Mohon tunggu...
Lupin TheThird
Lupin TheThird Mohon Tunggu... Seniman - ヘタレエンジニア

A Masterless Samurai -- The origin of Amakusa Shiro (https://www.kompasiana.com/dancingsushi)

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Jepang vs AI

17 Februari 2018   11:43 Diperbarui: 17 Februari 2018   11:57 822
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aplikasi AI di segala bidang (ferret-plus.com)

Minggu lalu saya tertarik untuk (numpang) membaca majalah yang dipajang di toko buku dekat stasiun kereta api. Di sampul majalahnya tertulis "Kesenjangan AI (Artificial Intelligence)" yang ditulis dengan huruf kanji besar-besar.

Isi beritanya kurang lebih tentang pekerjaan yang diperkirakan akan tergantikan dengan munculnya teknologi AI. Lalu ada juga tulisan mengenai resiko yang akan ditanggung bila perusahaan telat mengambil keputusan dalam mengadopsi AI. Kesenjangan akan timbul antara perusahaan2 yang cepat dan lambat dalam mengadopsi AI, juga antara orang (karyawan) yang menguasai dan tidak menguasai teknologi AI.

Bahkan lembaga riset McKinsey Global memprediksi bahwa akibat dari kesenjangan tersebut, sampai dengan tahun 2030 kurang lebih 27 juta pekerja terancam kehilangan pekerjaan. 27 juta pekerja bukanlah jumlah yang sedikit. Kok bisa sih ? Bukankah Jepang adalah suatu negara yang kita kenal (salah satunya) dengan kemajuan teknologinya ?

Perbandingan perkembangan teknologi AI di Jepang dan Amerika/Eropa

Kalau kita sedikit flashback, booming  AI yang pertama adalah semenjak digunakannya istilah AI oleh John McCarthy di tahun 1956 sampai dengan tahun 70-an. Kemudian boomingyang kedua adalah di tahun 80-an, dimana waktu itu hanya terbatas pada AI yang berfungsi sebagai expertsystem.

Data dalam jumlah yang besar disimpan di komputer, kemudian komputer berfungsi sebagai ganti dari ahli (sesuai namanya expert) untuk berinteraksi secara terbatas (misalnya dengan menjawab iya atau tidak saja ) dengan pengguna.

Sekarang kita berada di era boomingyang ketiga, dimana perkembangannya selain dipicu oleh kemajuan perangkat hardware(CPU) yang pesat, juga akibat dari pencapaian dan applikasi teknologi lain seperti sensordan image processing, lalu tersedianya sarana teknologi telekomunikasi (4G) sebagai pendukung, dan terutama ditunjang oleh teknologi machine learning dan deep learning.

Sebagai hasilnya, komputer bisa melakukan dan memproses hal yang agak kompleks. Contohnya komputer sudah bisa mengidentifikasi jika diberi input foto mobil, maka komputer sudah bisa memberikan jawaban bahwa itu adalah foto mobil, tanpa kita memberikan data tambahan lain tentang foto yang kita input tadi.

Amerika dan Eropa adalah negara yang giat (baca:serius) dalam mengembangkan teknologi AI dan mengaplikasikannya diberbagai bidang. Sebut saja Google AutoML, program SyNAPSE yang dimotori oleh IBM di Amerika. Lalu di Eropa ada Blue Brain Project. Produk applikasinya (secara nyata dan bisa kita gunakan langsung) bisa kita temui misalnya pada aplikasi Siri, Google Home, Amazon Echo. 

Dalam bidang fiksi, ketertarikan Amerika pada teknologi AI sudah bisa kita lihat jauh2 hari dengan banyaknya film yang mengangkat tema tentang komputer pintar yang bertarung melawan manusia. Misalnya di film Terminator, Matrix, AI dan lainnya.

Kalau kita kembali ke wacana prediksi McKinsey, kok bisa Jepang yang selama ini kita kenal dengan kemajuan teknologinya, tapi karena "kesenjangan" dalam mengadopsi teknologi AI, mengakibatkan "pengangguran" kurang lebih 27 juta pekerja ?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun