Polemik mengenai implementasi Surat Keputusan (SK) Direktur Jenderal Perhubungan Laut No. KP-DJPL-393 Tahun 2025 tentang Pendidikan dan Pelatihan Basic Safety Training (BST) sesuai Resolusi MSC 560(108) telah memicu langkah tegas dari Dewan Pimpinan Pusat Serikat Awak Kapal Transportasi Indonesia (DPP SAKTI). Keputusan SAKTI untuk mengadukan Ditjen Perhubungan Laut (Hubla) ke Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian Perhubungan menjadi sorotan penting atas isu kepatuhan regulasi dan akuntabilitas pemerintah.
Inti Persoalan: Bertentangannya Praktik dengan Mandat PP No. 51/2012
Permasalahan utama terletak pada inkonsistensi antara isi kebijakan teknis (SK Dirjen Hubla) dengan dasar hukum yang dijadikan konsideran, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) No. 51 Tahun 2012 tentang Sumber Daya Manusia di Bidang Transportasi.
Pasal 36 PP No. 51 Tahun 2012 secara eksplisit mengatur bahwa biaya pelatihan untuk meningkatkan skill awak kapal yang masih terikat hubungan kerja merupakan tanggung jawab perusahaan. Ketentuan ini adalah bentuk perlindungan fundamental bagi pekerja pelayaran, memastikan peningkatan kompetensi (seperti updating BST dengan tambahan modul mental health yang diamanatkan MSC 560(108)) tidak menjadi beban finansial individu.
Ketika Ditjen Hubla mengeluarkan SK yang mengharuskan BST baru ini namun tidak secara tegas menetapkan pembiayaan sesuai Pasal 36 PP tersebut---atau justru membiarkan biaya dibebankan kepada pelaut---maka secara substantif, SK tersebut berpotensi cacat atau setidaknya melanggar mandat dari peraturan yang lebih tinggi yang dijadikannya dasar. Pelaut yang telah terikat kontrak seharusnya mendapat fasilitas pelatihan ini sebagai bagian dari hak dan kewajiban kerja.
Isu Ketiadaan Tanggapan: Krisis Akuntabilitas dan Pelayanan Publik
Langkah SAKTI melayangkan aduan ke Itjen Kemenhub setelah dua kali surat resmi tidak direspons oleh Ditjen Hubla menunjukkan adanya krisis dalam akuntabilitas dan pelayanan publik. Dalam konteks tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), setiap pengaduan atau surat resmi dari pemangku kepentingan (terutama serikat pekerja) harus ditanggapi secara profesional dan tepat waktu.
- Penyelesaian Masalah: Tidak adanya respons dari Ditjen Hubla menghambat dialog konstruktif dan memaksa serikat pekerja mengambil jalur pengawasan internal. Ini menyiratkan keengganan untuk menyelesaikan masalah di tingkat teknis.
- Peran Itjen Kemenhub: Pengaduan ke Itjen menjadi langkah yang tepat. Itjen memiliki tugas vital sebagai mata dan telinga Menteri untuk melakukan pengawasan. Itjen tidak hanya harus menginvestigasi mengapa tidak ada tanggapan, tetapi juga menyelidiki substansi kebijakan: apakah SK KP-DJPL-393/2025 telah mengabaikan atau menafsirkan secara keliru Pasal 36 PP 51/2012?
Kesimpulan dan Rekomendasi Mendesak
Situasi ini memerlukan intervensi segera dari Itjen Kemenhub. Opini ini berpandangan bahwa:
- Prioritas Kepatuhan Hukum: Kebijakan teknis (SK) harus tunduk pada peraturan setingkat undang-undang atau peraturan pemerintah (PP). Jika Pasal 36 PP 51/2012 mengatur tanggung jawab perusahaan, maka SK Ditjen Hubla harus memastikan hal itu terealisasi dalam mekanisme implementasi BST terbaru.
- Pemulihan Akuntabilitas: Ditjen Hubla harus didorong untuk segera memberikan tanggapan resmi dan penjelasan publik terkait isu pembiayaan BST.
- Perlindungan Pelaut: Keputusan akhir dari Itjen harus berorientasi pada perlindungan hak pelaut. Biaya peningkatan kompetensi yang diwajibkan oleh regulasi internasional (seperti Resolusi IMO) harus menjadi biaya operasional perusahaan pelayaran, bukan biaya pribadi awak kapal yang masih terikat hubungan kerja.
Langkah SAKTI adalah upaya nyata dalam memperjuangkan hak-hak pelaut. Kini, bola panas ada di tangan Itjen Kemenhub untuk membuktikan bahwa mekanisme pengawasan internal berjalan efektif dalam menjamin kepatuhan regulasi dan keadilan bagi Sumber Daya Manusia Transportasi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI