Mohon tunggu...
Syukur Budiardjo
Syukur Budiardjo Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis

Pensiunan Guru Bahasa Indonesia SMP di DKI Jakarta. Alumnus Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni (FPBS) Bahasa Indonesia IKIP Jakarta. Dengan suka hati menulis artikel, cerpen, dan puisi di media massa cetak, media online, dan media sosial. Menulis buku kumpulan puisi Mik Kita Mira Zaini dan Lisa yang Menunggu Lelaki Datang (2018) dan buku nonfiksi Strategi Menulis Artikel Ilmiah Populer di Bidang Pendidikan Sebagai Pengembangan Profesi Guru (2018(. Tinggal di Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Menyigi Kata "Kekata" dan "Bebintang"

13 September 2019   09:02 Diperbarui: 15 September 2019   17:21 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menulis status di Facebook itu sangat menyenangkan memang. Bebas! Los! Tak ada yang menyensor! Namun demikian, kita harus berhati-hati. Layaknya status yang kita posting tak melanggar undang-undang dan norma yang kita junjung tinggi dan hormati.
Menulis status berupa puisi sudah tak lagi aneh. Setiap detik lahir bayi-bayi puisi. Isi dan pesan moralnya beraneka macam. Teknik pengucapannya pun beraneka rupa. 

Ada yang melelahkan jika saya membacanya (baik dalam hati maupun nyaring). Ada pula yang menyenangkan. Ada yang berbelit-belit hingga tampil sebagai puisi prismatis. Ada yang terang benderang, hingga menjadi puisi diaphan.
***  

Akhir-akhir ini saya membaca kata "kekata" dan "bebintang" menyuruk ke dalam larik-larik puisi yang muncul di status milik para sahabat. Kekerapannya sangat tinggi. Seperti pandemi. Ini untuk menyatakan banyak kata dan banyak bintang.     

Ini tak ada hubungannya dengan licentia poetica. Sebab, tak ada (muncul) sesuatu yang genuine dan orisinal. Dalam sejarah sastra Indonesia, saya mencatat penyair besar Chairil Anwar yang mampu melakukan pendobrakan dan pengkhianatan kreatif.     

Jika demikian, kata "kekata" dan "bebintang" apakah hasil dari upaya kreativitas untuk mencapai keunikan dan kemenarikan? Tidak! Ini menurut saya. Kemalasan! Itu yang saya tangkap.

Marilah kita buka Kamus Besar Bahasa Indonesia (KUBI) (Edisi ketiga, terbitan Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional dan Balai Pustaka, 2007) pada halaman 513--514. Kita akan menemukan lema (entri) "kata" dan bentuk turunannya. Akan tetapi, kita tak menemukan kata "kekata". Kita buka lagi KUBI pada halaman 154. Kita menemukan lema (entri) "bintang", tetapi tak menemukan kata "bebintang".                                                                                                        

Kata ulang sebagian? Bukan juga. Kita memang mengenal kata tetangga, leluhur, dan kekasih. Kata ulang sebagian, seperti "dedaunan" dan "rerumputan", memang dapat kita temukan di larik-larik puisi.

Akhirnya, kata "kekata" dan "bebintang" bukan kata yang disarankan .  Laiknya, juga tak disarankan penggunaan kata "jejanda" untuk menyatakan banyak janda! Atau kata "gegadis" untuk menyatakan banyak gadis! Heheheh ....

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun