Karakteristik tersebut seperti pilihan membludak yang mungkin akan dipilih; kemudahan untuk beralih dari satu fokus ke fokus yang lain, eksploitasi ekonomi dari perhatian manusia; dilakukannya berbagai aktivitas dalam satu perangkat yang sama; serta sifat persisten kondisi tersebut sepanjang hari.Â
Kombinasi karakteristik tersebut merupakan lingkungan kognitif dan emosional yang belum pernah terjadi sebelumnya sehingga membutuhkan lebih dari sekedar kontrol diri (Gui dkk., 2017).Â
Hal ini juga membuat mereka yang memiliki keterampilan informasi, sosial, dan kreasi digital yang baik masih dapat menderita akibat komunikasi dan konsumsi informasi yang berlebihan.
Gui dkk. (2017) mendefinisikan keterampilan digital well-being sebagai seperangkat keterampilan yang diperlukan untuk mengelola efek samping dari komunikasi digital yang berlebihan.Â
Secara khusus, keterampilan ini dapat diidentifikasi sebagai keterampilan untuk mencapai perhatian strategis yang berfokus dalam kehidupan sehari-hari dan untuk menghindari tekanan yang disebabkan oleh arus informasi yang melimpah, serta meminimalkan pemborosan waktu dan perhatian pada kegiatan yang tidak relevan dalam persepsi subjek. Untuk melakukan ini, rangsangan digital harus dikelola agar dapat disaring secara efisien dan diselesaikan menuju tujuan pribadi dan kesejahteraan.
Setidaknya ada dua komponen dalam keterampilan digital well-being, yaitu keterampilan atensi dan keterampilan strategik atau meta-kognitif. Keterampilan perhatian atau atensi adalah keterampilan kognitif yang diperlukan untuk mempertahankan fokus kita pada masalah spesifik dalam jangka waktu yang cukup, tanpa terganggu (Gui dkk., 2017).Â
Sementara itu, keterampilan strategis atau meta-kognitif mengarah kepada kemampuan menunda rangsangan komunikasi yang dibayangkan akan memuaskan demi manfaat yang diharapkan untuk diri sendiri, melalui penggunaan strategi pra-komitmen (Elster dalam Gui dkk., 2017).
Contoh dari penerapan strategi pra-komitmen dijabarkan sebagai berikut. Ketika kita mengatahui bahwa kita cenderung mengganggu diri kita sendiri untuk menjelajahi internet bahkan ketika kita harus fokus pada satu tugas, dan mengetahui bahwa gangguan ini menyebabkan kita stres dan mengurangi kualitas pekerjaan kita, akhirnya kita  menggunakan perangkat lunak (software) yang memblokir akses ke internet untuk periode waktu tertentu.Â
Dalam kasus ini, kita telah melindungi diri kita dari kecenderungan batin kita terhadap gangguan. Kemudian, kita mengatur ponsel dalam mode senyap untuk mengurangi interupsi pada saat-saat tertentu dalam sehari.Â
Dengan ini, kita mencoba membatasi interupsi dari dunia luar. Keterampilan teknis juga diperlukan untuk menerapkan strategi meta-kognitif ke dalam pengaturan perangkat kita untuk mengurangi jumlah notifikasi dan mencegah diri (akun) ditandai dalam konten yang tak diinginkan.Â
Misalnya, mengetahui cara membisukan grup obrolan pengiriman pesan instan atau cara mengaktifkan tinjauan timeline Facebook (sehingga mencegah publikasi konten pribadi yang tidak terkontrol).