Mohon tunggu...
Synopsis Inc
Synopsis Inc Mohon Tunggu... -

Kami adalah RHINE (Rhiry,Ito,Nura,Erland), kumpulan empat manusia berkepala 2 (memasuki umur 20an =D) yang mempunyai mimpi menjadi penulis handal. Diawali dengan kesamaan hobi dalam hal menulis, kamu kemudian membentuk komunitas "Synopsis Inc" yang siap membahas berbagai macam isu yang terjadi baik di dunia nyata maupun maya. Kami mempunyai mimpi untuk merilis sebuah buku yang berisi "sinopsis" dari kumpulan cerita menarik kami.\r\n\r\nPersonal Blog kami:\r\nRhiry http://gloriarumengan.wordpress.com\r\nIto http://sukhito-skht.blogspot.com\r\nNura http://n-tanura.blogspot.com\r\nErland http://erland90.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kurang Meyakinkan Kalau Indonesia Bisa Didisiplinkan

31 Januari 2012   10:53 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:14 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13279975061091484557

Minggu lalu, saya menyempatkan diri menikmati Resital Piano dari Oliver Kern di Gedung Kesenian Jakarta (GKJ). Ini merupakan sebuah kesempatan yang telah saya nantikan sejak lama. Untung saja saya cukup cepat mendaftarkan diri untuk mendapatkan undangan acara tersebut. Hal pertama yang berada dalam benak saya adalah berusaha jangan sampai terlambat pada waktu penyelenggaraan. Sesuai peraturan di GKJ, sangat diharapkan untuk para undangan hadir 30 menit sebelum pertunjukan dimulai. Sehingga pada hari H, saya bergegas menuju ke GKJ setelah jam kerja usai, walau jarak antara kantor dan GKJ tidaklah lebih dari 10 menit perjalanan. Saya pun harus menunggu kurang lebih 2 jam sebelum pertunjukan dimulai. Namun hal itu sebanding dengan apa yang akan saya nikmati nanti, begitu pikiran saya. Ternyata, bukan hanya saya yang tidak ingin terlambat untuk acara ini. Jam baru menunjukkan pukul 7 malam dan teras GKJ sudah mulai dipenuhi tamu undangan. Rata-rata berpakaian rapi sesuai dengan aturan yang diberlakukan (berpakaian rapi, tidak menggunakan celana pendek, tidak menggunakan sandal). Beberapa tamu terlihat seperti saya, masih mengenakan baju resmi kantor. Bahkan, ada juga beberapa tamu ekspatriat, tampak sangat rapi dengan mengenakan batik maupun kebaya. Akhirnya, waktu yang dinanti pun tiba. Kami, para undangan, akhirnya dipersilahkan masuk ke dalam auditorium. Berhubung undangan yang saya miliki tidak dicantumi nomor (bukan VIP), saya harus sedikit berdesakan dalam antrian di depan pintu masuk hingga berebut bangku di dalam auditorium. Mungkin ada sedikit rasa malu terhadap tamu bule yang hadir, yang mungkin juga terkesima melihat tingkah orang Indonesia. Saya sendiri agak malu ketika sang pacar yang bertingkah santun dan 'high class', sempat menegur tingkah saya yang agak kampungan dan sedikit norak. Masa bodoh deh, yang penting dapat bangku strategis, pikiran saya lagi-lagi berceloteh. Segala perjuangan rasanya terbayar ketika acara dimulai. On-time, tanpa ba-bi-bu! Oliver Kern menampilkan pertunjukan klasik yang mewah. Jari-jarinya menari lincah di atas tuts piano dan menghasilkan nada-nada yang rasanya sanggup menghipnotis siapa saja. Namun, sepertinya tidak begitu dengan beberapa tamu lainnya. Bahkan mereka mungkin tidak mengetahui aturan GKJ yang tidak memperbolehkan adanya dokumentasi pementasan dengan alat elektronik apapun (kamera, kamera video, kamera HP, dll). Walaupun aturan tersebut telah dikumandangkan melalui speaker sebelum pertunjukan dimulai, namun masih ada saja yang terus- terusan memotret sepanjang pertunjukan. Dan saya pun terganggu. Pacar juga terganggu. Dan mungkin penonton lainnya pun terganggu. Dan mungkin tamu-tamu lainnya juga, atau para tamu ekspatriat, undangan kedutaan, dll. Dan 'para pelaku' masih terus bertingkah demikian tanpa merasa bersalah. Secara pribadi, saya menjadi semakin terusik ketika pertunjukan memasuki sesi kedua setelah break. Bukan hanya karena suara kamera yang terdengar sejak pertunjukan dimulai, tapi ditambah dengan tingkah beberapa pemuda dan pemudi yang (maaf) agak norak ketika violinist Iskandar Widjaja-Hadar tampil di panggung dan berkolaborasi dengan Oliver Kern. Perlu disadari bahwa ini adalah pertunjukan resital piano yang tidak seharusnya dibarengi pekikan histeris karena melihat sang sosok idola di panggung. Bukan salah sang violinist juga jika penggemarnya kebanyakan perempuan dan berusia muda yang malam itu memenuhi deretan bangku terdepan dan bertingkah 'cukup heboh'. Keinginan untuk mencari ketenangan dan hiburan, saya malah pulang dengan kejengkelan. Jengkel karena suguhan bisik-bisik tetangga deretan bangku belakang saya (VIP lho padahal...), jengkel dengan suara cekrek cekrek beberapa fotografer yang sepertinya tidak memiliki penghargaan atas pertunjukan tersebut, dan jengkel dengan ababil yang berasa sedang nonton konser di Istora Senayan. Apresiasi besar saya berikan untuk pihak penyelenggara, Goethe Institut. Layanan dalam pemesanan hingga pengambilan tiket yang sangat baik, penyelenggaraan yang tepat waktu, dan tentu saja tiket masuk (undangan) yang diberikan secara gratis. Dari pengalaman ini, orang Indonesia harusnya belajar untuk malu. Jika mereka yang bule saja bisa tahu untuk sopan dan disiplin, mengapa kita yang tuan rumah tidak? Kita yang tidak disiplin dan seenaknya memotret sementara pertunjukan berlangsung. Kita yang norak dan tidak disiplin untuk antri dengan tenang. Dan kita yang tidak disiplin mengontrol mulut serta menjaganya tetap tertutup selama pertunjukan. Tentunya kita malu jika tidak bisa disiplin menaati peraturan yang ada, malu jika tidak bisa disiplin bersikap dan membawa diri dalam berbagai situasi, dan malu jika tidak bisa menunjukan penghargaan terhadap seni. Semoga sedikit ulasan dari saya, sebagai seseorang yang bangga menjadi (orang) Indonesia, bisa menjadi suatu hal yang bermanfaat untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang lebih baik lagi, terutama dalam hal kedisiplinan.

by Nura

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun