Mohon tunggu...
Humaniora

Pendidikan Butuh Inovasi Bukan Cari Untung

21 Maret 2017   22:56 Diperbarui: 23 Maret 2017   09:00 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dhesy Pramulya Sagita

Pendidikan usia dini sangat penting bagi seorang anak. Salah didik, bisa-bisa salah jalan. Berikut kisah PAUD Si Jempol di Tarakan.

Penulis Amerika Serikat Elbert Hubbard (1856-1915) pernah berkata: “Tujuan mengajar anak kecil itu membuatnya dewasa tanpa guru”.

Ungkapan ini pas dengan keberadaan lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dewasa ini. Sebuah lembaga yang menuntun dan mendidik anak-anak sejak usia di bawah 5 tahun (balita), hingga menjelang masuk jenjang Sekolah Dasar (SD) atau di atas 6 tahun.

Mengajar anak kecil bukan hal gampang, tetapi tidak berarti tak dapat dilakukan. Asalkan ada metode, cara belajar, bimbingan dan trik-trik lainnya yang sesuai dengan dunia anak. Pengajaran sejak dini ini tentu diharapkan dapat menghasilkan generasi pelanjut yang memiliki ilmu, iman serta akhlak dan moral yang baik.   

Dari sekian banyak PAUD, khususnya di Kota Tarakan, Kalimantan Utara (Kaltara), salah satu di antaranya adalah Si Jempol. PAUD Si Jempol dikelola Yayasan Rumah Si Jempol, beralamat di Jl Pulau Nias, RT 11 No 7, Kelurahan Kampung Satu, Kecamatan Tarakan Tengah, Kota Tarakan.

PAUD Si Jempol dibuka secara resmi pada 2013 setelah memiliki akta pendirian dari notaris. “Saya memang cinta dunia anak, jadi awalnya tahun 2006 Saya memberi les kepada satu dua anak. Inilah cikal bakal PAUD Si Jempol,” tutur Ketua Yayasan sekaligus Pemilik Rumah Si Jempol, Dhesy Pramulya Sagita SPd MM, ketika berbincang di kediamannya, Senin (20/3).

Menurut wanita kelahiran 1980 ini, sejak dibuka PAUD Si Jempol terus diminati. Berawal dari jumlah murid yang tidak seberapa, kini sudah memiliki 86 murid belajar pagi dan 80 di sore hari. Belajar pagi umumnya pra sekolah atau belum duduk di bangku SD, sedangkan belajar sore ada yang sudah kelas III SD yang mengikuti kursus.

“Murid memang terus bertambah, tapi harus ada inovasi. Kalau hanya berpikir berapa keuntungan, pasti gagal,” ujar lulusan S1 Bahasa Inggris Universitas Widya Mandala Surabaya dan S2 Manajemen Pendidikan Universitas Merdeka Malang ini.

Dengan berbagai inovasi, kata ibu satu anak ini, sebuah lembaga menjadi kreatif untuk menyediakan fasilitas dalam memenuhi kebutuhan para anak didik. Selain itu harus selalu optimistis dan dijalankan dengan niat baik yakni ibadah.

PAUD Si Jempol dilengkapi 6 ruang kelas, permainan, perpustakaan dan fasilitas belajar lainnya. Ada pula berbagai sarana bermain dan ketangkasan. Anak-anak juga didampingi para guru yang dipimpin seorang kepala sekolah.

Dhesy mengakui bahwa lembaga pendidikan yang dipimpinnya mempunyai segmen tersendiri. Karena itu hampir tidak terasa ada persaingan dengan jenjang pendidikan serupa di Tarakan.

Anak-anak yang belajar di PAUD Si Jempol umumnya menengah ke atas. Dengan uang masuk mencapai Rp7 juta dan SPP Rp300.000 per bulan, lembaga ini memang membidik kalangan atas. Si Jempol juga masih menyelenggarakan fullday school dengan SPP Rp1 juta – Rp1,2 juta per bulan.

Dari aktivitas yang dijalankan, Dhesy mengaku dalam sebulan dapat memperoleh pemasukan sekitar Rp50 juta. Sementara pengeluaran sebulan mencapai Rp30 juta. Pengeluaran yayasan meliputi gaji 10 orang guru, satu tenaga tata usaha dan dua petugas kebersihan, serta biaya operasional lainnya.

Secara lembaga, Yayasan Si Jempol nyaris tak mendapat kendala dalam hal pendanaan. Apalagi sejak tahun lalu mendapat bantuan pemerintah melalui Biaya Operasional Pendidikan (BOP) Rp12 juta. Tahun ini BOP untuk PAUD Si Jempol naik menjadi Rp36 juta.

Ketua Yayasan Si Jempol yang berstatus PNS ini dalam kegiatannya selalu berpedoman pada ATM, yakni Amati, Tiru dan Modifikasi. Tujuannya tentu untuk memberikan yang terbaik bagi para anak didik. Dengan begitu anak-anak Si Jempol tidak terus didampingi seorang guru bila dewasa kelak. (Maxi Wolor / Rahmat Halawa)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun