baju mereka seragam) orang, yang ketika saya tanya mereka akan pergi bekerja ke salah satu negara di Timur Tengah.

Pikiran saya kemudian kembali pada soal pahlawan tadi. 

Saya ingat bahwa, masyarakat menyebut para pekerja itu sebagai pahlawan devisa. Walaupun, mungkin masyarakat belum banyak yang tahu bahwa para pekerja itu (pastinya) bukan melulu melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan (atau supaya bisa dapat) fulus. Tetapi mereka juga menjadi garda depan "wajah" Indonesia. Terkadang, mereka juga dituntut untuk menceritakan segala informasi tentang Indonesia, jika orang-orang di negara mereka berada bertanya.

Setelah semua prosedur keimigrasian beres, saya kemudian duduk di ruang tunggu gate yang lokasinya dekat dengan pesawat ANA dengan nomor penerbangan NH855, yang akan membawa saya menuju Bandara Haneda.

Sambil memandang hujan yang turun diluar melalui jendela kaca-kaca besar di ruang tunggu terminal 3, saya teringat lagu yang sering saya nyanyikan saat masih SD, SMP maupun SMA.

Lagu "Pahlawan Tanpa Tanda Jasa".

Mereka, para guru, juga adalah pahlawan, walaupun tidak ada tanda jasa yang mereka dapatkan. Terutama para guru di daerah terpencil, karena pengorbanan mereka memang besar. Misalnya mereka terkadang harus menempuh medan yang berat (dan berkilo-kilo jauhnya), lalu berjuang lagi untuk mengajar dengan fasilitas sekolah yang minim.

Tapi para guru itu tidak lantas menyerah, sehingga tepat seperti ditulis dalam lirik lagu "engkau sebagai pelita dalam kegelapan....laksana embun penyejuk dalam kehausan".

Pesawat akhirnya lepas landas sesuai jadwal. Saya duduk sambil memejamkan mata karena badan penat. Sehingga tidak ada pula keinginan untuk menikmati hiburan yang disajikan di dalam pesawat. Memang, saya kurang beristirahat selama liburan di Indonesia. 

Namun, pikiran tentang pahlawan tidak bisa hilang dari kepala, karena saya pikir kita memang masih butuh banyak pahlawan. 

Pahlawan yang tidak memanfaatkan jabatan. Pahlawan yang berwibawa dan bisa melawan para "tikus" penjilat yang merongrong negara. Pahlawan yang cekatan mengatasi segala sesuatu jika terjadi musibah, dan sanggup bertanggung jawab akan keselamatan masyarakat.

Pahlawan yang bisa memberikan harapan dan menyiarkan kebenaran, bukan menyebar hoax tanpa meralat.

Pahlawan yang bisa bertindak cepat tepat, tegas, adil dan benar, bukan cuma bermain kata-kata "akan" dan "nanti".

(dokpri)
(dokpri)
"Dibutuhkan :Pahlawan. Segera!"

Begitu bunyi iklan di koran yang saya baca. Tapi, setelah membolak-balik halaman koran, mengapa kalimat yang sama memenuhi kolom-kolom di seluruh halaman koran?

Saya panik, dan berpikir sudah sebegitu gentingkah keadaan negeri ini, sehingga kalimat itu memenuhi seluruh halaman koran?

"Tou hikouki wa buji ni Haneda Kokusai Kuukou ni chakuriku itasimashita. Nagaraku no tabi otsukare sama deshita. Mata no goriyou wo omachi shite orimasu". *)

Pengumuman dari pramugari ANA itu membangunkan saya dari tidur. Saya baru sadar bahwa ternyata tadi adalah mimpi. Mimpi membaca koran yang isinya hanya iklan yang berbunyi begitu diseluruh halaman.

Saya bergegas keluar, sambil mengucapkan terima kasih kepada pramugari yang tidak kelihatan capek berdiri di pintu pesawat, seraya memberikan senyum kepada semua penumpang yang akan turun.

Sambil berjalan di garbarata, saya memandang keluar. Para petugas dengan sigap memeriksa pesawat ataupun membongkar muatan, walaupun suhu diluar hanya 5 dejarat celcius, seperti yang diinformasikan pramugari saat pesawat mendarat.

Pramugari, dan para pekerja itu, mungkin juga adalah pahlawan, misalnya bagi keluarganya masing-masing.

Saya mengeluarkan jaket Uniqlo dan memakainya, kemudian bergegas berjalan menuju antrean imigrasi. Setelah semuanya selesai, dengan membawa 2 koper (berisi penuh makanan), saya naik bis yang melewati pemberhentian di dekat apartemen dimana saya tinggal.

Dalam perjalanan, saya sudah tidak memikirkan tentang pahlawan lagi.

Yang ada dalam pikiran adalah, bagaimana saya harus tahan melewati hari-hari sibuk lagi, membalas puluhan email per hari, hadir pada meeting yang tak kenal waktu, teleconference, dan tetek bengek kantor lainnya. Belum lagi, saya juga harus "berjuang" untuk berdesakan naik kereta saat jam-jam sibuk pagi dan sore hari.

Ah, tapi kan saya masih punya waktu beberapa hari lagi untuk istirahat sebelum masuk kantor.

Jadi, saat ini saya hanya mau membayangkan makan krupuk dan ayam goreng, plus rendang dan krecek yang semuanya dimasak khusus oleh ibu, serta menikmati stok makanan lain yang saya bawa, di apartemen.

--

*) Terjemahan bebas : Pesawat telah mendarat dengan selamat di Bandara Internasional Haneda. Terima kasih telah terbang bersama kami. Kami menantikan anda untuk menggunakan lagi jasa kami dilain waktu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun