Mohon tunggu...
Syta Dwy Riskhi
Syta Dwy Riskhi Mohon Tunggu... Administrasi - Move

Simpel dan santai

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Kisah Sedih Hari Minggu

22 Oktober 2017   12:44 Diperbarui: 22 Oktober 2017   13:36 1178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pagi telah tiba, mataku terbuka tubuhku lemas enggan bergerak. Minggu pagi yang berat, aku memaksa tubuhku untuk bangun jangan sampai mempengaruhi mataku untuk terpejam lagi. Aku duduk di pinggir dipan mengumpulkan niat untuk berkegiatan, tubuh ini sudah sampai kamar mandi, mataku melihat beberapa ember yang penuh dengan pakaian. Setelah cuci muka dan gosok gigi, aku mulai menyentuh ember-ember itu, mencuci tumpukan pakaian kotor.

Dua jam berlalu, sudah jam sembilan cucian beres tinggal menjemur. Aku menaruhnya di bawah jemuran "aahhhh... capek sekali" aku masuk meneguk segelas air minum, duduk mengatur nafas yang ngos-ngosan. Pikiranku pergi dari kepalaku, membayangkan hari Minggu ini bisa jalan-jalan dan bersenang-senang bersama teman-teman, jalan ke mall mungkin, nonton film mungkin, pergi ke tempat yang bagus untuk foto-foto mungkin?. "Gebbraakkkk.....!!!"aku tersentak kaget, seekor kucing menjatuhkan perabot rumah. "Gilaaa..!!!, setengah jam aku duduk disini"aku lari keluar melanjutkan menjemur pakaian. Langsung buru-buru mandi dan pergi ke warung.

Ibuku melempar kain lap padaku, sembari berkata aku tidak usah sarapan saja. Aku meremas kain lap itu, seharusnya aku datang lebih awal, sekarang sudah jam 10, ibu pasti marah aku tidak membantunya masak. Aku mengelap piring dan sendok dengan mata yang sudah berkaca-kaca. Aku tidak bisa mengatakan sepatah katapun, ibuku terus mengomel, bangun siang, males-malesan, gak bantu-bantu di  warung, dan omelan lainnya. Aku sampai tidak sanggup menatap wajah ibuku yang marah.

Di etalase makanan, sudah ada sayur, tongseng, ikan goreng, dan telur goreng. Tidak banyak yang ibu masak, warung selalu sepi, seharian tanpa pembelipun biasa kami alami. Sudah jam 11 lebih , aku menyapu, berusaha menyibukkan diri ini dan itu, di depan warung aku kembali melamun. Warung ibuku di pinggir jalan raya, aku melihat kendaraan berlalu lalang ramai. Muda-mudi berboncengan menikmati hari Minggu ke tempat rekreasi.

Sudah jam satu, perutku terus berdemo meminta jatah makan. Pak tua penjual kue pukis mampir dan memesan teh panas. Aku membuatkannya segera, yah meski gak tiap hari, tapi pak tua ini adalah pelanggan ibuku. Hanya segelas teh panas saja yang ia pesan, dagangannya masih banyak, aku antarkan teh padanya, langsung diaduk dan ia minum. Ibuku duduk disamping pintu belakang, tangannya menyangga kepala, seakan beban pikirannya teramat berat.

Aku menatapnya sedih kapan nasib kami jadi lebih baik. Pak tua terdiam menatap dagangannya yang masih banyak. Kami bertiga hanya duduk termenung meratapi nasib. Suara kendaraan yang ramai, suara klakson, dan suara spanduk yang terkena angin seakan tidak tahu suasana hati kami, mereka terus bergerak dan bersuara. Pak tua menghabiskan tehnya membayar seribu rupiah dan kembali memikul dagannya berjalan pergi.

Sudah jam tiga sore, waktu makan siang sudah berlalu, kami tidak mendapat pembeli kecuali si pak tua. Ibuku bertanya kenapa aku tidak makan, aku menjawab nanti saja, lagipula aku juga belum melihat ibuku makan. Tapi ibu menyuruhku makan dan segera pulang. Aku mengambil nasi dan lauk lalu memakannya. Kami menutup warung dan pulang, tidak biasanya kami menutup warung secepat ini. Ibu langsung ke kamarnya dan tidur, aku menghela nafas panjang, betapa malang nasib kami. Aku pergi mengangkat jemuran, melipatnya dengan rapi, ku lanjutkan menyapu rumah dan halaman, aku menghindari pikiran yang menyedihkan. Ibu sudah bangun dan menyuruhku mandi, setelah mandi aku menyalakan tv, tapi ibu mengajakku buka warung.

Aku segera mematikan tv dan mengikutinya. Malam yang dingin di pinggir jalan begini angin datang dari segala arah. "Minggu yang kejam..!!" aku bergumam dalam hati. Pak tua tadi kembali lewat, sudah malam begini dagangannya masih tersisa, tapi setidaknya dia lebih beruntung karena dapat pembeli yang lumayan, sedangkan makanan kami belum terjual. Ibuku memanasi semua masakan, tapi ia sendiri tak makan. Ayah pulang, duduk dan menghembuskan nafas panjang, betapa lelahnya seharian bekerja sebagai buruh serabutan, mencari tambahan pekerjaan ini dan itu setiap hari. Aku membuatkan teh dan mengambilkan makan.

Jam sembilan malam, aku pamit pulang untuk mempersiapkan kebutuhan sekolahku besok. Sampai dirumah aku tidak sanggup lagi membendung air mata. Aku mengunci pintu kamar dan menangis. Di depan cermin aku bertanya harus sampai kapan begini? mau sampai kapan hari minggu ku sedih begini? Ku usap air mataku, membaca jadwal dan memeriksa ada PR ata tidak. Aku melupakan bayanganku pagi tadi dan mengusirnya jauh-jauh dari pikiranku, aku sadar ayah ibuku sebegitu susahnya karena aku, mereka harus membesarkanku, merawatku, menyekolahkanku, dan berharap bisa membuatku menjadi orang yang berhasil.

Malam ini aku teguhkan hati, aku tidak mau hidup seperti mereka, aku harus merubah nasibku untuk masa depan.  Aku akan membawa kebahagiaan untuk ayah ibu. Aku hanya ingin mereka selalu tersenyum tanpa ada beban di wajah mereka. Aku harus tekun belajar, mengukir prestasi, dan merajut keberhasilan di masa depan. Sekolah dengan niat besar mewujudkan cita-cita dan menjemput kebahagiaan bagi ayah ibuku. Ayah ibu ..? aku tidak mau membiarkan hari tua mu, engkau habiskan untuk kesedihan dan kelalahan, aku ingin membawa senyuman di wajah kalian. Ayah ibu ..? tetaplah ada sampai aku berhasil menghapus kisah sedih seperti di hari Minggu ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun